PROLOG
“Bapa ... Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau,
satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau
utus.” (Yoh 17:3). Allah, Juru Selamat kita “Juruselamat kita, menghendaki
supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran”
(1Tim 2:3-4). Sebab, “di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang
diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Kis 4:12),
selain nama YESUS.
BAGIAN SATU
PENGAKUAN IMAN
Fragmen
sebuah fresko dari Katakomba Santa Priscilla di Roma. Awal abad ketiga.
Gambar
ini, yang termasuk lukisan tertua Maria dalam kesenian Kristen, menampilkan
jantung hati iman Kristen: rahasia penjelmaan Putera Allah menjadi manusia dari
Perawan Maria.
Di
sebelah kiri ditampilkan satu sosok pria yang menunjuk kepada sebuah bintang di
atas perawan bersama anaknya: seorang nabi, kemungkinan Bileam, yang
menubuatkan: "Sebuah bintang terbit dari Yakub, sebuah tongkat kerajaan
timbul dari Israel" (Bil 24:17).
Seluruh
penantian Perjanjian Lama dan seruan umat manusia yang telah jatuh, memohon
seorang penyelamat dan penebus, diungkapkan di dalamnya (bdk. 27, 528). Nubuat
ini terpenuhi dalam kelahiran Yesus, Putera Allah yang menjelma menjadi
manusia, dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria (bdk. 27, 53, 422,
488). Maria melahirkan Dia, ia menyerahkan Dia kepada manusia; olehnya ia
menjadi citra Gereja yang termurni.
SEKSI SATU
"AKU PERCAYA" - "KAMI PERCAYA"
26.
Apabila kita mengakui iman kita, kita mulai
dengan kata-kata: "Aku percaya" atau "kami percaya".
Sebelum kita menguraikan kepercayaan Gereja seperti yang diakui dalam syahadat,
dirayakan dalam liturgi, dihayati dalam pelaksanaan perintah-perintah dan dalam
doa, kita menanyakan kepada diri sendiri, apa artinya "percaya".
Kepercayaan adalah jawaban manusia kepada Allah yang mewahyukan dan memberikan
Diri kepada manusia dan dengan demikian memberikan kepenuhan sinar kepada dia
yang sedang mencari arti terakhir kehidupannya. Secara berturut-turut kita
merenungkan pertama sekali mengenai manusia yang sedang mencari (Bab I), lalu
mengenai wahyu ilahi, yang dengannya Allah menyongsong manusia (Bab II), dan akhirnya mengenai jawaban
kepercayaan (Bab III).
I. Kerinduan akan Allah
27.
Kerinduan akan Allah sudah terukir dalam hati
manusia karena manusia diciptakan oleh Allah dan untuk Allah. Allah tidak
henti-hentinya menarik dia kepada diri-Nya. Hanya dalam Allah manusia dapat
menemukan kebenaran dan kebahagiaan yang dicarinya terus-menerus: [355, 1701, 1718]
"Makna paling luhur martabat manusia terletak
pada panggilannya untuk memasuki persekutuan dengan Allah. Sudah sejak asal
mulanya manusia diundang untuk berwawancara dengan Allah. Sebab manusia
hanyalah hidup, karena ia diciptakan oleh Allah dalam cinta kasih-Nya, dan
lestari hidup berkat cinta kasih-Nya. Dan manusia tidak sepenuhnya hidup
menurut kebenaran, bila ia tidak dengan sukarela mengakui cinta kasih itu,
serta menyerahkan diri kepada Penciptanya" (GS 19, 1).
"Dari
satu orang saja [Allah] telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk
mendiami seluruh muka bumi dan Ia telah menentukan musim-musim bagi mereka dan
batas-batas kediaman mereka, supaya mereka mencari Dia dan mudah-mudahan
menjamah dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak jauh dari kita masing-masing.
Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada" (Kis. 17:26-28).
29. Namun
"hubungan kehidupan yang mesra dengan Allah ini" (GS 19, 1) dapat
dilupakan oleh manusia, disalah-artikan, malahan ditolak dengan tegas. [2123-2128]. Sikap yang demikian itu
dapat mempunyai sebab yang berbeda-beda[1]: protes terhadap kejahatan di dunia,
ketidakpahaman religius atau sikap tidak peduli, kesusahan duniawi dan kekayaan[2], contoh hidup yang buruk dari para beriman,
aliran berpikir yang bermusuhan dengan agama, dan akhirnya kesombongan manusia
berdosa untuk menyembunyikan diri karena takut akan Tuhan[3] dan melarikan diri dari Tuhan yang
memanggil[4]. [398]
30. "Semua
yang mencari Tuhan, hendaklah bergembira" (Mzm 105:3). Biarpun manusia
melupakan atau menolak Tuhan, namun Tuhan tidak berhenti memanggil kembali
setiap manusia, supaya ia mencari-Nya serta hidup dan menemukan kebahagiaannya. [2567, 845]. Tetapi pencarian itu
menuntut dari manusia seluruh usaha berpikir dan penyesuaian kehendak yang
tepat, "hati yang tulus", dan juga kesaksian orang lain yang mengajar
kepadanya untuk mencari Tuhan. [368]
"Ya Allah, agunglah Engkau dan patut dipuji:
kekuatan-Mu besar dan kebijaksanaan-Mu tanpa batas. Manusia yang sendiri satu
bagian dari ciptaan-Mu, ingin meluhurkan Dikau. Betapapun ia berdosa dan dapat
mati, namun ia ingin memuji Dikau karena ia adalah satu bagian dari ciptaan-Mu.
Untuk itu, Engkau menanamkan hasrat di dalam kami karena Engkau telah
menciptakan kami menurut citra-Mu sendiri. Hati kami tetap tidak tenang sampai
ia menemukan ketenteraman di dalam Engkau" (Agustinus, conf. 1, 1, 1).
II. Jalan-jalan untuk Mengenal Allah
31.
Karena manusia diciptakan menurut citra Allah
dan dipanggil untuk mengenal dan mencintai Allah, ia menemukan
"jalan-jalan" tertentu dalam pencarian Allah agar mencapai pengenalan
akan Allah. Orang menamakan jalan-jalan ini juga "pembuktian Allah",
bukan dalam arti ilmu pengetahuan alam, melainkan dalam arti argumen-argumen
yang cocok dan meyakinkan, yang dapat menghantar kepada kepastian yang
sungguh.
"Jalan-jalan" menuju Allah
ini mempergunakan ciptaan - dunia material dan pribadi manusia - sebagai titik
tolak.
Santo
Paulus menegaskan mengenai orang kafir: "Karena apa yang dapat mereka
ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada
mereka. Sebab apa yang tidak tampak daripada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal
dan keilahian-Nya, dapat tampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia
diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih" (Rm 1:19-20)[5].
Dan santo
Agustinus berkata: "Tanyakanlah keindahan bumi, tanyakanlah keindahan
samudera, tanyakanlah keindahan udara yang menyebarluas, tanyakanlah keindahan
langit.... tanyakanlah semua benda. Semuanya akan menjawab kepadamu: Lihatlah,
betapa indahnya kami. Keindahan mereka adalah satu pengakuan [confessio].
Siapakah yang menciptakan benda-benda yang berubah, kalau bukan Yang Indah
[Pulcher], yang tidak dapat berubah" (Serm. 241, 2).
33. Manusia.
Dengan keterbukaannya kepada kebenaran dan keindahan, dengan pengertiannya
akan kebaikan moral, dengan kebebasannya dan dengan suara hati nuraninya,
dengan kerinduannya akan ketidak-terbatasan dan akan kebahagiaan, manusia
bertanya-tanya tentang adanya Allah.[2500, 1730, 1776] Dalam semuanya itu ia menemukan
tanda-tanda adanya jiwa rohani padanya. "Karena benih keabadian yang ia
bawa dalam dirinya tidak dapat dijelaskan hanya dengan asal dalam materi
saja" (GS 18, 1),[6] maka jiwanya hanya dapat mempunyai Tuhan
sebagai sumber. [1703, 366]
35. Kemampuan
manusia menyanggupkannya untuk mengenal adanya Allah yang berkepribadian. [50] Tetapi supaya manusia dapat masuk ke
dalam hubungan yang akrab dengan Allah, maka Allah hendak menyatakan diri
kepada manusia dan hendak memberikan rahmat kepadanya supaya dengan kepercayaan
dapat menerima wahyu ini. Namun bukti-bukti mengenai adanya Allah dapat
menghantar menuju kepercayaan dan dapat membantu supaya mendapat pengertian
bahwa kepercayaan tidak bertentangan dengan akal budi manusia. [159]
Versi Bahasai Inggris
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar