Di sini, karena merupakan ruang maya. Saya akan membagikan sebuah tulisan bagus mengenai Natal, yang walaupun ditulis untuk tahun 2000, masih relevan untuk tahun 2010. Sepuluh tahun kemudian. Tulisan pak Hermaya ini sangat saya sukai dan mudah untuk dicerna, karena gaya tulisannya yang menarik dan ilmunya yang banyak (pendidikannya yang lengkap di Serikat Yesus dan pencaharian pribadinya yang tak kenal lelah)
Makna Natal 2000
oleh T Hermaya
Kemarin tanggal 7 Desember, Dian anak saya yang duduk di kelas dua SMP yang diasuh para suster, pulang terlambat. "Dari manaNak?" tanya saya. "Disuruh Suster mbantuin bikin Gua Natal!" jawabnya. Itulah Natal bagi Dian dan teman-temannya, bikin gua Nalal, pesta di sekolah, baju baru, dan jalan-jalan bersama ibunya membeli kaset lagu Natal dan kartu-kartu Natal untuk dikirim ke teman dan sanak saudara.
Dalam tulisan ini saya ingin mengajak Anda menembus suasana Natal yang telah dikomersialkan di pusat-pusat perbelanjaan dan tempat-tempat hiburan, hotel dan seterusnya, menuju makna yang lebih dalam.
Tidak semua lnjil memuat Natal
Dari empat Injil, hanya dua yang memuat kisah kelahiran Yesus, yakni Lukas dan Mateus. Injil yang paling tua, Injil Markus, langsung mulai dengan pembaptisan Yesus oleh Yohanes Pembaptis di Sungai Yordan dan pewartaan Yesus tentang datangnya kerajaan Allah (Mk 1,1-14).
Hal yang sama dilakukan oleh penulis injil keempat (Yoh 1,29-51).
Demikian pula St. Paulus samasekali tidak menvebut tentang peristiwa Natal dalam surat-suratnya selain bahwa Yesus lahir dari seorang perawan, dan mengikuti hukum Taurat, diutus untuk menebus mereka yang takluk pada hukum Taurat, dan menyuruh Rohnya ke dalam hati kita (Galatia 4,4-7). Harap dicatat bahwa surat-surat Paulus adalah dokumen yang jauh lebih tua daripada keempat Injil. Kalau Markus ditulis sekitar tahun 65 maka Galatia ditulis sekitar 54, jadi ada sepuluh tahun selisihnya. Pada masa-masa itu jelas bahwa peristiwa Natal tidak penting bagi kedua pengarang suci itu. Mereka disibukkan dengan hal-hal yang lebih penting, seperti makna penderitaan, kematian, dan kebangkitannya bagi jemaat.
Dua penginjil yang menulis peristiwa Natal, Mateus dan Lukas, menggubah karyanya belakangan dan hampir bersamaan waktunya (sekitar tahun 70-80) tetapi lain lingkungan jemaatnya.
Dua kisah dengan tujuan yang berbeda .
Kalau kita perhatikan kisah Natal sebagaimana termuat dalam Lukas 2,1-20, yang terasa menyolok adalah kesederhanaan keluarga Yusuf, Maria dan Yesus itu, keluarga melarat yang terpaksa melahirkan anaknya di kandang hewan, bayinya dibedung dengan gombal, dan ditaruh di tempat makan ternak. Tidak ada ongkos untuk menyewa penginapan, kata Lukas.
Sungguh menyentuh hati pembaca. Memang, Lukas adalah tukang cerita yang hebat, karyanya masih menggetarkan pembaca meski dalam terjernahan. Tetapi itu tidak menjarninbahwa faktanya memang demikian!
Mengingat bagaimana dia seringkali mengolah bahan yang telah tersedia baginya dan, yang kita ketahui dari sumber lain yang lebih dapat diandalkan obyektivitasnya (misalnya bahan-bahan yang kita temukan dalam ketujuh surat otentik St Paulus, dan bagaimana bahan itu diolah oleh Lukas dalam Kisah Para Rasulnya).
Dari apa yang dapat kita gali di dalam injil Lukas, kelihatanlah bahwa jemaat Lukas adalah orang-orang berada, kaya, terpandang dan terpelajar.
Mereka samasekali hidup dalam budaya Yunani (Helenisme), sudah tidak ada bekas-bekas penggunaan bahasa Aram atau Hibrani. Injilnya menggunakan bahasa Yunani halus, mendekati bahasa sastra. Kepada jemaat ini Lukas ingin menyampaikan amanat bagaimana mereka harus menggunakan anugerah kekayaan harta benda itu. Maka ditampilkannyalah macam-macam contoh perilaku orang kaya: yang tidak peduli dengan si miskin (perumpamaan Lazarus Lk 16,20-25); anak orang kaya yang tak tahu menggunakan harta bapaknya Lk 15, 11 -32); bendahara yang licik Lk 16,1-9 dan sebagainya. Dalam kisah Natalnya Lukas memberi contoh bagaimana orang Kristen harus hidup dengan sederhana mencontoh Tuhannya yang lahir di kandang hewan; jangan mengandalkan kekayaan dan kemewahan. Tuhan yang melawati umatnya tidak menjanjikan kekayaan dan kemewahan, melainkan kemiskinan dan kesederhanaan. Jalan inilah yang akan ditempuh sampai akhir hayatnya.
Sebaliknya, Injil Mateus menampilkan Yesus yang lahir di rumah biasa dan dikunjungi oleh orang-orang terhormat (Tiga Raja) dan mendapat kado emas, kemenyan dan mur sebagaimana kita baca dalam Mt2,l-12. Yesus kecil itu sudah disembah sebagai raja oleh para tamunya dari Timur.
Memang, maksud Mateus sejak awal rnenampilkan Yesus sebagai Raja, pewaris takhta Daud moyangnya. Maksud ini diutarakan dengan cara yang amat halus, tetapi tokh tak mungkin tidak dimengerti oleh jemaatnya- Sebab dia mengatakan dengan tegas bahwa Yesus adalah Anak Empat Belas (Bacalah Mt 1,17 dan Mt 1,1). Angka empat belas dalam bahasa Hibrani Kuno ditulis sebagai DWD (Dhaleth, Wau, Dhaleth: nilai angkanya adalah 4 + 6 + 4 sama dengan 14), itulah huruf-huruf nama Daud. Yesus Putera Empat Belas berarti Yesus Putera Daud. Jadi jangan mengartikan secara harafiah nama-nama aneh dalam silsilah Yesus pada Mt 1,1-16 maupun Lukas 3,23-38.Itu pula sebabnya dengan amat enteng Lukas mengatakan bahwa silsilah Yesus itu hanya "kata orang"(Lk 3,23)
Jadi gambaran yang diperoleh dari kisah Natal menurut Mateus adalah Yesus yang mulia, anak Daud, yang sudah disembah sejak baru lahir bukan bayi gelandangan di kandang hewan seperti gambaran Lukas. Dari apa yang dapat kita gali dalam Injil Mateus, jelaslah bahwa jemaahya masih mengerti bahasa Aram atau Hibrani, dan hukum Taurat masih berlaku di kalangan mereka. Jadi tidak mengherankan bahwa gelar Putera Daud yang setara dengan Mesias itu masih menggetarkan hati pembacanya.
Lalu dari mana tradisi Gua Natal? Itu adalah kreasi St. Franciskus Asisi (wafat l226)sekitar abad ketigabelas, Gua dengan segala pernik-perniknya itu lebih banyak mengambil alih apa yang diceritakan oleh Lukas.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa detail-detail obyektif peristiwa kelahiran Yesus tidaklah dapat digali kembali, yang kita jumpai hanyalah ungkapan iman jemaat tentang Tuhannya yang diproyeksikan dalam kisah Natal itu. Jadi terhadap pertanyaan "Apa yang sebetulnya terjadi?" hanya dapat dikatakan bahwa Yesus lahir dari Maria dan bapaknya bernama Yosef (Yusuf), kapan persis, tidak ada yang tahu. Detail-detail itu hilang ditelan sejarah.
Diramalkan tetapi tidak dijadwalkan
Banyak teks Perjanjian Lama yang meramalkan kedatangan Mesias dan perilakunya misalnya Yesaya7,14;Mikah 5,1 ; Masmur 9l ,ll-12; Yes 53,4; Yes 42,1-4; Mzm 78,2; Za 9,9; Za ll,l2-13 dan seterusnya.
Semua itu dikatakan oleh penginjil "Terpenuhi!" Tetapi fakta bahwa kemunculan Yesus tidak dijadwalkan persis pada jam sekian bulan sekian tahun sekian seperti ramalan gerhana Matahari, atau gerhana Bulan, membuat orang yang bergaul dengan dia merasa bertanya-tanya, ragu-ragu dan jengkel. Apa betul dia itu "yang harus datang?" Para pendengar dan pengikut pertama ditantang untuk menentukan sikapnya, berdasarkan apa yang mereka dengar ajaran-ajarannya) dan apa yang mereka lihat (mukjizat-mukjizatnya). Mereka harus mengambil keputusan apakah Dia (dengan huruf besar) memang yang larna dinanti-nantikan sejak janji JHWH kepada Abraham (Kej 12,3) atau apakah dia (dengan huruf kecil) adalah sekadar guru klenik dari desa Nasaret seperti yang banyak berkeliaran menjual ajarannya zaman itu.
Meluruskan istilah
Sebelum saya melanjutkan pembahasan ini, perlu diluruskan atau didefinisikan dengan tepat beberapa kata yang nanti kita gunakan. Yang pertama adalah istilah menciptakan. Dalam tulisan ini saya menggunakan istilah menciptakan untuk menggantikan istilah Latin "creatio/facio ex nihilo" yakni "membuat dari ketiadaan" jadi kalimat: "Ford menciptakan mobil Model T" atau "Cak Kandar menciptakan lukisan bulu ini" tidak tepat, karena baik Tuan Ford maupun Cak Kandar menggunakan bahan yang sudah ada, yakni besi baja dan bulu ayam, masing-masing. Seharusnya dikatakan: "Ford membuat model T unfuk pertama kalinya" dan "Cak Kandar membuat lukisan dengan bulu untuk pertama kalinya."
Yang membuat dari ketiadaan, kita sebut Pencipta, atau dalam bahasa Kitab suci disebut YHWH, bentuk hiphil kata kerja hayoh (infinitif berarti "ada") atau "yang mengadakan." Nama itu diwahyukan kepada Musa di Gunung Horeb Kel 3,14 "Aku adalah Aku ' (Ehyeh asher ehyeh). Julukan lain adalah Elohim, atau Allah, atau El Shadai (Yang Mahakuasa), atau Adonai (Tuanku). Istilah-istilah itu isinya pada dasarnya sama saja yakni pencipta itu, Yang tak Terbatas itu.
Jadi kalimat yang betul adalah: "Sang Pencipta menciptakan dunia dan isinya." Dari kenyataan ini kita memiliki hubungan dengan Pencipta sebagai yang diciptakan, atau rnakhluk. Hubungan itu tetap ada sekarang ini, tetapi harus segera ditambahkan bahwa Pencipta tidak termasuk dunia pengalaman langsung kita sekarang. Yang sekarang kita alami langsung adalah sesama ciptaan-ciptaan seperti manusia lain, diri kita sendiri, laut, mobil, televisi, binatang bintang-bintang, pasar Kranji, dan sebagainya.
Karena itu Alkitab mengatakan bahwa "Allah ada di Sorga dan engkau ada di Bumi" (Pengkhotbah 5,1.). Dari sini harus dikatakan setiap klaim yang mengatakan bahwa kita dapat "mendekatkan diri kepada Pencipta" atau "mengakses Sang Pencipta" itu mustahil atau palsu karena tidak dapat dipertanggungijawabkan.
Dengan usaha sendiri, kita tak rnungkin meraih Sang Pencipta.
Inkarnasi
Tetapi lain halnya kalau Sang Pencipta yang mendekati kita, masuk dalam keadaan kemanusiaan kita, masuk dalam ruang tertenfu, dan wakfu tertentu, di negara tertentu, menjadi anggota bangsa tertentu, dengan kebudayaan tertentu mengalami nasib (sial) tertentu, menjadi bagian dari sebuah sejarah tertentu. Itulah yang disebut penjelmaan atau rahasia inkarnasi. JHWH, EL Shadhai, Elohirn, Mesias, Sang Pencipta itu mendekati manusia, masuk
dalam sejarah manusia dalam diri Yesus, tukang kayu dari Nasaret itu.
Monoteisme mutlak
Sama dengan penganut agama Yahudi, orang Kristen sejati adalah penganut monoteisme mutlak seperti tercantum dalam kitab Ulangan 6,4 "Shema Yisreel, Elohinu ekhad" "Dengarkanlah Hai Israel, Allah kita itu Esa."
Bedanya dengan orang Yahudi ialah bahwa orang Kristen menerima Yesus sebagai Dia yang harus datang, lmmanuel, Allah untuk kita. Pengakuan ini datang setelah Yesus ditolak secara resmi oleh pemimpin-pemimpin agama Yahudi, yang berdasarkan nas yang sama di atas, menghukum mati Yesus atas nama Allah. Seandainya di depan pengadilan resmi agama Yahudi (Sanhedrin), atas pertanyaan Imam Agung Yesus mengatakan: "Oh, tidak, saya bukan Dia yang datang atas nama Yang Maha Tinggi, saya hanya tukang kayu dari Nasaret ! " tentulah mereka tidak akan menuduhnya menghojat Allah dan tidak akan menyalibkannya. Tetapi di depan pengadilan itu Yesus bertahan dengan mengatakan apa yang dirasakannya dalam hatinya bahwa dia memang Dia yang harus datang. Dan karena itu jatuhlah putusan hukuman mati dengan disalib. Pemimpin-pemimpin agama itu bukanlah orang-orang tolol yang tidak tahu apa yang mereka perbuat, mereka menjatuhkan hukuman dengan pertimbangan yang matang menurut Alkitab. Tidak boleh menduakan Allah, menghojat Allah dengan mengaku sebagai Anaknya (Lk 22,70 - 7l).
Petunjuk, bukan bukti, bahwa YHWH ada di pihak Yesus adalah pengalaman para murid bahwa beberapa waktu kemudian mereka mengalami kembali Yesus yang telah disalibkan itu sebagai Yesus yang telah dibangkitkan. Bagaimana persis pengalaman itu, detailnya sudah hilang bersama generasi Kristen pertama. Kita hanya tahu bahwa mereka tidak bohong, orang-orang sederhana, nelayan-nelayan Danau Tiberias itu yakin betul bahwa Guru mereka hidup kembali, dan menjumpai mereka.
Bagaimana tetap secara jujur dan konsisten mempertahankan monoteisme mutlak tetapi mengakui bahwa Yesus adalah Dia dengan D huruf besar, merupakan perjuangan berat yang baru diselesaikan pada abad keempat dan kelima oleh Konsili Nicea tahun 325 dan Kalcedon tahun 451. Tetapi dasar doktrin Trinitas itu sudah ada dalam Perjanjian Baru misalnya Mt 28,18-20. Namun teks yang sederhana dan fungsional, lagi mudah dicema tanpa penjelasan filsafat Plato-Aristoteles adalah Surat Titus 3,4-8. Gelar Juruselamat digunakan untuli Allah maupun Yesus. Tugas Yesus adalah mencurahkan Roh Kudus kepada jemaat supaya hidupnya terpengaruh dan ikut menjadi peserta dalam hidup ilahi.
Les amis de mes amis sont mes amis
Pepatah Prancis itu artinya "Sahabat-sahabat temanku adalah sahabatku juga." Para murid Yesus yang pertama, digantikan oleh generasi kedua dan seterusnya sambung-menyambung sampai sekarang. Melalui sambungan inilah jemaat tahun 2000 memiliki hubungan tak terputus dengan jemaat pertama di Palestina. Dan kenang-kenangan, ajaran, perbuatan dan apa saja yang berasal dari Yesus menjadi kekayaan tradisi yang menjadi anat penting bagi Gereja Katolik dan ortodoks. Jadi, sahabat-sahabat Yesus tahun 2000 masih berhubungan dengan sahabat-sahabat Yesus yang pertama sekitar tahun 26-6A Masehi yang lalu.
Itulah sebabnya bila Anda ingin menjadi sahabat Yesus, tidak cukup mempelajari Alkitab, tetapi harus berguru pula kepada mereka yang sudah lebih dahulu menjadi mata rantai tradisi itu. orang tersebut dapat berupa seorang imam, biarawan, biarawati, guru agama dan siapa saja yang sudah sedikit makan garam dalam kehidupan Kristen. Proses ini makan waktu, harus diuji, dan merupakan keputusan pribadi.
Harapan Baru
Sama dengan dua ribu tahun yang lalu, kedatangan Yesus tidak membawa pembebasan politis dan kemakmuran materiil bagi penduduk Palestina.
Keadaan tetap seperti biasa, mereka masih dijajah pemerintah Romawi dan hidup miskin di tanah setengah gurun dengan bertani dan berternak kecil-kecilan. Kita pun di Indonesia tahun 2000 ini masih terjajah oleh macam-macam kekuasaan statusquo dan terhimpit krisis ekonomi yang tak kunjung selesai. Natal tahun 2000 tidak pula menjanjikan pembebasan ekonomi rnaupun politik. Tetapi, sama seperti halnya kedatangan Yesus 2000 tahun lalu membawa harapan baru, makna baru, penciptaan baru, demikian pula kita boleh berharap bahwa hidup kita yang sengsara sekarang ini pun memiliki makna baru, harapan baru. Apa itu persis? Dialah yang menunjukkannya. Kalau kita tidak melihatnya, alangkah benarnya ucapan Kurt vonnegut dalam novelnya Time quake. "being alive is a crock of shit"
("hidup itu adalah sebakul....,,).
Selamat Natal!
Penulis
T. Hermaya adalah penerjemah, teolog, dan pengamat Kitab suci, tinggal di Bekasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar