Versi Bahasa Indonesia
BAB TIGA JAWABAN MANUSIA KEPADA ALLAH
142. Melalui wahyu-Nya, "Allah yang tidak kelihatan (lih. Kol 1:15; 1 Tim 1:17) dari kelimpahan cinta kasih-Nya menyapa manusia sebagai sahabat-sahabat-Nya (lih. Kel 33:11; Yoh 15:14-15), dan bergaul dengan mereka (lih. Kel 33:11; Yoh 15:14-15), untuk mengundang mereka ke dalam persekutuan dengan diri-Nya dan menyambut mereka di dalamnya" (DV 2). Jawaban yang pantas untuk undangan itu ialah iman. [1102]
143. Melalui iman, manusia menaklukkan seluruh pikiran dan kehendaknya kepada Allah. Dengan segenap pribadinya manusia menyetujui Allah yang mewahyakan Diri.1 Kitab Suci menamakan jawaban manusia atas undangan Tuhan yang mewahyukan Diri itu "ketaatan iman" 2 [2087]
ARTIKEL 4: AKU PERCAYA [1814-1816]
I. Ketaatan iman
144. Taat [ob-audire] dalam iman berarti menaklukkan diri dengan sukarela kepada Sabda yang didengar, karena kebenarannya sudah dijamin oleh Allah, yang adalah kebenaran itu sendiri. Sebagai contoh ketaatan ini Kitab Suci menempatkan Abraham di depan kita. Perawan Maria melaksanakannya atas cara yang paling sempurna. Abraham – “Bapa semua orang beriman”
145. Dalam pidato pujian mengenai iman para leluhur, surat Ibrani menonjolkan terutama iman Abraham: "Karena iman, Abraham taat ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui" (Ibr 11:8).3 [59, 2570] Karena beriman, maka Abraham tinggal sebagai orang asing di negeri yang dijanjikan Allah kepadanya. 4 Karena beriman, maka Sara mengandung seorang putera yang dijanjikan. Karena beriman, maka Abraham mempersembahkan puteranya yang tunggal sebagai kurban.5 [489]
146. Dengan demikian Abraham meragakan definisi iman yang diajukan oleh surat Ibrani: [1819] "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat" (Ibr 11:1). "Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran" (Rm 4:3).6 Karena ia "percaya tanpa ragu-ragu" (Rm 4:20), maka Abraham "menjadi bapa secara rohani bagi semua orang yang percaya kepada Allah" (Rm 4:11)7
147. Dalam Perjanjian Lama terdapat banyak kesaksian iman semacam ini. Surat Ibrani menyampaikan pidato pujian tentang iman para leluhur yang patut dicontoh, iman yang membuat mereka tetap dikenang (Ibr11:2).8 [839] Tetapi Allah telah "menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita" (Ibr 11:40): rahmat supaya beriman kepada Putera-Nya Yesus, "yang memimpin kita dalam iman dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan" (Ibr 12:2).
Maria –"Berbahagialah dia, yang percaya"
148. Perawan Maria menghayati ketaatan iman yang paling sempurna. [494, 2617] Oleh karena ia percaya bahwa bagi Allah "tidak ada yang mustahil" (Luk 1:37),1 maka ia menerima pemberitahuan dan janji yang disampaikan oleh malaikat dengan penuh iman dan memberikan persetujuannya: "Lihatlah, aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu" (Luk 1:38). [506] Elisabeth memberi salam kepadanya: "Berbahagialah ia yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan akan terlaksana"
(Luk 1:45). Demi iman ini segala bangsa akan menyatakannya bahagia.2
149. Selama seluruh kehidupannya juga dalam percobaannya yang terakhir,3 ketika Yesus, Puteranya, wafat di kayu salib, imannya tidak goyah. [969] Maria tidak melepaskan imannya bahwa Sabda Allah "akan terpenuhi". Karena itu Gereja menghormati Maria sebagai tokoh iman yang paling murni. [507, 829]
Versi Bahasa Inggris
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar