Mengasihi Sesama

Mengasihi Sesama
Ibu Theresa dari Calcuta

Minggu, 29 Januari 2012

Pesan Bapa Suci untuk Persatuan Umat Kristen

Saya copas dari millis lain... baik untuk kita jalankan doa-doa untuk tujuan tersebut

PEKAN DOA SEDUNIA - UNTUK KESATUAN UMAT KRISTIANI, diadakan tiap tahun pada bulan Januari oleh GEREJA KATOLIK. 

Ini adalah INISIATIF yang dimulai dan diadakan oleh Gereja Katolik. Oleh karena itu kegiatan dan acara doa ini pelan-pelan disosialisasi diantara umat Kristiani (protestan dan pantekostal).

Di Keuskupan Agung Semarang, semua paroki mendoakan doa-doa PEKAN DOA SEDUNIA untuk persatuan umat kristiani itu sebelum misa harian dan juga misa Minggu bila jatuh pada hari Minggu.

http://paroki-sragen.or.id/2011/01/17/pekan-doa-sedunia-18-25-januari-2011/

http://www.hidupkatolik.com/2012/01/17/merengkuh-saudara-saudara-protestan

Paus Benediktus XVI Memulai Pekan Doa bagi Persatuan Umat Kristiani 
0 Comments 3:52 PM Diposkan oleh Admin 
Label: Doa, Paus Benediktus XVI 

Paus Benediktus XVI 
Dalam kesempatan Audiensi Umum mingguan pada hari Rabu di auditorium Paulus VI, Bapa Suci Paus Benediktus XVI, di hadapan ribuan peziarah yang hadir, mencanangkan Pekan Doa bagi Persatuan Umat Kristiani, yang mengundang semua pengikut Kristus untuk memohon karunia persatuan bagi semua umat Kristen di seluruh dunia.

Tema pekan doa tahun ini dipilih oleh wakil-wakil Gereja Katolik dan Konsili Ekumene Polandia, yaitu "Kita Semua Akan Diubahkan Oleh Kemenangan Tuhan Kita Yesus Kristus".

Bapa Suci mengatakan, "Pengalaman Polandia akan penindasan dan penganiayaan melahirkan permenungan yang lebih mendalam terhadap arti kemenangan Kristus atas dosa dan maut, sebuah kemenangan di mana kita berbagi landasan iman yang sama."

Melalui pengajaran, teladan, dan misteri Paskah Kristus, Tuhan memperlihatkan kepada kita jalan kepada kemenangan, yang diraih tidak melalui kekuasaan, melainkan melalui cinta dan kepedulian yang tulus kepada mereka yang membutuhkan. Iman di dalam Kristus dan pertobatan batin, baik secara pribadi maupun di dalam komunitas, harus terus menerus menyertai doa kita bagi persatuan umat Kristiani.

Bapa Paus Benediktus juga memusatkan perhatian pada kebutuhan umat Kristen untuk memohon Tuhan memperkokoh iman mereka.

Dalam Pekan Doa ini, marilah kita memohon secara khusus kepada Tuhan untuk memperkokoh iman semua orang Kristen, untuk mengubah hati kita, dan memampukan kita memberikan kesaksian yang terpadu akan kebenaran Injil. Dengan cara ini, kita memberikan kontribusi kepada pewartaan Injil secara baru dan memberikan jawaban yang lebih menyeluruh terhadap kelaparan rohani dari umat manusia zaman ini.

Bapa Benediktus menyapa para peziarah dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Inggris. Beliau juga menyambut secara khusus dua kelompok peziarah: yang pertama adalah delegasi ekumene dari Finlandia, yang mempunyai tradisi untuk berziarah ke Roma selama Pekan Doa bagi Persatuan Umat Kristiani, dan yang kedua adalah kelompok para pria dan wanita yang tergabung dalam Kesatuan Angkatan Laut dan Korps Marinir Amerika Serikat (Naval Service and Marine Corps of the United States).

Saya menyambut dengan hormat semua peziarah dan para tamu yang hadir dalam Audiensi hari ini. Sambutan khusus saya kepada peziarah Lutheran dari Finlandia. Saya juga menyambut para pelaut dan marinir dari Amerika Serikat. Saya memohon dengan sungguh berkat Tuhan yang berlimpah bagi Anda sekalian dan seluruh keluarga Anda.

Pekan Doa bagi Persatuan Umat Kristen telah dirayakan selama lebih dari satu abad; setiap tahun, dari tanggal 18 hingga 25 Januari. Paul Wattson, seorang convert/ yang berpindah menjadi seorang Katolik, mengusulkan tanggal itu di tahun 1908, bersamaan dengan peringatan Tahta St. Petrus dan pertobatan Rasul Paulus.

Sumber: Vatican News, silakan klik di link ini

Oktaf bagi Persatuan Gereja

Hari ini kita mengawali apa yang disebut selama puluhan tahun sebagai Oktaf Persatuan Gereja, dari tanggal 18 hingga tanggal 25 Januari. Tujuan dari oktaf ini adalah berdoa bagi persatuan seluruh Gereja Katolik. Oktaf ini awalnya ditetapkan oleh Santo Paus Pius X di tahun 1909. Paus Benediktus XV meresmikan pemakaiannya bagi Gereja universal di tahun 1916. Pelaksanaannya tidak wajib, namun sangat disarankan.

Oktaf Doa 18 sampai dengan 25 Januari (untuk didoakan setiap hari selama delapan hari)

Antifon : Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. (Yoh 17:21)

V. Aku berkata kepadamu : Engkau adalah Petrus

R. Dan di atas Batu Karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku

Mari kita berdoa: Oh Tuhan Yesus Kristus, Yang berkata kepada para murid-Mu: damai kuberikan padamu, damai-Ku Kuberikan padamu, janganlah memperhitungkan dosa-dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja-Mu, dan karuniakanlah kepada Gereja-Mu, kedamaian dan persatuan, yang sesuai dengan Kehendak-Mu, Tuhan yang hidup dan bertahta, kini dan sepanjang segala masa, Amin.

Oktaf Hari Pertama (18 Januari) : Hari raya peringatan Tahta St Petrus di Roma

Intensi hari ini: Untuk pulangnya kembali "domba-domba yang lain" kepada Satu Kawanan dalam Kristus

Doa bagi kembalinya domba-domba yang lain

Imam: Marilah kita berdoa: Ya Tuhan, dalam kerahiman-Mu, Engkau memanggil pulang mereka yang telah pergi menjauh dariMu dan Engkau menyelamatkan mereka yang telah Kau kumpulkan dalam satu kawanan. Kami memohon Engkau mencurahkan rahmat persatuan denganMu kepada semua umat Kristiani, agar mereka menyingkirkan segala bibit perpecahan dan menyerahkan diri mereka kepada gembala sejati dari Gereja-Mu, sehingga mereka dapat melayani Engkau dengan segenap kasih dan kerendahan hati. Demi Kristus Tuhan kami

Umat : Amin.

Doa kepada Bunda Maria yang Terberkati

Imam dan umat: O Perawan Yang Dikandung Tanpa Dosa, yang telah dikuduskan dengan rahmat istimewa, dibebaskan dari dosa asal, pandanglah dengan penuh belas kasihan saudara-saudara kami yang memisahkan diri, yang masih tetap anak-anakmu, dan panggillah mereka kembali kepada Pusat Segala Kesatuan. Banyak anak-anakmu, sekalipun dari jauh, tetap memiliki devosi yang tulus kepadamu, O Ibu, ganjarlah devosi mereka itu dengan memperolehkan bagi mereka rahmat pertobatan. Perbaharuilah kemenangan atas kuasa kegelapan sejak sangat awal keberadaanmu, terutama saat ini, saat keperluan akan hal itu telah semakin mendesak, tanda kemenanganmu, seperti di waktu dahulu. Permuliakanlah Puteramu, O Ibu, dengan membawa pulang kepada Satu Kawanan, domba-domba-Nya yang sedang terhilang. Dan biarlah menjadi kemuliaan bagimu, O Perawan Maria, untuk melenyapkan kesalahan dari bumi, untuk mengakhiri segala perpecahan dan memulihkan kedamaian bagi dunia. Amin.

Imam : Bunda Pertobatan, doakanlah kami

Umat : Agar mereka dipenuhi oleh doa Puteramu yang Kudus, yaitu "Supaya mereka semua menjadi satu"

Doa kepada St Petrus, Pangeran Para Rasul

Imam: O Santo Petrus yang mulia, sebagai ganjaran atas imanmu yang hidup dan teguh, kerendahan hatimu yang tulus dan kuat, dan cintamu yang besar, engkau telah dipilih oleh Allah, dan dikaruniai dengan keistimewaan khusus. Engkau bahkan digelari Pangeran Para Rasul dengan kuasa atas seluruh Gereja, di mana engkau dijadikan Batu dan Pondasi. Kami berdoa, perolehkanlah bagi kami, iman yang hidup dan semangat yang kuat, sehingga kami semua mau turut berusaha demi kembalinya saudara-saudara kami yang terhilang. Kiranya kerinduan Penebus Kami Yang Ilahi, supaya hanya ada "satu Kawanan dan satu Gembala", menjadi bagi kami, sebagaimana bagimu, inspirasi untuk bekerja dan berdoa demi kembalinya mereka semua yang masih berada di luar kawanan. Dengan kekuatan Rahmat Ilahi, kiranya mereka dipimpin kembali dengan segera ke pangkuan Ibu kita bersama, Gereja Katolik.

Umat : Amin.

Sumber: Blog Pastor John Zuhlsdorf, silakan klik di link ini

Disalin dari : Katolisitas.org

Senin, 23 Januari 2012

Sebuah Kesaksian ... dari copas di APIK

Jalan Iman, adalah jalan yang sangat misterius ... tentu saja bagi pemeluknya. Tuntunan-Nya seringkali sulit dipahami. Kenyataannya ... karya keselamatan Allah tetap berjalan dengan penuh misteri dan ... mengagumkan. Selamat membaca ....!!!

From: Christina Iriani <joy2ann@yahoo.com
Sender: ApiKatolik@yahoogroups.com 
Date: Fri, 20 Jan 2012 17:24:07 
To: ApiKatolik@yahoogroups.com<ApiKatolik@yahoogroups.com
Reply-To: ApiKatolik@yahoogroups.com 
Subject: Re: [ApiK] Bingung & Hati Terpenjara 

Salam Kasih dalam Kristus, 
  
Puji Tuhan, bila anda masih memiliki iman akan Kristus yang begitu besar. 
Sekedar share saja untuk menambah kekuatan dalam perjuangan anda untuk terus berjalan bersama Kristus. 
  
Saya punya sepupu (wanita) menikah dengan pria muslim secara muslim, bertahun2 dia menangis karena harus sholat dan dia sama sekali tidak bisa menghilangkan Yesus dari hati & pikirannya. Sampai suatu hari dia berani menghadap suaminya untuk mengatakan bahwa dia tidak bisa melakukan sholat karena hatinya terluka (wajah Yesus selalu muncul ketika dia mencoba sholat), sebelum hal itu disampaikan kepada suaminya, dia sudah mempertimbangkan segala resiko yang harus diterimanya, bahkan dia mengatakan pada saya kalau disuruh memilih dia lebih memilih Yesus dibanding suaminya (kekuatan yang dia rasakan bukan kekuatan biasa, Roh Kudus bekerja). Hal ini disampaikan oleh sepupu saya setelah mereka memiliki anak pertama. 
Hingga akhirnya suaminya-pun tidak pernah meminta sepupu saya untuk sholat, bahkan ketika mereka tinggal di Malaysia, suaminya mengatakan kepada sepupu saya, bila mau ke Gereja dia (suaminya) mau mengantarkan, dan sepupu saya tidak menerima komuni saat itu karena memang perkawinannya belum diberkati secara Katholik. 
  
Waktu terus berjalan, semakin hari semakin dia (sepupu saya) mencari Tuhan, orang tuanya-pun tak henti-henti mendoakan. Mukjizat demi mukjizat, Tuhan nyatakan kepada hambanya yang setia berdoa. Suaminya menyuruh agar anaknya dibabtis secara katholik. 
Kembali ke Indonesia (setelah 4 tahun di negri Jiran), mereka telah memiliki 2 anak, dan sepupu saya tetap rajin ke Gereja, bahkan setiap minggu suaminya ikut mengantar (yang dulunya hanya nge-drop, sekarang sudah ikut masuk ke Gereja), mukjizat berikutnya adalah dia mau diberkati pernikahannya secara Katholik, ikut mengucapkan doa di depan patung Bunda Maria (meskipun dia masih muslim), setelah diberkati sepupu saya baru menerima komuni lagi. 
  
Tahun lalu anaknnya yang kedua dibabtis secara katholik (suami saya yang menjadi wali babtisnya) dan itu juga atas permintaan suaminya, bahkan sekarang sepupu saya mulai aktif dalam beberapa kegiatan Lingk, sehingga rumahnya kadang digunakan u/ kegiatan seperti bina iman, arisan lingkungan dsbnya. 
  
Tekanan bertahun-tahun yang dirasakan oleh sepupu saya (pernah dilarang menggunakan atribut katolik seperti kalung yang ada salibnya oleh mertuanya), dibelikan peralatan sholat untuk anak-anaknya, dilarang memasang hal-hal yang berbau katolik di dalam rumahnya, cercaan & cibiran dari keluarga suaminya ketika tahu bahwa dia kembali ke Katholik, pada akhirnya Tuhan menyatakan kasihNya yang luar biasa..memberikan kebahagiaan dalam keluarga mereka. 
Saya secara pribadi merasakan Kasih Allah yang luar biasa..bekerja dalam kehidupan mereka. Bagaimana Tuhan melembutkan hati suaminya, itu adalah misteri Allah yang tersembunyi, tugas kita hanya berdoa dan selalu percaya akan kehendakNya. 
Saya bangga & bahagia sebagai orang katholik dengan segala kesederhanaan, kerendah hati-an dan toleransinya. 
  
So.. Mas Denmas, bila hati anda begitu kuat untuk terus mengikuti Yesus, maka anda dapat mengekspresikan dengan banyak cara, karena bila hanya ke gereja setiap minggu saja, itu tidak akan memenuhi kebutuhan rohani anda akan Yesus, anda dapat ikut kegiatan-kegiatan (aksi kepedulian sosial di Lingkungan gereja, doa lingkungan, Novena, Persekutuan doa, rekoleksi bahkan retreat) sehingga anda tidak akan pernah merasa sendiri, karena Yesus ada dimana-mana dan dimanapun anda. 
  
I'll pray for you. 
Jbu 
From: Denmas Baguse <johanesbart@yahoo.com
To: ApiKatolik@yahoogroups.com 
Sent: Friday, January 20, 2012 9:39 AM 

Rabu, 04 Januari 2012

Menghirup Udara Katolik - Oleh David Palm

Selalu menarik bagi saya untuk menyimak orang-orang yang yang bergumul keras mempertanyakan iman dan ajaran agamanya, kemudian oleh rahmat Allah ditarik kepangkuan Gereja-Nya yang sering disalah pahami saudara-saudara mudanya. Sungguh menarik dan membahagiakan. Saya copas ini dari millis APIK. Selamat membaca ...


Menghirup Udara Katolik

by Bersatulah Dalam Gereja Katolik dari sumber di bawah ini :

on Thursday, December 29, 2011 at 8:30pm


*Menghirup Udara Katolik*


*Oleh : David Palm

Saya dan istri dibesarkan sebagai Protestan Evangelikal, dan jika anda memberitahu kami setahun yang lalu bahwa kami akan menjadi Katolik sekarang, kami pasti akan tertawa. Menjadi Katolik bukan merupakan prospek yang kami sukai. Ketika kami pertama kali mulai dipengaruhi secara positif menyangkut hal-hal Katolik, perasaan kami bisa digambarkan sebagai berikut: "Kami telah bertemu sang musuh, dan ialah diri kami sendiri."

Saya menyesal harus menggambarkan hubungan antara kelompok Protestan Evangelikal tertentu dan Gereja Katolik dalam bahasa yang bermusuhan, tetapi demikianlah adanya ketika kami dibesarkan. Kami diajarkan bahwa Gereja Katolik telah merampas kedudukan Alkitab dengan menambahkan lapisan demi lapisan "tradisi manusia" terhadapnya dan bahwa Gereja Katolik menipu berjuta-juta orang dengan mengajarkan mereka bahwa mereka diselamatkan oleh perbuatan baik. Kami adalah Protestan yang setia. Tetapi sekarang, oleh rahmat Tuhan, kami telah melihat bahwa hanya dalam Gereja Katolik ada keutuhan iman Kristiani.

Perjalanan spiritual saya menuju iman Katolik dimulai ketika selesai dari akademi, saya masuk sebuah seminari Protestan Evangelikal yang ternama: Trinity Evangelical Divinity School. Seminari ini sangat terkenal di kalangan Evangelikal karena komitmennya kepada Alkitab sebagai satu-satunya otoritas bagi iman dan praktek Kristiani. Baik pengajar maupun mahasiswa/i-nya dengan keras dan tegas membela otoritas, inspirasi, dan kebenaran Alkitab. Hal ini tidak dilakukan secara tidak intelektual seperti gaya kaum "Fundamentalis". Kami mempelajari bahasa Yunani dan Ibrani, metode eksegesis dan prinsip-prinsip hermenetik (metode penafsiran Alkitab), sejarah dan teologi. Kami membaca karya-karya para teologis liberal dan belajar untuk berdebat dengan mereka dengan memakai argumentasi-argumentasi mereka. Pendeknya, kami menganggap urusan Alkitab suatu urusan yang sangat serius. Sungguh suatu lingkungan yang memberi dorongan bagi kami untuk menggunakan daya pikir kami sendiri dan memformulasikan posisi-posisi teologis yang punya dasar kuat dengan bukti-bukti objektif yang tersedia dalam Alkitab.

Yang menarik adalah bahwa kami tidak pernah membaca tulisan-tulisan para Bapa Gereja Perdana, dan juga termasuk teolog Katolik manapun kecuali Santo Agustinus (karena dia dianggap sebagai semacam pendahulu Calvinisme) dan Santo Thomas Aquinas (karena dampak tulisannya terhadap pemikiran Kristen sangat menonjol sehingga sulit untuk diabaikan). Pada umumnya kami melompat
dari jaman para Rasul langsung ke jaman reformasi Protestan, sehingga pengalaman saya terhadap ide-ide Katolik sungguh nyaris tidak ada sama sekali. Akan tetapi ada dua hal yang sangat mempengaruhi pemikiran saya terhadap Katolikisme, meskipun saya tidak menyadarinya pada waktu itu.

Pertama, ketika saya bersusah payah dengan Alkitab dan mempelajarinya dengan mendetail, saya mulai menyadari bahwa Alkitab tidak mendukung teologi seperti yang telah diajarkan kepada saya. Saya merubah posisi dari ajaran pre-milenialisme ke amilenialisme. Saya tidak lagi percaya pada
kepercayaan Protestan yang umum seperti jaminan keselamatan mutlak bagi umat Kristen. Saya tidak lagi percaya pada doktrin Sola Fide (bahwa kita dibenarkan oleh iman saja), yaitu salah satu pilar Reformasi. Dan saya mulai memegang pandangan sakramental terhadap pembaptisan dan Perjamuan Kudus.

Saya merasa salah tempat secara teologis karena tidak ada satupun denominasi Protestan yang punya pandangan-pandangan yang sama seperti yang saya punyai, dan hal ini sangat mengganggu pikiran saya. Beberapa profesor saya meyakinkan saya bahwa sepanjang pandangan saya masih serasi dengan Alkitab dan masih termasuk dalam garis besar kepercayaan Kristen yang "ortodoks". Tetapi pendekatan yang netral terhadap doktrin Kristiani semacam ini membuat saya khawatir, apa dasar persatuan Kristen jika seseorang bisa memformulasikan doktrin-doktrin sesuai kepentingan dirinya sendiri? Bukankah karena hal inilah maka Protestanisme telah terpecah-belah dan terus terpecah sepanjang jaman?

Meskipun saya tidak merasa terpanggil untuk memulai suatu denominasi saya sendiri, saya juga tidak merasa nyaman secara teologis dalam denominasi-denominasi manapun yang ada. Saya memutuskan untuk menyimpan beberapa pandangan pribadi dalam hati, karena saya khawatir reaksi yang bisa timbul dari orang lain. Kekacauan menyangkut penafsiran Alkitab diantara umat Protestan membuat saya bertanya - setidaknya secara setengah sadar - apakah komitmen terhadap inspirasi dan otoritas Alkitab sungguh-sungguh bisa merupakan suatu faktor yang mempersatukan seperti yang dipercaya oleh kaum Evangelikal.

Faktor kedua yang merubah pemikiran saya adalah pengalaman dengan pandangan yang tidak ortodoks yang dipromosikan baik oleh pihak teolog-teolog Protestan yang liberal maupun kelompok-kelompok konservatif. Pendukung-pendukung pandangan ini menengok pada Alkitab untuk mendukung pendapat-pendapat mereka, tetapi banyak dari doktrin-doktrin mereka adalah hasil kreasi sendiri, bahwa doktrin-doktrin ini tidak pernah dipercaya oleh siapapun sepanjang sejarah Gereja.

Secara insting saya tahu bahwa ide-ide ini tidak ortodoks, bahkan banyak diantaranya jelas-jelas bertentangan dengan kredo-kredo (syahadat iman) yang dipegang oleh Gereja. Lantas apa yang menjadi standard ortodoksi bagi saya, Alkitab atau syahadat iman? Kalau saya condong kepada syahadat iman atau "iman Gereja yang universal" untuk menyatakan bahwa suatu doktrin tidak ortodoks, lantas bukankah saya menuruti sesuatu selain Alkitab saja? Ini menimbulkan suatu pertanyaan yang tidak bisa saya jawab: Apakah ortodoksi itu sebenarnya? Apa yang menjadi standar ortodoksi Kristen?

Saya mulai meragukan bahwa pasti tidak hanya Alkitab saja, karena tidak seorangpun dari kami setuju akan apa yang dikatakan oleh Alkitab. Segala pendekatan Alkitabiah bisa dilawan dengan suatu interpretasi yang berbeda atau malahan penolakan sama sekali terhadap otoritas Alkitab. Saya semakin condong kepada syahadat-syahadat dan kepada "iman universal Gereja" yang rada tidak jelas, untuk meyakinkan diri saya sendiri bahwa apa yang saya percaya sifatnya ortodoks.

Saya tidak mengetahuinya pada saat itu, tetapi istri saya, Lorene, ternyata juga sedang dipersiapkan bagi perjalanan spiritual kami menuju Gereja Katolik. Sewaktu di akademi dia mengikuti kebaktian di gereja Reformed Baptist. Hal ini membawanya kepada pemahaman yang sakramental terhadap Perjamuan Kudus dan pada gilirannya dia mempengaruhi saya dengan doktrin ini.

Salah satu saudara perempuannya - yang suaminya dibesarkan secara Katolik – kadangkala menunjuk kepada kekacauan diantara kaum Protestan dan melontarkan pertanyaan bahwa bagaimana mereka semua bisa mengaku memiliki doktrin Kristen yang benar, tetapi berbeda pendapat dalam sekian banyak isyu. Istri saya tidak mampu menjawabnya dan menurutnya tidak ada jawabannya. Dia berpegang pada ide bahwa seseorang minta petunjuk Roh Kudus jika hendak membaca Alkitab. Ini jawaban yang rasanya tidak memuaskan tetapi hanya itulah yang bisa dia katakan.

Kira-kira dua tahun yang lalu saya ada di pasar-murah milik Salvation Army (=Bala Keselamatan) dan melihat-lihat buku bekas. Saya menemukan buku Katolikisme dan Fundamentalisme karangan Karl Keating dan membolak-balik halaman-halamannya karena rasa ingin tahu. Harganya cuma satu dollar, tapi nyaris saja saya taruh kembali karena bagaimanapun ini buku tentang teologi Katolik. Tetapi, saya berkata kepada diri saya sendiri, judul pasal-pasalnya sungguh menarik, dan rasanya tidak berbahaya untuk mengetahui apa pandangan Katolik tentang hal-hal ini.

Saya membeli buku tersebut dan mulai membacanya pada waktu menumpang kereta di pagi hari menuju ke arah Chicago. Saya berusaha membacanya secara simpatik dan mengakui bahwa kalau saya melihat dari sudut pandang Katolik - terutama menyangkut pandangan Katolik terhadap Alkitab - maka lantas teologi Katolik tampak koheren dan masuk akal. Buku tersebut menjernihkan salah persepsi saya terhadap apa yang sesungguhnya dipercaya oleh imanKatolik.

Saya menceritakan hasil observasi saya kepada istri saya. Ini suatu kesalahan langkah. Kami langsung terlibat dalam suatu perdebatan di kereta. "Kamu tidak akan masuk Katolik, khan?" dia langsung menyemprot saya. Dia memberitahu saya sesudahnya bahwa pikirannya dipenuhi dengan, "Bagaimana saya bisa menjelaskan kepada keluarga saya tentang hal ini? Saya menikahi seminarian Protestan dan dia malah masuk Katolik!" Saya mengambil langkah mundur dan mengatakan kepadanya bahwa saya cuma bilang kalau... dan seluruh topik tersebut untuk sementara tidak kami ungkit-ungkit lagi.

Akan tetapi rasa hormat saya terhadap iman Katolik terus tumbuh. Saya sungguh mengagumi Sri Paus Yohanes Paulus II - posisinya yang tegas terhadap imoralitas, dan penolakannya untuk melunakkan pesan-pesannya kepada presiden Amerika Serikat dan kepada warga Amerika Serikat, dan panggilannya terhadap kaum muda Amerika untuk kembali kepada iman Kristen sungguh memukau saya. Saya membaca buku karangan Charles Colson yang berjudul The Body dan terkesan oleh peran yang dimainkan oleh Gereja Katolik dan Ortodoks dalam meruntuhkan komunisme. Saya melihat umat Katolik mengambil langkah-langkah dan memenuhi begitu banyak kebutuhan fisik dalam nama Kristus. Sudah lama saya kecewa dengan gereja-gereja Evangelikal kami karena karena banyak mengkritik problem-problem sosial tetapi tidak berbuat banyak untuk mengatasinya. Saya melihat umat Katolik di kota kami mempraktekan iman mereka - memberi makan kepada orang miskin, memberikan tumpangan bagi kaum gelandangan, merawat wanita-wanita yang hamil tanpa nikah dan anak-anak mereka.

Pada bulan Mei 1993, karena pernyataan-pernyataan pro-Katolik yang saya lontarkan pada suatu kegiatan Bible-study, sepasang suami istri yang kami kenal dari gereja Baptist yang sama, memberitahukan kami bahwa mereka sedang menyelidiki iman Katolik. Dave juga lulus dari seminari yang sama dengan saya, sehingga kami mempunyai latar belakang teologis yang sama. Kami berbincang-bincang selama seharian tentang hal-hal menarik yang kami temukan tentang Gereja Katolik. Ujung-ujungnya, saya meminjamkan buku karangan Karl Keating yang saya beli kepadanya sedangkan Dave meminjamkan saya sejumlah kaset rekaman temu-wicara oleh Scott Hahn, seorang mantan pendeta Presbiterian yang telah menjadi Katolik. Saya sangat menikmati kaset rekaman tersebut, tetapi pada saat itu saya tidak sepenuhnya terpengaruh oleh argumen-argumen Scott Hahn (baru nantinya saya menyadari betapa besar pengaruhnya terhadap saya).

Tidak banyak hal yang terjadi, agaknya, sampai bulan September, ketika Dave mengembalikan buku saya. Dia menceritakan bahwa dia telah mengundurkan diri dari dewan deakon di gereja kami dan bahwa dia beserta keluarganya mulai menghadiri Misa Kudus. Kami terkejut, tetapi penuh rasa ingin tahu. Saya melihat Dave sebagai idola spiritiual. Dia adalah seorang yang punya integritas, dan saya tahu bahwa Dave tidak akan main-main dalam hal semacam ini. Lorene dan saya tahu bahwa berita tentang Dave tidak akan diterima dengan baik di gereja Baptis kami, dan kami telah memutuskan untuk tetap menjaga persahabatan dan mendukung keputusan Dave dan istrinya .

Kami mengundang mereka beberapa minggu sesudahnya untuk berbincang-bincang. Kami hanya melontarkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan, dan tidak berusaha untuk membuat mereka membatalkan keputusannya untuk menjadi Katolik, tetapi untuk mengetahui apa yang telah mendorong mereka membuat keputusan tersebut. Makin banyak kami berdiskusi kami makin penuh semangat. Satu demi satu doktrin-doktrin Katolik tampak berlandaskan Alkitab, logis, dan konsisten. Bahkan agaknya malah meliputi seluruh Alkitab, termasuk ayat-ayat yang sulit ditafsirkan, dan tidak memfokuskan diri terhadap sejumlah pilihan ayat-ayat tertentu. Untuk mendukung suatu posisi. Tampaknya dari kerangka pemikiran Katolik, banyak dari ayat-ayat sulit
tersebut tidak lagi menjadi suatu masalah.

Kami menemukan bahwa kami sungguh-sungguh telah salah persepsi terhadap umumnya ajaran iman Katolik yang sesungguhnya, dan selalu ada jawaban yang bagus terhadap pertanyaan pertanyaan yang kami miliki. Sahabat kami tersebut tinggal sampai tengah malam dan ketika mereka pulang, saya dan istri merasa seperti murid-murid Yesus dalam kisah perjalanan ke Emmaus. Telinga kami serasa terbakar oleh pengetahuan yang baru kami dapat. Akhir pekan itu tidak seorangpun dari kami bisa menyingkirkannya dari benak pikiran kami, kami bahkan nyaris tidak dapat tidur.

Istri saya membuat saya terheran-heran karena dia mulai bicara tentang kepastian kami untuk menjadi Katolik. Saya begitu shock karena tidak menyangka dia begitu terdorong menuju Katolik. Tetapi sekali dia mengerti prinsip-prinsip dasar tentang otoritas Sri Paus, peran Magisterium Gereja, dan peran Tradisi dalam doktrin Kristen, dia mengerti bahwa sisanya tinggal mengikuti saja. Saya sendiri belum sampai kesana. Saya punya banyak pertanyaan, meskipun saya harus mengakui bahwa dalam hati saya ingin semuanya benar.

Kami memulai eksplorasi yang serius terhadap iman yang baru ini. Sebagai hasil penyelidikan ini, saya menemukan bahwa dalam semua area teologis dimana saya berubah pandangan, saya ternyata telah atau sedang menuju ke arah doktrin Katolik yang ortodoks. Saya menjadi yakin bahwa umumnya "pengetahuan" saya akan iman Katolik setidak-tidaknya telah disalah-tampilkan atau malah jelas-jelas salah.

Di masa lalu, kalaupun saya tergerak untuk membaca tentang Katolik, saya selalu membaca dari sumber-sumber Protestan. Ini cenderung untuk memburuk-burukan iman Katolik dan seringkali, sengaja atau tidak sengaja, telah memberi penerangan yang salah tentang apa yang sesungguhnya diajarkan oleh Gereja Katolik. Dengan membaca dari sumber-sumber Katolik tentang doktrin Katolik dan bukti-bukti yang mendukungnya sungguh merupakan suatu pengalaman yang membuka mata hati saya dan suatu tantangan. Saya dipaksa untuk mempertimbangkan kembali hal-hal yang tadinya saya terima mentah-mentah.

Melalui penyelidikan ini saya melihat bahwa meskipun reformasi Protestan disebut-sebut sebagai kembali kepada "Alkitab saja" dibanding dengan "tradisi-tradisi" Katolik, sesungguhnya paham-paham teologis yang terutama dari Reformasi Protestan sama sekali tidak punya dukungan dari Alkitab. Kaum Reformer memisahkan diri dengan Gereja Katolik pada dasarnya atas tiga doktrin: pembenaran oleh iman saja, Sola Scriptura atau bahwa Alkitab adalah satu-satunya otoritas, dan penyangkalan terhadap doktrin transubstansiasi.

Sewaktu masih di seminari saya telah meninggalkan doktrin Sola Fide – bahwa kita dibenarkan hanya oleh iman saja - karena bertentangan dengan Alkitab (lihat Yakobus 2:21-26, Roma 2:6-13, Galatia 5:6, Matius 12:36-37).

Poin selanjutnya bagi saya adalah sewaktu saya mulai percaya pada Kehadiran Sejati Kristus dalam Ekaristi. Saya sudah melihat Perjamuan Kudus sebagai suatu sakramen, tetapi sekarang saya melihat bahwa Alkitab bahkan mengajarkan lebih jauh lagi, bahwa roti dan anggur sungguh-sungguh menjadi tubuh dan darah Tuhan Yesus. Bahkan yang lebih mencengangkan buat saya adalah fakta bahwa ini merupakan pandangan ortodoks Gereja selama 1500 tahun sebelum para reformer Protestan datang dan meyakinkan umat Kristen dari aliran kami (Calvinis) bahwa tidak demikian adanya. Bahwa apa yang telah dipercaya oleh Gereja sepanjang berabad-abad dan dipegang sebagai misteri iman yang terbesar, sesungguhnya bukan misteri sama sekali, tetapi
Cuma sekedar perayaan ulang.

Saya membaca tulisan-tulisan para Bapa Gereja yang paling terdahulu - Ignatius, Justin Martir, Irenaeus, Tertullian, Hippolytus, Agustinus – dan menemukan bahwa mereka semua percaya pada Kehadiran Sejati. Saya tidak lagi bisa memegang pernyataan aliran Protestan kami yang mengatakan bahwa berjuta-juta umat Kristen termasuk beberapa yang mengenal para Rasul secara pribadi, telah disesatkan oleh Roh Kudus sampai Calvin dan Zwingli datang dan membawa kebenaran. Meskipun para Reformer ini sendiri tidak bisa setuju satu sama lain apa arti Perjamuan Kudus, mereka semua memaksakan bahwa Gereja Katolik pasti salah!

Pijakan terakhir saya sebagai seorang Protestan adalah ketika Sola Scriptura - doktrin yang menyatakan bahwa Alkitab sebagai satu-satunya otoritas dalam hal iman - runtuh berkeping-keping. Saya telah membaca dari buku Karl Keating dan mendengar rekaman Scott Hahn bahwa doktrin tersebut tidak diajarkan dalam Alkitab, dan bahwasanya Alkitab tidak pernah mengaku sebagai satu-satunya sumber yang otoritatif terhadap iman kita. Banyak ayat-ayat menunjukkan bahwa tradisi-tradisi dari para rasul, apakah tertulis ataupun lisan, memiliki kuasa dan bahwa umat Kristen harus percaya dan mengikutinya (lihat terutama ayat 1 Korintus 11:2, 1 Tesalonika 2:13, 2 Tesalonika 2:15, 2 Timotius 2:2, 2 Petrus 3:1-3).

Gereja Katolik mengajarkan bahwa Gereja adalah pemelihara deposit iman seperti yang diwahyukan oleh Tuhan kepada para Rasul. Demikian juga Paulus, ketika dia menyebut Gereja (dan bukannya Alkitab) sebagai "pillar dan pondasi kebenaran" (1 Timotius 3:15). Sebelumnya saya selalu mengabaikan argumen ini meskipun saya tidak dapat menjawabnya. (saya terpikir tentang 2 Timotius 3:16 tetapi ayat ini hanya mengatakan bahwa Alkitab bermanfaat bagi koreksi, latihan, dan lain-lain , tetapi ini tidak sama dengan mengatakan bahwa Alkitab adalah satu-satunya sumber bagi hal ini).

Di suatu petang, konsekuensi dari fakta-fakta ini kena telak. Fondasi dari Protestanisme telah disapu bersih. Kita kaum Protestan bersikeras bahwa segala doktrin kita harus punya dasar di Alkitab, tetapi doktrin Sola Scriptura itu sendiri tidak dapat ditemukan dalam Alkitab. Lantas saya menyadari bahwa posisi Protestan sungguh didasarkan atas inkoherensi logis.

Setelah saya menjadi yakin bahwa pendapat para Reformer ternyata salah semua di tiga hal diatas, maka tiada lagi dukungan yang tersisa bagi Reformasi sama sekali. Meskipun rasanya semua orang setuju, apakah Katolik atau Protestan, bahwa Gereja Katolik perlu reformasi selama jaman Luther (bahkan para Paus juga setuju), sulit bagi saya untuk percaya bahwa bisa dibenarkan untuk mereformasi Gereja dengan cara memecah-belahnya menjadi ribuan kelompok-kelompoik yang semuanya mengaku memegang doktrin yang benar tetapi menginterpretasikan Alkitab secara berbeda dan jarang sekali bekerja sama satu sama lain. Perpecahan dan perselisihan yang terus menerus terjadi, skisma demi skisma, yang merupakan sifat-sifat Protestanisme, sungguh sulit untuk dibenarkan dan jelas-jelas bertentangan dengan Alkitab (Yohanes 10:16, 17:20-23, dan 1 Korintus 1-3).
Setelah melampaui semua hal ini dan banyak isu-isu lainnya, saya dan istri merasa hanya tinggal dua pilihan yang tersisa: turun jadi seorang agnostik rasionalistik atau naik menyongsong iman Kristen yang utuh dalam Gereja Katolik. Ini bukan suatu pilihan sama sekali, sebab kami sangat mengasihi Yesus dan tidak akan pernah menjadi seorang agnostik (tidak peduli akan Tuhan). Kami diterima ke dalam Gereja Katolik dan menerima sakramen penguatan pada tanggal 8 Februari 1994. Kami sungguh berbahagia menjadi Katolik, meskipun transisi - terutama hal memberitahu kawan-kawan dan keluarga tentang keputusan kami - sungguh sulit.

Karena lingkungan Gereja Katolik berbeda dengan Protestan Evangelikal, kami masih dalam proses adaptasi, tapi saya merasa seperti Kardinal Newman, yang setelah bergabung dengan Gereja Katolik, beliau berkata bahwa dia merasa seperti kapal yang akhirnya berlabuh di pelabuhan. Kami tidak lagi harus "terombang-ambing oleh rupa-rupa angin pengajaran" (Efesus 4:14). Kami tidak lagi harus melanglang buana untuk meyakini bahwa apa yang kami percaya adalah ortodoks.

Sekelompok imam dan awam Katolik memberikan dukungan moral bagi kami dan telah memberikan pelayanan kasih Kristus melalui doa-doa dan dukungan mereka selama peziarahan kami kedalam Gereja Katolik. Perjalanan spiritual kami telah membawa kesempatan-kesempatan baru bagi kami dalam hal ibadah Kristen dalam liturgi, kekayaan sakramen yang luar biasa, dan kekayaan spiritualisme Katolik yang tak terbatas. Semua hal ini meyakinkan kami bahwa kami telah pulang ke rumah.

Selamat berpulang kembali ke Gereja Katolik, Gereja Perdana yang didirikan oleh Yesus Kristus.

 

Minggu, 01 Januari 2012

Pesan Paus Benedictus XVI- HARI PERDAMAIAN DUNIA

PESAN PAUS BENEDIKTUS XVI
DALAM RANGKA PERAYAAN HARI PERDAMAIAN SEDUNIAI JANUARI 2012

"MENDIDIK KAWULA MUDA DENGAN KEADILAN DAN DAMAI".

1. Permulaan sebuah tahun baru, yang adalah pemberian Tuhan pada kemanusiaan, mendorongku untuk menyebarkan pada semua, hasrat hatiku yang baik dengan penuh keyakinan dan perasaan. Masa yang ada di hadapan kita sekarang ini mungkin ditandai dengan keadilan dan damai secara kongkrit.Dengan sikap yang bagaimanakah kita menyongsong tahun baru itu? Kita menemukan sebuah gambaran yang indah dalam kitab Mazmur 130. Pemazmur mengatakan bahwa orang yang beriman menunggu Tuhan "lebih dari penjaga menantikan fajar" (ayat 6). Mereka menunggunya dengan harapan yang teguh karena mereka tahu bahwa dia akan membawa cahaya, belas kasih, dan keselamatan.
Penantian ini lahir dari pengalaman bangsa yang terpilih, yang menyadari bahwa Allah mengajar mereka untuk memandang dunia dalam kebenarannya dan tidak dikuasai oleh goncangan-goncangan. Saya mengundangmu untuk menatap tahun 2012 dengan sikap kepasrahan yang penuh keyakinan. Adalah tepat bahwa tahun yang sedang berakhir telah ditandai oleh rasa frustasi yang memuncak terhadap krisis yang datang mencekam masyarakat, dunia perburuhan dan ekonomi, sebuah krisis yang akarnya yang utama adalah bersifat budaya dan antropologis. Tampaknya seolah-olah ada sebuah bayangan telah melingkupi masa kita, mencegah kita untuk melihat dengan jelas terang dari hari itu. 
Namun dalam bayangan ini, hati manusiawi kita terus menunggu fajar yang diucapkan oleh pemazmur itu. Karena harapan itu sangat kuat dan terbukti terutama di kalangan orang muda. Pikiranku mengarah pada mereka dan pada sumbangan yang dapat dan harus mereka buat kepada masyarakat. Karena itu saya ingin mengkhususkan pesan ini dalam rangka Hari Damai Se-dunia yang XVI pada tema pendidikan: "Mendidik Kawula Muda dengan Keadilan dan Damai." Dengan suatu keyakinan kawula muda, dengan idealisme dan kegairahannya, dapat menawarkan sebuah harapan baru kepada dunia. 
Pesan saya juga dialamatkan pada orangtua, keluarga dan semua yang terlibatdalam bidang pendidikan dan pembentukan. Juga saya sampaikan kepada pemimpin-pemimpin dalam aneka lingkungan agama, masyarakat, politik, ekonomi dan hidup yang berbudaya dan pemimpin-pemimpin dalam media. Pemerhatian kepada kawula muda dan kepedulian-kepedulian mereka, kemampuan untuk mendengar dan menghargai mereka bukanlah semata sebagai sesuatu yang bijaksana. Ini juga menampilkan suatu kewajiban utama untuk masyarakat secara keseluruhan demi pembangunan masa depan darikeadilan dan damai.
Hal ini menyangkut pengkomunikasian kepada kawula muda sebuah penghargaan terhadap nilai-nilai positif dari hidup dan membangkitkan dalam diri mereka sebuah keinginan untuk mengisi hidup dengan pelayanan kepada Sang Kebaikan itu. Ini adalah tugas yang melibatkan masing-masing kita secara pribadi. Kepedulian yang diungkapkan dalam masa sekarang ini oleh banyak kawula muda seluruh dunia menunjukkan bahwa mereka berkehendak untuk menatap masa depan dengan pengharapan yang teguh. Pada saat ini, mereka sedang mengalami keprihatinan tentang banyak hal. Mereka ingin menerima suatu pendidikan yang menyiapkan mereka untuk dapat secara penuh berhubungan dengan dunia nyata. Mereka melihat betapa sulit untuk membentuk sebuah keluarga dan menemukan pekerjaan yang stabil. Mereka mempertanyakan apakah mereka dapat sungguh memberikan sumbangan kepada kehidupan politis, budaya dan ekonomi agardapat membangun suatu masyarakat dengan wajah yang lebih manusiawi dan penuh persaudaraan. Adalah penting bahwa idealisme yang menggelisahkan dan mendasar ini menerima perhatian yang sepantasnya pada setiap tingkat masyarakat. Gereja menatap kepada kawula muda dengan harapan dan keyakinan. Gereja menyemangati mereka mencari kebenaran, membela kebaikan umum, membuka diri pada dunia sekitar mereka dan berkeinginan melihat "hal-hal yang baru" (Yes 42:9 ; 48:6).
Para Pendidik
2. Pendidikan adalah suatu petualangan yang sangat menarik dan sulit dalam hidup. Pendidikan - berasal dari bahasa Latin "educere" - yang berarti menuntun kawula muda untuk bergerak melampaui diri mereka sendiri dan memperkenalkan mereka dengan kenyataan, kepada suatu kepenuhan yang membawa pada suatu pertumbuhan. Proses ini didukung oleh pertemuan dari kedua kebebasan itu, dari yang dewasa dan dari yang muda. Hal ini menyerukan suatu tanggungjawab pada pihak yang belajar, yang harus terbuka pada bimbingan ke pengetahuan akan realitas, dan pada pihak pendidik,yang harus siap untuk memberi diri mereka sendiri.
Untuk alasan ini, masa kini kita lebih memerlukan kesaksian yang otentik lebih dari sebelumnya, dan tidak begitu saja membungkus peraturan dan fakta. Kita memerlukan saksi-saksi yang mampu melihat lebih jauh dari pada yang lain karena hidup mereka berwawasan jauh lebih luas. Saksi adalah seorang yang pertama menghidupi kehidupan itu dan dia mengajukannya pada orang-orang lain. 
Dimanakah pendidikan keadilan dan damai yang tepat berlangsung? Pertama, dalam keluarga, karena orangtua adalah pendidik yang pertama. Keluarga adalah sel utama dari masyarakat "Dalam keluargalah anak-anak belajar nilai-nilai manusiawi dan kristiani yang memungkinkan mereka untuk hidup berdampingan secara konstruktif dan damai. Dalam keluarga mereka mempelajari solidaritas di antara generasi, hormat pada peraturan, pengampunan dan bagaimana menyambut orang lain." Keluarga adalah sekolah pertama yang di dalamnya kita dilatih dengan keadilan dan damai. 
Kita sedang hidup dalam dunia di mana keluarga-keluarga, dan hidup itu sendiri, terus menerus terancam dan tercerai-beraikan. Kondisi kerja yang sering tidak dapat terdamaikan dengan tanggungjawab-tanggungjawab keluarga, kecemasan-kecemasan akan masa depan, kehingar-bingaran langkah hidup, kebutuhan yang sering-sering untuk berpindah untuk memastikan kehidupan yang memadai, untuk menyatakan tidak akan bertahan hidup saja - semua ini membuat susah untuk memastikan bahwa anak menerima harta yang paling berharga yaitu kehadiran orangtua. Kehadiran ini membuat mungkin untuk berbagi secara lebih mendalam dalam perjalanan hidup dan menyampaikan pengalaman-pengalaman dan keyakinan-keyakinan yang diperoleh sepanjang tahun, pengalaman-pengalaman dan keyakinan-keyakinan yang hanya dapat dikomunikasikan dengan menghabiskan waktu bersama. Saya mau mendesak para orangtua untuk tidak menumbuhkan kekerdialan hati! Semoga mereka menyemangati anak-anak dengan teladan hidup mereka dengan menaruh harapan mereka dalam Allah di atas segalanya yang lain, satu sumber dari keadilan dan damai yang otentik. 
Saya juga ingin menyampaikan sepatah kata pada mereka yang bertugas dalam institusi pendidikan; dengan sebuah tanggungjawab yang besar semoga mereka menjamin martabat setiap orang selalu dihormati dan dihargai. Biarlah mereka peduli bahwa setiap orang muda mampu untuk menemukan panggilannya sendiri-sendiri dan membantu mengembangkan talenta yang diberikan Tuhan. Semoga mereka meyakinkan kembali keluarga-keluarga bahwa anak-anak mereka dapat menerima sebuah pendidikan yang tidak bertentangan dengan suara hati dan prinsip religius mereka.
Setiap pengaturan pendidikan dapat menjadi sebuah tempat akan keterbukaan kepada hal yang ilahi dan orang-orang lain. Ini sebuah tempat untuk dialog, kelekatan dan mendengar dengan penuh perhatian, di mana kawula muda merasa dihargai karena kemampuan pribadi mereka dan kekayaan-kekayaan batiniah dan dapat belajar untuk menghargai saudara-saudarinya. Semoga kawula muda diajari untuk menikmati sukacita yang datang dari praktek-praktek belas kasih sehari-hari dan rasa belas kasihan terhadap orang-orang lain dan dari keterlibatan dalam pembangunan masyarakat yang lebih manusiawi dan bersaudara. Saya meminta pemimpin-pemimpin politis untuk menawarkan bantuan kongkrit kepada keluarga-keluarga dan institusi-institusi pendidikan dalam praktek hak dan kewajiban mereka untuk mendidik. Dukungan yang kuat tidak pernah bisa kurang kepada orangtua dalam tugas mereka. Biarlah mereka berkeyakinan bahwa tidak seorang pun dilarang untuk jalan masuk ke pendidikan. Dan bahwa keluarga-keluarga dapat dengan bebas memilih struktur-struktur pendidikan yang mereka kira sesuai untuk anak-anak mereka. Biarlah mereka melibatkan diri pada penyatuan kembali keluarga-keluarga yang terpisah karena kebutuhan hidup. Biarlah mereka memberi kawula muda sebuah gambaran politik yang transparan sebagai suatu pelayanan yang tulus kepada kebaikan semua orang. 
Saya tidak bisa juga gagal untuk menyerukan kepada dunia media untuk menawarkan sumbangan mereka sendiri untuk pendidikan. Dalam masyarakat masa kini alat media mempunyai peranan khusus. Mereka bukan hanya memberikan informasi tetapi juga membentuk pemikiran dari pembaca-pembaca, dan dengan demikian mereka dapat memberikan sebuah sumbangan yang berarti kepada pendidikan orang-orang muda. Perlu untuk tidak pernah lupa bahwa hubungan antara pendidikan dan komunikasi sangat dekat sekali. Pendidikan berlangsung melalui komunikasi, yang mempengaruhi, demi yang lebih baik atau lebih buruk, pembentukan orang-orang. 
Kawula muda juga butuh untuk mempunyai keberanian untuk hidup dengan standard hidup yang sama tingginya yang mereka siapkan untuk orang lain. Ada sebuah tanggung jawab yang besar. Semoga mereka menemukan kekuatan untuk membuat penggunaan yang baik dan bijaksana dari kebebasan mereka. Mereka juga bertanggungjawab untuk pendidikan mereka, termasuk pendidikan keadilan dan damai.
Mendidik dalam kebenaran dan kebebasan
3. St. Agustinus bertanya suatu waktu: "Quid enim fortius desiderat anima quam veritatem - Apakah yang lebih mendalam diinginkan manusia selain dari kebenaran? Wajah manusiawi dari sebuah masyarakat sangat tergantung pada sumbangan pendidikan untuk tetap membuat pertanyaan yang tidak dapat ditahan ini hidup. Tentu pendidikan peduli dengan pembentukan menyeluruh manusia, termasuk dimensi moral dan spiritual, yang berfokus pada tujuan manusia dan kebaikan dari masyarakat yang padanya ia berada. Karena itu, supaya dapat mendidik dalam kebenaran, adalah perlu pertama dan terutama untuk mengetahui siapakah manusia itu, mengetahui kodrat manusia. Dengan mengkontemplasikan dunia sekitarnya, pemazmur merefleksikan, "Ketika saya melihat langit, karya buah tanganmu, bulan dan bintang yang Kau atur, apakah manusia sehingga kau perhatikan, manusia yang dapat mati sehingga kau memperhatikannya?" (Mzm8:4-5). Ini adalah pertanyaan fundamental yang harus dipertanyakan. Siapakah manusia? Manusia adalah suatu mahluk yang menanggung di hatinya suatu kehausan akan sesuatu yang tidak terbatas, suatu kerinduan akan kebenaran - suatu kebenaran yang tidak sebagian tetapi mampu untuk menjelaskan makna kehidupan. Karena dia diciptakan dalam gambaran dan keserupaan dengan Allah. Pengakuan syukur bahwa hidup adalah hadiah yang tidak ternilai, kemudian membawa kepada penemuan akan martabat yang mendalam dari diri seseorang dan ketidakmampuan pelecehan terhadap setiap pribadi. Karena itu langkah pertama dalam pendidikan adalah belajar untuk mengenal gambaran pencipta di dalam diri manusia, dan selanjutnya belajar untuk memiliki hormat yang mendalam terhadap semua mahluk manusia dan menolong mereka untuk menghidupi suatu kehidupan yang sesuai dengan martabat yang agung ini. Kita seharusnya tidak pernah lupa bahwa "perkembangan manusia yang otentik menyangkut keseluruhan dari orang itudalam setiap dimensi". Termasuk di dalamnya dimensi transenden, dan bahwa orang tidak dapat dikurbankan demi mencapai sebuah kebaikan khusus, apakah ini berupa ekonomi atau sosial, individu atau kolektif. 
Hanya dalam hubungan dengan Allah manusa sungguh sampai pada pengertian juga tentang makna dari kebebasan manusiawi. Ini adalah tugas dari pendidikan untuk membentuk orang dalam kebebasan otentik. Ini bukan berarti ketidakhadiran pembatasan atau keagungan kehendak bebas, ini bukan keabsolutan diri.
Ketika manusia percaya dirinya absolute, untuk tidak tergantung pada suatu apa pun dan seorang pun, untuk mampu melakukan apa saja yang dia mau, dia berakhir pada perlawanan terhadap kebenaran dari keberadaan dirinya sendiri dan menyerahkan kebebasannya. Sebaliknya, manusia adalah mahluk yang berelasi, yang hidup di dalam hugungan dengan orang lain dan khususnya dengan Allah. Kebebasan yang otentik tidak akan pernah dapat dicapai secara bebas dari Allah. 
Kebebasan adalah sebuah nilai yang berharga, tetapi rapuh; hal ini dapat disalahmengerti dan disalahgunakan. "Saat ini, halangan yang tersembunyi yang khusus pada tugas pendidikan adalah kehadiran yang kuat di dalam masyarakat dan budaya akan relativisme yang, mengakui tidak suatu pun definitif, meninggalkan kriteria yang paling akhir hanya pada diri dengan segala keinginannya. Dengan cara pandang relativistik seperti itu, maka pendidikan yang sungguh tidak mungkin tanpa cahaya kebenaran; cepat atau lambat, setiap orang nyatanya akan terjerumus pada keraguan akan kebaikan dari hidupnya sendiri dan hubungan-hubungan yang darinya kebaikan itu terkandung, keabsahan dari komitmennya untuk membangun bersama dengan orang lain sesuatu yang sama secara umum"
Untuk melaksanakan kebebasannya, maka manusia bergerak melampaui cara pandang relativistik dan sampai pada pengetahuan akan kebenaran tentang dirinya sendiri dan kebenaran tentang yang baik dan yang jahat. Jauh di dalam hatinuraninya, manusia menemukan sebuah hukum yang tidak ditempatkan diatas dirinya tetapi yang dia harus patuhi. Suara hukum itu memanggilnya untuk mencintai dan melakukan apa yang baik, dan mencegah apa yang jahat dan bertanggungjawab atas hal yang baik yang dia lakukan dan yang jahat yang dia perbuat. Jadi pelaksanaan kebebasan dihubungkan erat dengan hukum moral kodrati, yang adalah bersifat universal, yang mengungkapkan martabat setiap orang dan membentuk dasar dari hak manusiawi yang hakiki dan kewajiban. Sebagai akibatnya, dalam analisa akhir, hal ini membentuk dasar untuk keberadaan bersama yang adil dan damai. 
Maka penggunaan yang tepat akan kebebasan adalah pusat dari promosi keadilan dan damai, yang membutuhkan rasa hormat terhadap diri sendiri dan orang lain, termasuk mereka yang cara hidupnya berbeda sekali dengan seorang yang lain. Sikap ini menimbulkan unsur-unsur yang tanpa keadilan dan damai tinggal hanya isapan jempol tanpa isi: saling percaya, kemampuan untuk berpegang pada dialog yang membangun, kemungkinan akan pengampunan, yang setiap orang terus ingin menerima tetapi menemukan kesulitan untuk menganugerahkannya, saling berbelaskasih, rasa kasihan terhadap yang lemah, juga kesediaan untuk membuat pengorbanan-pengorbanan.
Mendidik dalam keadilan
4. Dalam dunia kita ini, meskipun di dalamnya pengakuan akan tekad-tekad yang baik, nilai dari orang, dari martabat manusiawi dan hak-hak manusiawi sungguh terancam oleh menyebarnya kecenderungan untuk kembali secara tertutup pada kriteria kegunaan, untung, kepemilikan materi, adalah perlu untuk tidak melepaskan konsep keadilan dari akar-akar transendennya. Sungguh, keadilan bukan hanya semata sebuah kesepakatan manusiawi, karena apa yang adil, pada akhirnya bukan ditentukan oleh hukum positif, tetapi oleh identitas yang mendalam dari manusia. Inilah pandangan menyeluruh dari manusia yang menyelamatkan kita dari kejatuhan pada sebuah konsep keadilan yang berdasarkan pada perjanjian. Ini memampukan kita untuk menempatkan keadilan dalam cara pandang dari solidaritas dan cinta. Kita tidak dapat mengabaikan fakta bahwa beberapa arus dari budaya modern, yang dibangun atas rationalis dan prinsip-prinsip ekonomi yang individualis, telah memotong konsep keadilan dari akar transendensinya, melepaskannya dari belaskasih dan solidaritas. 
'Kota dunia' dipromosikan bukan hanya dengan hubungan-hubungan akan hak-hak dan kewajiban-kewajiban, tetapi pada suatu hal yang bahkan lebih besar dan mendasar yang dikembangkan dengan hubungan-hubungan akan rasa syukur,belas kasih dan kesatuan. Kemurahan hati selalu menampakkan cinta Allah dalam hubungan manusiawi juga. Ini memberi nilai teologis dan penyelamatan kepada semua ketekadan akan keadilan di dunia". "Terpujilah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan" (Mat 5:6). Mereka akan puas karena mereka lapar dan haus akan hubungan-hubungan yang benar dengan Allah, dengan diri mereka sendiri, dengan saudara dan saudari mereka, dan dengan semua ciptaan. 
Mendidik dalam damai
5. "Damai bukanlah semata ketidakhadiran perang, dan tidak terbatas pada pemeliharaan sebuah keseimbangan kekuatan di antara musuh-musuh. Damai tidak dapat dicapai di bumi tanpa penjagaan yang aman dari hal-hal yang baik dari manusia, komunikasi yang bebas di antara manusia, hormat terhadap martabat orang-orang dan bangsa-bangsa, dan praktek yang tekun akan persaudaraan."
Kita, kristiani, percaya bahwa Kristus adalah damai kita yang sesungguhnya: di dalamnya, lewat salib-Nya, Allah telah mendamaikan dunia dengan diri-Nya sendiri dan telah menghancurkan tembok pemisah yang menceraikan kita satu sama lain (konfr. Ef 2:14-18). Dalam dia, ada, hanya satu keluarga yang telah didamaikan dalam cinta. 
Namun damai bukanlah semata sebuah pemberian untuk diterima. Ini juga suatu tugas yang perlu dijalankan. Agar kita menjadi pembuat-pembuat perdamaian, kita harus mendidik diri kita sendiri dalam rasa belas kasih, solidaritas, kerjasama, persaudaraan, aktif dalam komunitas dan peduli untuk meningkatkan kesadaran akan isu-isu nasional dan internasional dan pentingnya mencari mekanisme yang memadai untuk pembagian kembali kemakmuran, promosi dari pertumbuhan, kerjasama untuk pengembangan dan pemecahan konflik. "Terpujilah orang-orangyang membuat damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah", seperti Yesus katakan dalam kotbah di bukit (Mat 5: 9). 
Damai bagi semua adalah buah dari keadilan bagi semua, dan tidak seorang pundapat melalaikan tugas mendasar ini untuk mempromosikan keadilan, seturut bidang kemampuan dan tanggungjawab khusus seseorang. Kepada kawula muda, yang memiliki kelekatan yang kuat dengan idealisme, saya menyebarkan undangan khusus untuk menjadi sabar dan gigih dalam mencari keadilan dan damai, dalam mengolah rasa dari apa yang adil dan benar, bahkan ketika itu melibatkan pengorbanan dan berenang melawan arus. 
Mengarahkan mata orang pada Allah. 
Sebelum tantangan yang sulit dari menjalani langkah-langkah keadilan dan damai, kita mungkin tergoda untuk bertanya, dalam kata-kata pemazmur: "Saya mengarahkan pandanganku kegunung: dari mana akan datang pertolonganku?" (Mzm 121:1). 
Kepada semua, khususnya kawula muda, saya ingin mengatakan secara emphaty: "bukanlah ideologi-ideologi yang menyelamatkan dunia, tetapi hanya sebuah pertobatan kepada Allah yang hidup, pencipta kita, penjamin dari kebebasan kita, penjamin dari apa yang sungguh baik dan benar.. Sebuah pertobatan tanpa syarat kepada Allah yang adalah ukuran akan hal yang baik dan yang sekaligus adalah cinta yang sejati. Dan apa yang dapat memisahkan kita dari cinta?" Cinta bersukacita dalam kebenaran, ia adalah kekuatan yang memungkinkan kita untuk sebuah komitmen kepada kebenaran, keadilan, damai, karena cinta itu mengemban semua hal, percaya semua hal, berharap pada semu hal, menanggung semua hal (Konfr. I Kor 13:1-13).
Kawula muda terkasih, kamu adalah hadiah berharga untuk masyarakat. Jangan menyerah pada keputusasaan berhadapan dengan kesulitan dan jangan mengabaikan dirimu sendiri pada pemecahan-pemecahan yang salah yang sering kelihatan menjadi cara yang paling gampang untuk mengatasi masalah-masalah. Jangan takut membuat komitmen, untuk menghadapi kerja keras dan pengorbanan, untuk memilih langkah-langkah yang membutuhkan kesetiaan dan kesinambungan, kerendahan hati dan dedikasi. Yakinlah dengan kemudaanmu dan keinginannya yang mendalam untuk kebahagiaan, kebenaran, keindahan dan cinta yang asali! Hidupilah secara penuh waktu ini dalam hidupmu yang begitu kaya dan penuh dengan antusiasme. Sadarilah bahwa kamu sendiri adalah sebuah teladan dan inspirasi bagi orang-orang dewasa, bahkan lebih lagi sampai pada tahap bahwa engkau mencari jalan mengatasi ketidakadilan dan korupsi dan berusaha membangun sebuah masa depan yang lebih baik. Sadarlah akan potensimu; jangan pernah menjadi berpusat pada diri tetapi bekerja untuk masa depan yang lebih cerah untuk semua orang. Kamu tidak pernah sendiri. Gereja meyakinimu, mengikutimu, menyemangatimu dan ingin menawarkan padamu suatu hadiah berharga yang dia miliki: kesempatan untuk mengarahkan matamu kepada Allah, untuk bertemu dengan Yesus Kristus, yang dirinya sendiri adalah keadilan dan damai. Pada semua pria dan wanita seluruh dunia, yang peduli akan penyebab damai: damai bukanlah sebuah rahmat yang telah diperoleh, tetapi sebuah tujuan yang padanya setiap dan semua kita harus bercita-cita. Marilah melihat dengan harapan yang lebih besar ke masa depan; marilah kita saling menyemangati satu sama lain dalam perjalanan kita; marilah kita bekerjasama untuk memberi wajah yang lebih manusiawi dan bersaudara kepada dunia kita; dan marilah merasakan suatu tanggungjawab bersama terhadap generasi-generasi yang sekarang dan yang akan datang, khususnya dalam tugas untuk melatih mereka menjadi orang pembawa damai dan pembangun damai. Dengan pemikiran-pemikiran ini saya menawarkan refleksi-refleksi saya dan saya menyerukan kepada setiap orang: marilah menyatukan sumber-sumber spiritual, moral dan material untuk tujuan yang besar "mendidik kawula muda dengan keadilan dan damai".

Dari Vatikan, 8 Desember 2011.
Diterjemahkan oleh Team JPIC KapusinMedan, dari
MESSAGE OF HIS HOLINESS
POPE BENEDICT XVI
FOR THECELEBRATION OF THE
WORLD DAY OFPEACE 1 JANUARY 2012
© Copyright2011 - Libreria Editrice Vaticana.