Mengasihi Sesama

Mengasihi Sesama
Ibu Theresa dari Calcuta

Senin, 15 Oktober 2012

Katekismus Gereja Katolik Dalam Setahun - 005

Tanpa terasa ini sudah hari ke lima, kita membaca KGK. Jangan lupa jika kita selesaikan bacaan ini secara setia selama setahun, kita mendapatkan Indulgensi sebagian. Pengakuan Dosa yang mendahuluinya akan semakin memastikan dosa-dosa kita mendapat pengampunan. Karena itu , mari kita lanjutkan dengan tekun.
Salam

Saulus

Versi Bahasa Indonesia
III. Pengetahuan tentang Allah menurut Ajaran Gereja
"Walaupun akal budi manusia, untuk berbicara secara sederhana saja, melalui kekuatan kodrati dan sinarnya benar-benar dapat sampai kepada pengertian yang benar dan pasti mengenai satu Allah yang berkepribadian, yang melindungi dan membimbing dunia ini dengan penyelenggaraannya, namun terdapat pula halangan yang tidak sedikit bahwa akal budi itu akan mempergunakan secara berdaya guna dan berhasil, kemampuan yang merupakan bakat pembawaan sejak lahir. Karena kebenaran yang menyangkut Allah serta hubungan antara Allah dan manusia sungguh melampaui tata dunia yang kelihatan; kalau diterapkan pada cara hidup manusia untuk membentuknya, maka kebenaran-kebenaran itu akan menuntut pengurbanan diri dan penyangkalan diri. Akan tetapi, akal budi manusia mengalami kesulitan dalam usahanya untuk mencari kebenaran-kebenaran yang demikian itu, bukan hanya karena dorongan panca indera dan khayalan, melainkan juga karena nafsu yang salah, yang merupakan akibat dari dosa asal. Maka, terjadilah bahwa manusia dalam hal-hal yang demikian itu, mudah meyakinkan diri sendiri bahwa apa yang mereka tidak inginkan sebagai benar adalah palsu atau paling kurang tidak pasti" (Pius XII Ens. "Humani Generis": DS 3875).  
3.38      Karena itu, perlu bahwa oleh wahyu ilahi, manusia tidak hanya diterangi mengenai apa yang mengatasi daya akal budinya, tetapi juga mengenai apa yang sebenarnya dapat diterobos oleh akal budi dalam masalah-masalah agama dan susila",[2036] sehingga "juga dalam kondisi umat manusia dewasa ini hal-hal itu dapat diketahui oleh semua orang tanpa kesulitan, dengan kepastian yang jitu, tanpa mencampur-adukkannya dengan suatu kekeliruan" (ibid., 3876)[3].

IV. Bagaimana Berbicara tentang Allah
4.39      Gereja berkeyakinan, bahwa akal budi manusia dapat mengenal Allah. Dengan itu, ia memperlihatkan kepercayaan teguh bahwa mungkin sekali ia berbicara tentang Allah kepada semua manusia dan dengan semua manusia.[851] Keyakinan itu mendasari dialog­nya dengan agama-agama lain, dengan filsafat dan dengan ilmu pengetahuan, tetapi juga dengan kaum tak beriman dan dengan kaum ateis.
4 40.  Karena pengetahuan kita tentang Allah itu terbatas, maka pembicaraan kita tentang Allah pun demikian juga. Kita hanya dapat berbicara tentang Allah dari sudut pandang ciptaan dan sesuai dengan cara mengerti dan cara berpikir manusiawi kita yang terbatas.
6. 41.     Segala makhluk menunjukkan keserupaan tertentu dengan Allah, terutama manusia yang diciptakan menurut citra Allah. Karena itu, aneka ragam kesempurnaan makhluk ciptaan (kebenarannya, kebaikannya, keindahannya) mencerminkan kesempurnaan Allah yang tidak terbatas.[213, 299] Maka, berdasarkan kesempurnaan makhluk ciptaan, kita dapat membuat pernyataan tentang Allah "sebab orang dapat mengenal Khalik dengan membanding-bandingkan kebesaran dan keindahan ciptaan-ciptaan-Nya" (Keb 13:5).
7. 42     Allah itu agung melebihi setiap makhluk.[212, 300] Karena itu, kita harus membersihkan pembicara­an kita tentang Dia terus-menerus dari segala keterbatasan, dari segala gambaran, dari segala ketidaksempurnaan, supaya jangan menggantikan Allah "yang tidak terucapkan, yang tidak dimengerti, yang tidak kelihatan, yang tidak dibayangkan" (Liturgi santo Yohanes Kristostomus, Doa Syukur Agung) dengan gambaran-gambaran manusiawi kita tentang Dia. Kata-kata manusiawi kita tidak pernah akan mencapai misteri Allah.[370]     


[1]     Bdk. DS 3026; DV 6.
[2]     Bdk. Kej 1:26.
[3]     Bdk. Konsili Vatikan I: DS 3005; DV 6; Tomas Aqu., s.th. 1, 1, 1.

Versi Bahasa Ingris


Read the Catechism: Day 5

Part1:The Profession of Faith (26 - 1065)
Section1:"I Believe" — "We Believe" (26 - 184)
Chapter1:Man's Capacity for God (27 - 49)
III. THE KNOWLEDGE OF GOD ACCORDING TO THE CHURCH
36     "Our holy mother, the Church, holds and teaches that God, the first principle and last end of all things, can be known with certainty from the created world by the natural light of human reason." Without this capacity, man would not be able to welcome God's revelation. Man has this capacity because he is created "in the image of God".
37     In the historical conditions in which he finds himself, however, man experiences many difficulties in coming to know God by the light of reason alone:
Though human reason is, strictly speaking, truly capable by its own natural power and light of attaining to a true and certain knowledge of the one personal God, who watches over and controls the world by his providence, and of the natural law written in our hearts by the Creator; yet there are many obstacles which prevent reason from the effective and fruitful use of this inborn faculty. For the truths that concern the relations between God and man wholly transcend the visible order of things, and, if they are translated into human action and influence it, they call for self-surrender and abnegation. The human mind, in its turn, is hampered in the attaining of such truths, not only by the impact of the senses and the imagination, but also by disordered appetites which are the consequences of original sin. So it happens that men in such matters easily persuade themselves that what they would not like to be true is false or at least doubtful.
38     This is why man stands in need of being enlightened by God's revelation, not only about those things that exceed his understanding, but also "about those religious and moral truths which of themselves are not beyond the grasp of human reason, so that even in the present condition of the human race, they can be known by all men with ease, with firm certainty and with no admixture of error".
IV. HOW CAN WE SPEAK ABOUT GOD?
39     In defending the ability of human reason to know God, the Church is expressing her confidence in the possibility of speaking about him to all men and with all men, and therefore of dialogue with other religions, with philosophy and science, as well as with unbelievers and atheists.
40     Since our knowledge of God is limited, our language about him is equally so. We can name God only by taking creatures as our starting point, and in accordance with our limited human ways of knowing and thinking.
41     All creatures bear a certain resemblance to God, most especially man, created in the image and likeness of God. The manifold perfections of creatures — their truth, their goodness, their beauty all reflect the infinite perfection of God. Consequently we can name God by taking his creatures" perfections as our starting point, "for from the greatness and beauty of created things comes a corresponding perception of their Creator".
42     God transcends all creatures. We must therefore continually purify our language of everything in it that is limited, image-bound or imperfect, if we are not to confuse our image of God — "the inexpressible, the incomprehensible, the invisible, the ungraspable" — with our human representations. Our human words always fall short of the mystery of God.
43     Admittedly, in speaking about God like this, our language is using human modes of expression; nevertheless it really does attain to God himself, though unable to express him in his infinite simplicity. Likewise, we must recall that "between Creator and creature no similitude can be expressed without implying an even greater dissimilitude"; and that "concerning God, we cannot grasp what he is, but only what he is not, and how other beings stand in relation to him."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar