Mengasihi Sesama

Mengasihi Sesama
Ibu Theresa dari Calcuta

Sabtu, 04 September 2021

Bagaimana Paroki Saya Berjuang Melawan Suatu Penjajahan

 

Bagaimana Paroki Saya Berjuang Melawan Suatu Penjajahan

Oleh Romo Edward C. Petty

Artikel asli:
https://www.ewtn.com/…/how-my-parish-fought-off-an-invasion…

Terjemahan yang mengalami revisi kecil ini didasarkan dari:
http://www.ekaristi.org/forum/viewtopic.php?t=635 (forum tertutup, hanya anggota bisa meng-akses)


Di bulan Juni 1992, saya ditugaskan untuk menggembalakan salah satu dari paroki terbesar di keuskupan bagian Barat-Tengah (Midwest) Amerika. Sebuah Paroki kota kecil dan terpencil. Hampir semua penduduk di lingkungan tersebut punya darah Jerman dan Irlandia. 90% penduduk di daerah tersebut beragama Katolik, dan paroki itu punya anggota tercatat sekitar 5000 orang.

Jemaat Kristen lain di kota itu adalah sebuah gereja Lutheran kecil dan sebuah Balai Kerajaan kaum Saksi Yehuwa yang lebih kecil lagi. Hubungan [paroki] dengan Lutheran baik-baik saja, dan kedua jemaat bekerja bersama dalam karya-karya sosial.

Pastor pendamping [di paroki saya] juga orang baru. [Dia] datang pada saat yang bersamaan dan kami mendapatkan kecocokan dalam masalah-masalah mendasar di bidang teologi dan pengaturan administrasi, kemudian kami menetapkan target tahun pertama bersama-sama. Salah satunya adalah meningkatkan jumlah umat yang mengikuti Misa Minggu. [Caranya] adalah dengan memberikan liturgi yang durasinya cukup dan, meskipun tidak selalu bisa indah, memberikan homili-homili yang paling tidak selalu dipersiapkan dengan baik. Dalam beberapa bulan, kami berhasil mencapai target kami yaitu 75 persen umat datang ke Misa tiap Minggu.

Di akhir bulan Januari 1993, ketika semua hal berjalan dengan baik dan kami sedang bersantai setelah serangkaian minggu Advent dan Natal yang berlangsung sukses, kami menerima sebuah tantangan yang tidak pernah kami perkirakan sebelumnya. Sebuah grup kecil dari golongan Fundamentalis menyewa sebuah gedung bioskop yang sudah tidak dipakai lagi dan membuka gereja mereka sendiri. [Fundamentalis adalah kelompok Kristen Protestan yang lahir sebagai perlawanan terhadap gerakan liberalisme di Protestan sendiri. Kekhasan mereka adalah pandangan yang literal terhadap ayat-ayat Alkitab]. Mereka didanai dengan baik oleh markas nasional denominasi mereka dan didanai juga oleh sebuah gereja besar di kota lain 30 mil (48.28 Km) dari sini. Mereka mengundang penginjil-penginjil dan siswa-siswa untuk membantu mereka dalam pendirian gereja dan untuk mengetuk pintu-pintu. Ada beberapa umat Katolik murtad di kelompok mereka, dan para Katolik murtad ini lebih dari sekedar agresif dalam memasuki lingkungan kami.

Setiap keluarga dari jemaat paroki Lutheran juga menerima sebuah surat undangan untuk meninggalkan konggregasi Lutheran mereka dan bergabung dengan gereja yang "Percaya Pada Alkitab" dan "Tumbuh Dengan Cepat".

Namun [sebenarnya] umat Katolik di paroki kami-lah yang sesungguhnya mereka kejar. Mereka dengan gamblang menyatakan bahwa kota kami ditargetkan karena [kota kami] mayoritas adalah umat Katolik, dan kelompok mereka telah sukses [merebut umat Katolik] di daerah-daerah [mayoritas] Katolik lainnya. Kami "sudah cukup masak untuk dipetik."

Dan perkataan mereka memang ada benarnya. Meskipun tingkat kehadiran umat dalam mengikuti misa cukup baik, tapi katekisasi umat kami kurang memadai selama 30 tahun terakhir ini. Banyak dari jemaat kami menjadi Katolik karena orang tua dan keluarga mereka. Mereka adalah jenis "umat Katolik karena budaya." Mereka Katolik yang baik tetapi tidak tahu mengapa mereka mempercayai apa yang mereka percaya sebagai Katolik, ataupun mengapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan sebagai Katolik. Daerah ini memang kental ke-Katolik-annya sejak abad kesembilanbelas. Sedikit sekali dari para umat paroki, bahkan yang sepuh-sepuh, yang pernah mempertahankan iman mereka pada level intelektual. Lalu datanglah para Fundamentalist itu.

Kami memutuskan bahwa ada tiga pilihan untuk menghadapi situasi ini.

[Pertama] kami bisa tidak melakukan apapun, mengabaikan grup kecil ini, atau [kedua] kami bisa mencoba untuk bersikap "baik" dan mencoba bersikap ekumenis (sikap bahwa kita sama-sama Kristen dan harus bersatu). Dari kedua pilihan ini kami bisa bayangkan bahwa grup Fundamentalist ini akan membawa banyak orang, yang menjadi Katolik karena budaya ini, keluar dari iman mereka.

Pilihan yang ketiga adalah menjadi pemimpin dan gembala yang sesungguhnya dari paroki kami dan kemudian menghadapi 'tantangan' ini.

Kami memilih pilihan ketiga dan memutuskan untuk bertindak dengan cepat, sebelum denominasi baru ini bisa mendapatkan pijakan dalam komunitas.

Membentuk lebih banyak kelompok pendalaman Kitab Suci dan lebih banyak kelompok Katekisasi dewasa adalah beberapa pilihan untuk menjawab pertanyaan "bagaimana caranya", tapi cara yang utama untuk menjangkau mayoritas jemaat adalah tetap melalui Altar/mimbar. Kami memutuskan untuk menggunakan jalan ini sebagai jalan utama.

Sementara instruksi liturgis Gereja mengatakan bahwa pada hari Minggu dan hari Kudus lainnya, homili harus diberikan dari bacaan dari Kitab Suci, [namun] untuk alasan pastoral yang kuat (dan alasan kami pun adalah alasan yang pastoral) kami memberikan khotbah yang tidak secara langsung berhubungan dengan bacaan Kitab Suci. Khotbah yang bersifat serial (bersambung) kelihatannya adalah cara yang paling efektif.

Kami juga - dan ini adalah yang paling penting - memberitahu kepala pastor dalam keuskupan, yaitu Uskup Agung kami, tentang keberadaan para Fundamentalis ini dalam komunitas kami dan respon kami terhadap mereka. Beliau mendukung kami sepenuhnya.

[Dengan] menggunakan dua sumber utama, buku karangan Karl Keating, "Katolik dan Fundamentalis" dan koleksi brosur-brosur dari website Catholic Answer, kami membuat khotbah berseri (bersambung).

Sumber lain termasuk:

- Buku Romo John A. O'Brien, "Iman Berjuta-juta Orang."

- Buku Suster Leslie Rumble dan Charles M. Carty, "Jawaban-Jawaban Dari Radio."

- Buku Uskup John F. Noll, "Romo Smith Memberi Instruksi Jackson."

- Buku Romo William Jurgen, "Iman Para Bapa Awal."

- Buku Romo William G. Most, "Apologetika Katolik Saat Ini."

Pada hari minggu sebelum hari Rabu Abu kami mulai dengan sebuah khotbah berjudul "Majalah Tri-Wulan Kennedy". Issue soal majalah Triwulan Kennedy ini muncul ketika kampanye presiden tahun 1960. Menggunakan cat kuku warna merah, kaum anti-Katolik yang menentang Kennedy [yang beragama Katolik] memakaikan topi pada gambar George Washington, dimana George kelihatan seperti Paus Yohanes XXIII. Itu sebenarnya dimaksudkan agar menjadi peringatan pada pembaca majalah tersebut bahwa sebuah suara untuk Kennedy berarti bahwa Paus-lah yang akan mengendalikan negara.

Khotbah pertama ini adalah kuncinya. Khotbah ini mempersiapkan khotbah-khotbah selanjutnya. Dimulai dengan cerita tentang tempat majalah Triwulan Kennedy, sebuah kisah singkat tentang gerakan anti-Katolik di Amerika Serikat, dan kemudian dilanjutkan dengan kenyataan bahwa daerah paroki kami ini didirikan oleh nenek moyang umat paroki kami untuk menghindar dari kebencian kaum anti-Katolik.

Kemudian, terima kasih akan [hadirnya] seorang presiden Katolik [John Kennedy], Vatikan II, dan adanya gerakan Ekumenis, gerakan anti-Katolik menjadi banyak sekali berkurang di negara kami, setidaknya untuk sesaat. Yang juga hampir hilang di masa-masa itu adalah sebagian besar isi apologetik dari Katekismus Katolik - yaitu, mengapa kita percaya apa yang kita percaya dan bagaimana mempertahankannya.

Khotbah berlanjut dengan menjelaskan fenomena keagamaan baru: munculnya Fundamentalisme di Amerika, gerakan anti Katolik yang mengiringinya, dan bagaimana para Katolik direbut oleh kaum Fundamentalis karena mereka tidak tahu bagaimana cara mempertahankan iman mereka ketika iman itu dipertanyakan.

Kami menggunakan contoh dari kata-kata pembuka dari kaum Fundamentalis:

- "Kami meletakkan iman kami dalam Yesus, tidak dalam gereja ataupun sakramen-sakramen."

- "Mengapa pergi kepada romo untuk meminta pengampunan dosa, sedangkan Yesus dapat langsung melakukannya?"

- "Alkitab mengatakan untuk tidak minum darah; maka dari itu [ajaran] Katolik tentang tubuh dan darah Kristus dalam sakramen Ekaristi adalah salah."

- "Tunjukkan pada kami di dalam Alkitab dimana dikatakan untuk menghormati Bunda Maria begitu besar?"

Kami menantang umat kami: "Bisakah anda menjawab kata-kata pembuka standard tadi?"

Kami memberikan pada mereka jawaban yang singkat tapi tidak lengkap.

Akhir dari khotbah selama 15 menit adalah acuan tersirat akan adanya tantangan baru dalam komunitas kami: "Kita di paroki ini, mempunyai sebuah kesempatan yang begitu indah tahun ini untuk melihat kembali apa yang kita percayai sebagai seorang Katolik dan mengapa kita percaya pada hal-hal tersebut."

Seketika itu para umat paroki menyadari dengan jelas situasi mana yang sedang kami bicarakan.

Sebagai penutup kami mengumumkan seri khotbah sampai akhir masa Puasa beserta fakta bahwa Uskup Agung telah menyetujui seri khotbah ini (membuat hal ini kelihatan resmi). Kami juga mengumumkan judul topik untuk minggu berikutnya.

Selama satu minggu berikutnya warung-warung kopi dipenuhi dengan pembicaraan tentang seri khotbah tersebut. Penduduk merasa tertarik. Ada aroma kompetisi di udara. Seperti perasaan "team-kami-melawan-team-lawan," yang berusaha kami kurangi, tapi cukup untuk menarik perhatian dari beberapa orang Katolik yang bersikap tenang-tenang saja.

Minggu berikutnya kami memulai sebuah seri khotbah dua-minggu tentang bagaimana melihat Alkitab dengan cara pandang yang benar. Khotbah ini menjelaskan sekitar sejarah darimana kita mendapatkan Alkitab (terutama Kitab Perjanjian Baru), bagaimana Gereja Kristus dibentuk sebelum Kitab Perjanjian Baru dibentuk, bagaimana Gereja memberikan pada kita semua Alkitab dalam bentuk yang seperti sekarang, dan bagaimana Alkitab itu diperuntukan untuk digunakan dengan, dalam dan melalui Gereja.

Setelah minggu pertama, ada sebuah kejadian yang tidak terduga. Umat-umat Paroki mulai menelepon dan datang ke pastoran, meminta salinan khotbah.

Tidak diketahui para Romo, banyak umat di paroki yang punya putra-putri dan cucu-cucu yang pindah keluar kota dan kemudian tersesat ke grup Fundamentalis. Keluarga-keluarga ini meminta salinan khotbah untuk dikirimkan kepada mereka.

Begitupula, siswa-siswa sekolah Teologi [kaum Fundamentalist tersebut] mulai mengetuk pintu-pintu rumah mereka, dan umat-umat paroki kami meminta lebih banyak lagi 'amunisi'. Sebab ketika mereka tidak bisa berargumentasi dengan baik, mereka dapat memberikan kepada siswa-siswa tersebut salinan khotbah dan berkata, "Bacalah ini."

Berkat sekretariat paroki dan keahlian komputer mereka, kami dengan cepat dapat mencetak 500 salinan khotbah pertama dan kedua dalam bentuk selebaran dan menyediakannya dalam rak tempat pamflet di belakang gereja. Kami mengumumkan bahwa salinan khotbah hari minggu akan tersedia pada hari Rabu di rak tempat tempat pamflet karena "ada banyak permintaan untuk salinan khotbah." Ini memberikan dorongan bagi para umat agar lebih tertarik.

Pendeta Lutheran [tetangga kami], meskipun teologi yang dianutnya tidak sama dengan kami, secara diam-diam memberikan semangat dari luar garis. Dia tidak bisa kehilangan lebih banyak keluarga lagi dari jemaatnya yang kecil tersebut.

Setelah menyelesaikan dua seri tentang hubungan antara Alkitab dan Gereja, pada minggu ke-empat kita mulai dengan argumen Fundamentalis yang secara spesifik menjelekkan Katolik:

- Soal menerima Yesus sebagai Tuhan dan penyelamat pribadi.

- Soal "diselamatkan."

- Soal tidak memanggil siapapun "Bapa" [arti kata "Romo" adalah "Bapa." Jadi menurut Fundamentalis imam Gereja Katolik tidak boleh disebut "Romo"].

- Soal klerus dan Paus yang jahat/buruk.

- Soal "Infalibilitas" alias "ke-tidak dapat salah-an."

- Soal "pilar dan pondasi kebenaran" bagi pengikut Kristus.

Pada minggu itu kita juga kedatangan beberapa pengunjung. Beberapa siswa teologi [dari sekolah kaum Fundamentalist] datang ke Misa untuk turut mendengar apa yang kami khotbah-kan.

Pada minggu kelima kami memulai devosi Empat Puluh Jam (kisah sengsara Kristus) yang dilakukan setiap tahun, yang diperpanjang sampai Senin dan Selasa. Devosi ini sejak lama telah dilakukan oleh umat selama masa Puasa, tapi dalam tahun-tahun belakangan ini telah mengalami penurunan peminat.

Mengingat kebenaran dari "lex orandi, lex credendi" ("aturan berdoa [adalah] aturan kepercayaan"), kami memutuskan untuk melakukannya "dengan besar-besaran" dan membuat Empat Puluh Jam ini spektakular. Kami membuatnya menjadi suatu pernyataan eksternal dari iman kami akan Kehadiran Nyata [Kristus dalam Ekaristi]. Kami mengeluarkan semua "barang lama" dari sakristi dan membangun sebuah singgasana untuk monstran. Kami menyiapkan 40 lilin ditambah dengan bucket-bucket bunga diatas Altar yang tinggi, melatih sepasukan misdinar, mengundang sejumlah romo-romo yang pengetahuan imannya bagus untuk hadir, menyediakan kertas kehadiran untuk ditanda-tangani selama setengah-jam adorasi, melatih koor gereja untuk setiap misa sore, membuat lembaran-lembaran lagu hymne Ekaristi, dan membuka dengan Misa yang khidmad pada hari Minggunya.

Misa akhir minggu adalah sebuah pemanasan mengenai pentingnya Ekaristi dalam kehidupan kita dan juga sebuah ajakan untuk mengikuti upacara Empat Puluh Jam, terutama pelayanan sore.

Tidak hanya kami mendapatkan banyak umat untuk adorasi yang hikmat selama tiga hari, tapi Gereja kami, yang bisa menampung 1,400 orang, penuh sesak pada hari Minggu, Senin, dan Selasa sore untuk pelayanan-pelayanan special.

Pelayanan-pelayanan ini terdiri dari beberapa doa, khotbah yang lebih panjang, dan doa yang khidmat, ditambah dengan prosesi malam terakhir. Ketiga khotbah yang lebih panjang ini ditujukan untuk Kehadiran Nyata [Kristus dalam ekaristi] dan menjawab keberatan kaum Fundamentalis terhadapnya.

Khotbah Minggu malam dimulai dengan penjelasan singkat tentang transubstansiasi (pengubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus), kemudian persiapan yang dilakukan Kristus bagi murid-murid-Nya untuk upacara Ekaristi (keajaiban seperti yang ditulis dalam Yohanes 2-5), dan terakhir janji Kristus terhadap Ekaristi seperti ditulis di Yohanes 6.

Khotbah Senin malam adalah tentang kepenuhan janji Kristus, yang kami konsentrasikan pada 1 Korintus 10-11.

Khotbah Selasa malam adalah tentang penakuan akan Ekaristi oleh Gereja Perdana. Kami menggunakan pengakuan dari Irenaeus, Yustinus Martyr, dan Ignasius dari Antiokia untuk menunjukkan kalau doktrin ekaristi yang sekarang kita [umat Katolik] percayai adalah sebagaimana yang mereka percayai.

Pada saat Prosesi Agung dilakukan arak-arakan keliling gereja pada malam terakhir yang diikuti anggota perkumpulan Satria-satria Kolombus, putra-putra altar, para imam, lilin-lilin. Dan umat yang berlutut berseru "Yesus, Rajaku, Tuhanku, Kau Segalanya Bagiku." Pada saat itulah kami tahu bahwa iman akan Ekaristi telah dikuatkan di paroki ini.

Minggu keenam [sejak kami mulai upaya kami] adalah Minggu kelima masa Adven. Khotbah diteruskan dengan jawaban-jawaban atas argumen-argumen spesifik para Fundamentalis atas kepercayaan Katolik [seperti]: soal ukir-ukiran dan patung-patung, soal penghormatan kepada Maria dan para kudus, soal identitas dari "saudara-saudara Tuhan [Yesus]" [Protestan modern merasa bahwa Yesus punya saudara kandung].

Minggu berikutnya adalah Minggu Palem, dan kami memberi liburan kepada umat paroki dengan tidak memberi homili. Kami biarkan dimulainya Minggu Suci berbicara sendiri.

Pada hari Minggu Paskah kami menceritakan tentang apa yang dialami oleh para rasul setelah Minggu pertama Paskah [yang mereka lalui], sebagai bukti yang agung akan kebenaran Kebangkitan Tuhan.

Pada hari Minggu setelah Paskah, dengan bacaan dari Yohanes 20, khotbah apologetik yang terakhir dari seri ini, yaitu tentang sakramen Pengampunan Dosa, diberikan.

Kami berjanji kepada umat paroki bahwa di waktu-waktu kemudian, bila bacaan hari Minggu menyentuh doktrin Katolik yang ditentang oleh kaum Fundamentalis, kami akan berkhotbah soal doktrin tersebut dan menjelaskan mengapa kita percaya apa yang kita percayai. Sejak saat itu, setiap kali suatu bacaan sedang menyentuh suatu ajaran, kami memenuhi janji dan telah menjelaskan ajaran Keutamaan Paus, Api Penyucian dan dogma-dogma Perawan Maria.

Apa hasil dari khotbah berseri (bersambung) kami?

Terlepas dari banyaknya uang mereka, banyaknya jumlah personil mereka, dan ajakan aggresif mereka, kami tidak kehilangan satu jemaat pun kepada kaum Fundamentalis. (Kaum Lutheran tidak sesukses kami).

Dalam beberapa minggu yang dipenuhi khotbah bertema apologetik, kami bisa meneguhkan kembali kepada umat paroki bahwa menjadi seorang Katolik adalah beralasan, titik.

Ini adalah sebuah kota yang kecil. Dan ada 25 persen dari umat kami yang tidak secara rutin hadir setiap minggu bisa mendengar pesan tersebut. [Namun] tidak ada satu pun yang membelot [kepada kaum Fundamentalis].

Lebih dari 700 salinan dari tiap khotbah diambil. Banyak yang dikirim kepada "anak-anak yang boros [Lukas15:11-32]," yang hidup jauh dari rumah, dan sementara ini cukup banyak yang kembali kepada imannya ketika keluarga [di kampung halaman mengirimkan] bukti yang konkrit bahwa gereja kita adalah Gereja yang betul-betul "Percaya Kepada Alkitab".

Seperti yang telah dikatakan diatas, sumber utama kami untuk seri khotbah adalah buku Katolik dan Fundamentalisme dan selebaran-selebaran yang dicetak dari website Catholic Answers. Kami tidak akan mampu mencapai apa yang telah kita capai, dan secepat sekarang ini, tanpa sumber-sumber ini. Saya harus meminta maaf kepada tuan Keating dan para penulis selebaran karena telah mengambil kata-kata dalam selebaran-selebaran tersebut dalam seri khotbah kami. (Saya telah diyakinkan bahwa memang untuk kegunaan seperti itulah mereka mengerjakan semua itu dan bahwa saya telah dimaafkan!) Sumber-sumber tersebut telah menyediakan bagi kami penjelasan-penjelasan yang paling masuk akal dan mudah dimengerti tentang doktrin Katolik. Saya betul-betul bersyukur bahwa mereka telah menyediakan ini bagi kami.

Selama masa pra-Paskah 1994, kami memutuskan untuk mengadakan seri khotbah yang lain. Kali ini mengenai keindahan dan manfaat pengampunan dari Tuhan dalam sakramen Pengampunan Dosa. Ketika tiba hari Minggu Paskah, mayoritas paroki yang dewasa telah mengakukan dosa mereka. Bagi banyak orang, ini adalah pengakuan pertama sejak sepuluh tahun terakhir dan bagi yang lain malah lebih dari itu [sudah lebih dari sepuluh tahun mereka tidak mengaku dosa]. Betapa besar perubahan yang terjadi pada umat kami setelah itu! Ini terlihat nyata di wajah mereka.

Kami bukan paroki yang sempurna dan tidak akan pernah sempurna. Tapi dengan rahmat Tuhan kami berusaha untuk menjadi orang Katolik yang lebih baik dan menjadi pengikut Yesus Kristus dalam hidup kami sehari-hari. Kalau saja kami tidak memiliki keberanian dan kemampuan untuk menghadapi tantangan dari kaum Fundamentalis di tahun 1993, saya ngeri membayangkan situasi apa yang akan terjadi di paroki ini. [Akan terjadi] perpecahan keluarga, atau orang-orang saling berdebat, dan siapa bisa tahu berapa banyak umat Katolik yang hilang imannya.

Kaum Fundamentalis yang "Percaya Pada Alkitab" dan "Tumbuh Dengan Cepat" tersebut masih ada di komunitas kami. Ketika kontrak mereka di bekas gedung bioskop itu selama setahun sudah habis, kantor pusat nasional denominasi tersebut memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak. Mereka sekarang berada di sebuah bangunan besi yang kecil di sudut kota, dan terakhir kali kami menghitung, ada delapan mobil yang diparkir pada hari Minggu pagi. Sementara paroki kami tetap mengalami problem parkir sejak 4,000 orang menghadiri Misa akhir minggu, tapi ini adalah problem yang indah.

Gedung bioskop tersebut telah dibuka lagi dan kembali berfungsi sebagai gedung bioskop yang sekarang memutar film-film keluarga. Ketika saya lewat pada hari Natal dan melihat poster film tentang pembuatan ulang "Miracle on 34th Street" dan bukannya nama denominasi yang ada disitu tahun sebelumnya, saya bisa tersenyum dan berkata, "Terima kasih, Tuhan, atas semua keajaibanmu!"

(Romo Edward C. Petty adalah seorang pastor dari Gereja Katolik di Midwest [Amrika bagian barat tengah]. Beliau meminta untuk agar nama paroki, kota lokasi paroki itu dan nama denominasi Fundamentalis di kota itu tidak disebutkan. Ia tidak ingin memprovokasi institusi denominasi fundamentalis itu (atau pun grup yang lainnya), [supaya mereka] tidak mencurahkan lebih banyak dana atau penginjil [Fundamentalis] ke komunitasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar