Mengasihi Sesama

Mengasihi Sesama
Ibu Theresa dari Calcuta

Rabu, 22 Desember 2010

Bagaimana Katolik Membaca Kitab Sucinya ?

Sebuah tulisan yang bagus, yang saya bongkar dari tumpukkan file lama, dan dari Pak Hermaya yang entah dimanakah beliau sekarang. Saya pernah memintanya memberikan Ceramah masalah ini di Lingkungan saya St. Benediktus (waktu itu, sekarang telah jadi 3 Lingkungan). Selamat membaca dan belajar !


Pengantar Alkitab
Oleh : T. Hermaya

Tulisan kecil ini di susun untuk menjembatani perlunya menyajikan suatu latar belakang Alkitab yang lebih memadai daripada satu ceramah dua jam. Meski demikian, hal-hal yang saya sampaikan di sini hanyalah garis besar yang amat tidak memadai dalam dirinya sendiri, mengingat Alkitab kita adalah suatu lautan ungkapan iman yang begitu luas, meliputi sejarah suatu bangsa yang mencakup kurun ribuan tahun, dan kalau mau tepat sejak penulisan pertama Perjanjian lama sehingga selesainya penulisan kitab terakhir Perjanjian baru maka kurun waktu itu adalah antara abad X sebelum masehi, saat Alkitab Perjanjian Lama mulai ditulis dalam pemerintahan Raja Daud sampai penulisan terakhir kitab suci Perjanjian Baru, yakni Surat kedua St. Petrus (sekitartahun 100 Masehi; karangan ini termasuk pseudoepigraf , bukan ditulis betul-betul oleh Rasul Petrus, hanya namanya yang dicazut supaya surat icu “laku").

Alkitab Perjanjian Lama merupakan rekaman perjalanan iman umat israel, rekaman itu berisi suka duka perjalanan mereka dari suku pengembara di padang gurun, menjadi sebuah bangsa di Palestina. Pemersatu mereka adalah iman bersama kepada JHWH yang diwahyukan kepada Musa di Sinai. Musa itulah tokoh utama, pemberi hukum, dan boleh dikatakan pendiri agama Yahwisme, meskipun Yahweh sebagai allah sebuah keluarga telah lama disembah (oleh Abraham dan keluarganya). Alkitab Perjanjian lama ditulis dalam tiga bahasa, bahasa Hibrani Kuno (95%nya), Aram (sebagian Kitab Daniel mulai Dan 2,4b-7,28 Esdras 4,8-6, 18; 7,12-26 Yer 10,11), Yunani (misalnya Putera Sirakh, yang merupakan terjemahan teks Hibrani ke Yunani, teks Hibrani masih ada tetapi tidak lengkap). Sedangkan Perjanjian baru seluruhnya ditulis dalam bahasa Yunani pasaran (bukan klasik), meskipun di sana-sini ada ungkapan Hibrani dan Aram. Teori bahwa dulu Injil ditulis pertama-tama dalam bahasa Aram kemudian baru diterjemahkan ke dalarn bahasa Yunani, tak dapat dipertahankan, baik dari alasan kebahasaan maupun dari alasan perkembangan teologi.

Dari uraian singkat di atas, kita menyimpulkan dua hal:

l).Alkitab itu ditulis dalam kebudayaan yang amat berbeda dengan kebudayaan kita, jadi ada jarak kebudayaan terutama bahasa dan cara berpikimya
2).Aikitab ditulis terutama untuk orang-orang sezaman, sebagai alat komunikasi iman mereka, sarana menyampaikan iman mereka kepada orang sezaman, jadi bukan untuk orang Bogor di tahun 2001. Bahwa kita orang Bogor tahun 2001 berkepentingan untuk mengetahui Alkitab disebabkan karena di dalamnya terdapat pewahyuan JIHWH/Sang Sabda/Juru Selamat kita.

Tugas Pamong Sabda

Tugas kita sebagai Pamong Sabda adalah menjembatani kedua jarak itu, yakni jarak budaya dan jarak waktu. Tugas ini tidak gampang, dan tidak dapat dilakukan tanpa persiapan yang cukup dan dedikasi yang besar kepada tugas kita itu. Selain bantuan Roh Kudus yang boleh kita andalkan, persiapan manusiawi kita sendiri pun amat menentukan keberhasilan tugas itu. Tentu idealnya semua Pamong Sabda dapat membaca teks Alkitab dalam bahasa aslinya dan dapat menikmati semua nuansa halus yang terdapat dalam bahasa asli dan yang terpaksa hilang kalau penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia menuntut untuk memilih salah satu saja dari nuansa-nuansa itu. Tetapi tuntutan semacam ini tentulah tidak dapat kita penuhi, cukuplah kalau kita mengenal sedikit ciri-ciri bahasa-bahasa asli Alkitab, kebudayaan dan cara berpikir pengarangnya, agar kita dapat lebih terampil memahami, menghayati dan kemudian menerangkan kepada umat beriman.

Dalam rangka itulah saya memilih untuk menyajikan berbagai jenis sastra yang digunakan penulis Alkitab, sambil memperkenalkan sepintas lalu keadaan sosial, politik dan ekonomi yang melatarbelakanginya.

Sementara itu bagi kita umat Katolik Indonesia, kitab suci kita adalah Alkitab bahasa Indonesia itu, yang terjemahannya diakui oleh Konperensi Waligereja Indonesia. Kalau ada ayat-ayatyang terjemahannya kurang pas, padahal penting bagi pemahaman teologi alkitabiah, akan saya tunjukkan dalam ceramah nanti.

Peta geopolitik Israel sampai zaman Yesus

Israel sebagai negara tak pernah sehebat dan sebesar zaman Daud dan Salomo. Pada zaman dua raja itu, bahasa Hibrani menjadi bahasa perdagangan dan politik di pantai barat sebagaimana dibuktikan oleh inskripi-inskripsi yang kita temukan sekarang tetapi sesudah itu pamor bangsa dan bahasa Hibrani turun terus dan selalu menjadi bulan-bulanan kekuatan-kekuatan besar di sekitarnya yakni Kerajaan Mesir di selatan, dan Kerajaan Asiria dan Babylon di utara. Setelah Daud meninggal dan digantikan Salomo, tanda-tanda keretakan sudah muncul, tetapi masih dapat diredam. Setelah Salomo meninggal maka kesepuluh suku di utara mendirikan kerajaan Utara dengan ibukota Samaria Kerajaan ini secara kebudayaan, militer dan ekonomi lebihkuat daripada kerajaan selatan yang hanya didukung oleh dua suku yakni Yehuda dan Benyamin. Alasan perpecahan adalah ketidakseimbangan pembagian beban pajak, wajib militer, dan seterusnya.

KerajaanUtara lenyap dikalahkan oleh Asyiria (Raja Shalmaneser V, tahun 721), rakyatnya dibuang ke Mesopotamia dan Media dan penduduknya diganti oleh orang-orang dari tempat lain yang kemudian menjadi penduduk Samaria. Wilayah itu menjadi Provinsi Asyiria, bernama Samerina. Orang-orang buangan dari Kerajaan Utara ini tak pernah kembali.

Kerajaan Selatan, yang lebih kecil dan tak pernah besar diperintah oleh satu dinasti saja, yakni dinasti Daud. Sama dengan saudarinya di Utara, akhirnya Kerajaan selatan tergencet permainan politik negeri-negeri besar, dan karena salah perhitungan, mereka beberapa kali diserang oleh tentara Babilonia, terakhir tahun 587 benteng Yerusalem hancur, ibukota itu dibakar, Baitallah dirampok, pemimpin kerajaan dibawa di hadapan Nebukadnesar dan dihukum mati, hanya rakyat miskin yang tetap tinggal di Yerusalem. Golongan menengah ke atas dideportasi ke Babilon.

Selanjuhya wilayah itu dijadikan sebuah provinsi Babilon. Sekitar lima puluh tahun kemudian, kerajaan Babilon ditaklukkan oleh Persia, dan rajanya mengeluarkan dekrit untuk membebaskan kaum buangan Yahudi dan meadirikan kembali Yerusalem (Raja Cyrus dengan dekrit tahun 538 seb.M). Belakangan sebagian kecil orang buangan ini kembali dan membangun bait Allah di Yerusalem di bawah Esdras. Waktu itu Nehemiah menjadi gubemur Persia untuk wilayah ini. Dalam tahun 333 Alexander Agung melakukan penaklukan besar-besaran dan Palestina termasuk di dalamnya. Selama periode Helenistik ini Juda diperintah oleh dinasti Seleucid dan kemudian menjadi inti Kerajaan Hasmone (di manaHerodes adalah salah anggota wangsa ini). Sewaktu Yesus lahir, seluruh Palestina berada di bahwa pemerintahan Romawi.

Kematangan Teologi

Lama sekali umat terpilih menyamakan kemakmuran negara dengan keselamatan dari YHWIH kalau negara makmur dan pemerintahan kuat, berarti YHWH merahmati mereka, sebaliknya kalau mereka sengsara dan miskin, itulah tanda bahwa YFIWH tidak peduli kepada mereka dan tidak menyayangi mereka. Pendapat ini baru dapat diatasi ketika mereka merasakan bahwa tidak demikian halnya, kemakmuran duniawi tidak dapat disamakan dengan keselamatan dari YHWH. Justru dalam kesengsaraan di pembuangan muncul karya-karya permenungan iman yang memurnikan pendapat ini. Bahwa keselamatan YHWH tidak tergantung pada kemakmuran dan kejayaan materi. Dalam pembuangan mereka tahu bahwa Kerajaan Daud tinggal kenangan, namun toh kasih YHWH tetap menyertai mereka. Di situ pula mereka sampai pada kesimpulan bahwa YHWH bukan hanya Allah Israel, melainkan satu-satunya Allah semesta alam, dan pencipta segala-galanya. Kematangan monoteisme ini tercermin dalam karya-karya semasa pembuangan dan sesudahnya. Bagian awal Kitab Kejadian ditulis sekitar masa ini, di situ teologi monoteistik itu sudah jelas kematangannya.

Diaspora dan Penyebaran iman Kristen

Masa pembuangan ini merupakan awal dari sebuah periode yang nanti akan sangat menentukan penyebaran iman Kristen di dunia waktu itu. Meskipun Yerusalern dan Baitullah berhasil dibangun kembali, tetapi di kota-kota besar seluruh kerajaan Romawi waktu itu sudah ada kelompok orang-orang Yahudi yang hidup dalam lingkungan dunia Helenis dan menggunakan Kitab Suci mereka dalam bahasa sehari-hari mereka, yakni bahasa Yunani bukan bahasa Hibrani. Kitab itu disebut Septuaginta. Setahun sekali mereka ke Yerusalem untuk merayakan Paskah dan membayar semacam pajak bagi Baitulah. Ketika terjadi pemberontakan terhadap pemerintah Romawi dan Yerusalem dihancurkan dan Baitulah dibakar sekitar tahun 70, kehidupan keagamaan yang meriah di Yerusalem itu hilang sama sekali dan digantikan oleh pembacaan Alkitab di Sinagoga, sedangkan
golongan yang berpengaruh sekali dan dekat dengan rakyat adalah kaum Parisi (ini agak bertentangan dengan kesan yang kita peroleh dari Injil, di mana orang Parisi digambarkan dengan amat gelap). Golongan-golongan lain lenyap tanpa bekas, misalnya para imam yang kebanyakan termasuk golongan Saduki. Sedangkan para petapa, atau kaum Esseni rupanya tidak berkembang di luar Palestina, kita hanya menemukan bekas biara-biara mereka di Palestina, Qumran misalnya. Dengan hancurnya pusat keagamaan Yahudi dan juga pusat agama Kristen, yakni Yerusalem, serta dilakukannya deportasi oleh tentara Roma atas penduduk Yerusalem, maka secara tak sengaja iman Kristen pun ikut menyebar di antara mereka, dan sasaran pertama tentu saja jemaat-jemaat Yahudi yang ada di kota-kota besar Kerajaan Romawi. Itulah lahan yang dikerjakan oleh Santo Paulus.

Produksi Kitab Suci, Ilham Roh Kudus, dan Jenis Sastra

Maaf kalau judul ini agak panjang, tetapi memang paling gampang membahasnya sekaligus karena erat sekali kaitan ketiganya. Yang saya maksudkan dengan produksi Kitab Suci adalah bagaimana terjadinya Kitab Suci kita, terutama Perjanjian Lama. Pengarang suci itu jarang sekali menyebutkan namanya, hanya Putera Sirakh yang berbuat demikian dalam pengantar kitabnya. Biasanya kitab suci merupakan hasil penulisan ajaran seorang nabi oleh muridnya atau nabi sendiri, tokoh yang berpengaruh atau siapa saja yang terdorong untuk mengungkapkan imannya dan ungkapan itu dirasa cocok, kemudian termasuk Kitab Suci karena diterima oleh umat dan digunakan dalam liturgi.

Tetapi itu belum menjawab pertanyaan bagaimana persisnya pernbuatan Kitab Suci, apakah ada saluran telpon, telegram, atau seorang malakat yang membisikan kepada seorang penulis untuk menulis Kitab Suci, atau ada satu Kitab Suci (Injil, Taurat dst) yang turun dari Sorga untuk kita?

Bukan begitu, melainkan yang terjadi adalah ada seseorang yang melihat situasi umat dengan kacamata imannya orang ini boleh dikatakan memiliki perasaan YHWH, dan dengan perasaannya itu ia menafsirkan keadaan umatnya, perasaan tersebut diungkapkannya dalam bentuk yang sesuai dengan kemampuan pribadi orang itu yang khas. Kalau dia seorang sastrawan maka hasil ungkapannya juga menjadi karya sastra yang bagus (misalnya Yesaya, Yerernia, Kitab Ayub, dan sejumlah Mazmur dan Amsal); kalau dia seorang petani atau penggembala domba dan pemungut buah ara, maka hasilnya pun sederhana, sedikit agak kasar, meski dalam bentuk puisi (Misalnya Kitab Amos). Kalau orangnya kocak, hasilnya pun kocak, meski sama sekali tidak mengurangi isi pesannya, misalnya Kitab Yona.

Jadi boleh dikatakan bahwa Alkitab betul-betul merupakan hasil karya manusia, entahlah namanya siapa, tidak penting. Tetapi manusia penulis Alkitab itu memiliki perasaan yang sama dengan Allah, dan di sini letaknya ilham Roh Kudus, sehingga pada akhirnya harus dikatakan yang "mengarang" Alkitab adalah Roh Kudus. Memang tidak secara tegas disebut Roh Kudus, tetapi seringkali para nabi mengatakan "Dabar Yahweh (atau Sabda Jahweh)" datang kepadaku. Atau pesan YHWH itu disampaikan melalui suatu penglihatan (Musa, Yesaya dan Yeremia misalnya). Bagaimanapun caranya, hati si penulis itu menjadi seperasaan dengan Allah atau YHWH, sehingga apa yang ditulisnya betul-betul menjadi Sabda Allah. Dari sini kita dapat mengetahui mengapa "isi" Yesus Kristus itu adalah Sang Sabda, benar sekali kata penulis surat Hibrani, "Dulu Dia berbicara melalui para nabi kepada nenek moyang kita, tetapi pada zaman terakhir ini Ia berbicara melalui Puteranya" Hibrani l,l-2.

Setelah kitab suci ditulis, dan jemaat menggunakannya, maka setiap kali kita menggunakan Kitab Suci Tuhan membimbing kita ke perasaan yang sama itu (kita mendapat RohKudus yang sama) dan karena itu kita mampu melihat situasi kita sekarang dengan kaca mata Roh Kudus, atau kacamata iman kita. Inilah makna kata-kata Yesus "Tetapi Penghibur, Roh Kudus, yang akan diutus Bapa dalam namaKu, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu" Yah 14,26. Karena perbedaan kecakapan pengarang, kemampuan berbahasa, dan hasil pendidikan sebelumnya, maka pesan yang sama dapat dan memang sering diungkapkan dalam berbagai bentuk sastra. Dan dalam Alkitab dikenal sedikitnya lima atau enam bentuk sastra:

  1. bentuk sasrra kebijaksanaan
  2. bentuk sastra sejarah
  1. beahrk saska apokalipik (ramalan masa akhir zarnan)
  2. Bentuk sastra surat (surat-surat Paulus dan Hibrani rnisalnya)
  1. Bentuk sastra Injil (riwayat Yesus dalam benfuk semacam biografi legendaris)
  2. bentuk sastra perjanjian dan hukum (Taurat misalnya)
  1. bentuk sastra mukjizat
  2. bentuk sastra kenabian
  1. bentuk sasta keluhan dan seterusnya.
  2. Bentuk sastra lagu pujian (Kebanyakan Masrnur)
  1. bentuk sastra perdebatan (sering dipakai oleh St paulus).
Ciri-ciri masing-masing jenis sastra dan contoh-contohnya dalam Alkitab akan saya bahas dalam ceramah, di sini saya hanya mengemukakan dua hal sehubungan dengan jenis-jenis sastra itu. pertama ialah bahwa dengan mengetahui suatu bagian Kitab Suci termasuk ke dalam jenis sastra mana, kita dapat lebih mudah menafsirkannya dan tidak terpeleset menggunakan cara-cara penafsiran untuk jenis sastra yang lain. Misalnya, kisah natal pada Lukas termasuk jenis sastra puji-pujian, bukan sejarah, jadi jangan menggunakan kriteria sejarah untuk mengupas bagian itu ,sama halnya Kisah Penciptaan dalam Kitab Kejadian bab pertama adalah jenis sastra pujian atau pengantar untuk Hukum sabat, itu bentuknya puisi bukan sejarah, maka tidak boleh digunakan kriteria sastra sejarah untuk menafsirkannya (atau kriteria ilmu alam dalam hal ini); kalau dipaksakan maka yang tolol adalah yang memaksakan itu Bukan Alkitabnya. Misalnya pertanyaan "Apakah betul penciptaan dilakukan dalam seminggu seperti kisah Kitab Kejadian itu?" Jelas jawabnya "Tidak!- Anda harus mencari jawabnya dalam ilmu austrofisika atau kosmogoni, bukan dalam Kitab Suci (Kristen).

Hal kedua yang perlu saya sampaikan sehubungan dengan jenis-jenis sastra ini ialah bahwa jenis-jenis sastra itu kebanyakan merupakan jiplakan atau pinjaman dari bangsa-bangsa kafir di sekitarnya yang memang terlebih dahulu telah menciptakan dan menggunakan dalam hidup perpolitikan (sastra perjanjian), puji-pujian (untuk menyembah dewa-dewi mereka), pergaulan (hukum). Dan itu sah-sah saja, yang penting adalah bahwa titik pandangnya tetap iman khas Israel kepada YHWH. Jadi jangan heran kalau ada banyak kemiripan sejumlah masmur dengan lagu-lagu pujian yang ditemukan dalam kebudayaan Ugarit, Akkad, Mesir, Asyiria, Babilon dan Sumeria. Bangsa-bangsa kafir itu memang masih menggunakan bahasa serumpun, yakni Semit.

Alkitab bukan satu buku, melainkan sebuah perpustakaan

Dari uraian di atas jelaslah bahwa Alkitab bukanlah sebuah buku saja melainkan merupakan perpustakaan, di mana tersimpan berbagai macam buku: ada buku doa pujian (Masmur), ada buku sejarah (sebagian Kitab Kejadian dan Keluaran; Yoshua; Hakim-hakim, 7,2 Samuel, 1 ,2 Raja-raja dan 1,2 Tawarikh dan Kisah Para Rasul), ada buku kebijaksanaan (Ayub, Kebijaksanaan Salomo (tak ada dalam Alkitab edisi LAI), Amsal, Pengkhotbah dan Sirakh), ada kitab hukum positif (Kejadian, Imamat, Ulangan, Bilangan, Keluaran), ada buku kenabian (Yeremia, Yesaya dst), ada buku asmara (Kidung Agung), ada buku apokalip (Daniel, sebagian Ezekiel, dan Kitab Wahyu), ada buku biografi (Lukas, Mateus, yohanes, dan Markus), ada Surat-surat (Surat Korinti, Galatia dst).

Implikasinya jelas, jangan masuk perpustakaan dan mengatakan kepada petugas, "Tolong ambilkan semua buku yang warna sampulnya hijau, sebab hari ini saya hanya mau membaca buku yang sampulnya hijau!" Seharusnya Anda mengatakan, "Tolong ambilkan buku Riwayat Anu, sebab saya ingin tahu latar belakang dan pemikiran beliau! Hari ini saya ingin membacanya.

Mungkin ada pemikiran beliau yang dapat membantu memecahkan masalah yang sekarang sedang saya hadapi, karena sepengetahuan saya beliau dulu pun pernah menghadapi soal serupa." Contoh lain: "Kemarin saya didiagnosis menderita kencing manis, tolong carikan saya buku kedokteran penyakit dalam, barangkali saya dapat menemukan petunjuk untuk mengatasi komplikasi penyakit saya ini." Kalau dirumuskan dengan gamblang, jangan asal membaca Kitab Suci dari depan sampai belakang, tetapi kenalilah kebutuhan Anda dan bacalah kitab yang menjawab kebutuhan itu. Hal tersebut baru dapat Anda lakukan kalau Anda sudah sedikit mengenal Kitab Suci dan sedikit akrab dengannya. Itulah sebabnya orang Yahudi membagi kitab mereka menurut kebutuhan, dari Yang paling mereka butuhkan:

  1. Kitab-kitab hukum untuk hidup sehari-hari: Taurat.
  2. Kitab Nabi-nabi: misalnya Yesaya, Yeremia, dan dua belas kitab nabi- nabi "kecil"
  3. Tulisan-tulisan suci : kitab-kitab lainnya.

Ketiga bagian itu sering disebut dengan istilah TaNaKh (Toroth, Nabhiim, we Ketubim).

Bagi kita, rneski kita menerima seluruh Alkitab sebagai Sabda Allah, tetapi Perjanjian Baru tentulah lebih penting daripada Perjanjian lama. Sebabnya akan menjadi jelas dalam uraian berikut tentang jenis sastra Injil.

Lahirnya jenis sastra Injil

lstilah ini perlu penjelasan, yang saya maksudkan jenis sastra Injil adalah jenis sastra biografi Yesus dari Nasareth, dalam bentuk yang tidak sepenuhnya cocok dengan kriteria biografi modern sepeci misalnya biografi Jendral MacArthur. Mengapa? Karena kriteria biografi modern yang harus diikuti penulisnya agak berbeda dengan kriteria yang diikuti para penulis biografi Yesus (Para penulis Injil). Kalau penulis biografi moderm menuntut bahwa sumbernya harus terpercaya, sedapat mungkin orangnya sendiri, surat-menyuratnya, wawancara dengan tokoh-tokoh yang dekat dengan tokoh utama yang dibiografikan, serta dokumen resmi dan rekaman atau foto-foto yang mendukung peristiwa yang ditulisnya dalam biografi itu.

Baru atas dasar bahan-bahan itu si penulis mengerjakan biografinya dan memberi interpretasi atas kedudukan dan peran atau pengaruh tokoh tersebut di dalam dunia politilk militer dan seterusnya.

Ketika Yesus lahir dan besar serta bekerja sebagai tukang kayu seperti bapaknya di desa kecil Nasaret, tidak ada orang yang memperhitungkannya. Apalagi menuliskan tentang dirinya. Ia baru menjadi tokoh setelah meninggalkan pekerjaannya, dipermandikan oleh Yohanes di Sungai Yordan, berkeliling bersama muridnya mewartakan pertobatan dan datangnya kerajaan Allah, ditolak secara resmi oleh Sanhedrin, dihukum mati dengan salib, tetapi dibenarkan YHWH dengan membangkitkannya dari kematian. Dari sudut pandang pengalaman kebangkitan itulah orang mulai tertarik dan mengumpulkan ajaran, cerita-cerita dan kenang-kenangan akan Yesus dalam bentuk cerita lisan. Cerita ini beredar dari mulut ke mulut untuk mewartakan dan membina jemaat Kristen perdana.

Baru kemudian hari, sekitar 60-90 Masehi dikumpulkan dan ditulis oleh jemaat kristen generasi kedua atau ketiga.

Jadi pada waktu Yesus hidup, orang kaget dan bingung, jengkel, dan tidak tahu siaga dia itu. Tentu belum ada niat dan minat untuk membukukan riwayatnya (lebih jauh silakan membaca tulisan saya Makna Natal 2000).

Dalam hal jenis sastra Injil, sumber-sumbemya bukanlah rekaman video atau wawancara dengan Yesus, atau foto-fotonya. Yang tersedia bagi para penulis Injil adalah sedikit bahan tertulis yang sekarang sudah hilang tetapi adanya masih dapat "dibuktikan dan direkonstruksi sedikit" (yang saya
maksudkan adalah naskah Q: Quelle sumber, bahasa Jerman). Kemudian sejumlah cerita tentang peristiwa yang menyangkut Yesus, cerita-berita itu berbentuk kisah-kisah lepas tentang mukjizat, penyembuhan, kisah permandiannya oleh Yohanes, kisah pemanggilan para rasul, dialog dengan murid-muridnya, perumpamaan, perbantahan dengan lawan-lawan, cerita tentang macam-macam ucapannya yang diingat jemaat, Kisah perjamuan terakhir, kisah pengkhianatan salah satu rasulnya, kisah tentang penangkapannya oleh serdadu Romawi dan polisi Baitallah, kisah sengsara dan penyalibannya, kisah kubur yang kosong kisah kebangkitan, kisah pertemuan dengan murid-muridnya setelah bangkit dari mati. Kisah-kisah itu berbentuk lisan, dan berkembang sendiri-sendiri, kadang-kadang dibumbui, ditambah, dikurangi, dan diolah oleh jemaat yang menuturkannya, sesuai dengan kebutuhan mereka waktu itu (Contoh-contohnya akan saya sampaikan dalam ceramah).

Dari cerita-cerita lepas itu ada satu orang yang untuk pertama kalinya menyusun semacam kisah utuh, walaupun singkat, secara sederhana, dengan skema yang dibuatnya sendiri, skema itu amat cocok dengan maksud teologi penulisnya tetapi skema/urutan itu bukanlah urutan historis/obyektif seperti tuntutan biografi modern. Skema itu adalah "rahasia Mesias," memang Yesus itu Mesias, tetapi Mesias yang menderita. Hasil karya itu adalah Injil Markus, entahlah siapa beliau itu sebenamya.

Setelah itu masih ada dua orang penulis lain yang menggunakan Injil Markus sebagai dasar penulisan Injilnya, di samping bahan-bahan lain yang dimilikinya sendiri. Alasan penulisan mereka berbeda: yang satu ingin menonjolkan bahwa Yesus itu adalah Putera Daud (Putera Empat Belas), Mesias, Musa baru yang melebihi Musa lama. Mesias yang sudah larna diramalkan itu sudah datang dan penulis mengajak kaum sebangsanya (Yahudi) untuk mengikuti dan menjadi muridNya. Itulah inti Injil Mateus.

Perlu saya tambahkan bahwa penulis Injil Mateus ini pastilah bukan Rasul Mateus yang dipanggil Yesus dari cakruk pembayaran retribusi pasar seperti tertera dalam Injilnya (meskipun tradisi percaya demikian). Dari tulisannva itu kita boleh menduga dia adalah seorang ahli kitab yang amat mahir, pendidik yang ulung, dan tahu betul tradisi bangsanya, tinggal dekat Palestina tetapi di luar Palestina, mungkin di Siria/Antiokia, masih mengakui Taurat dan menjunjungnya tinggi.-tinggi, tetapi menempatkan Yesus lebih tinggi daripada Musa, dan Daud, dan-mengajak kaum sebangsanya untuk mengikuti dia menjadi murid Yesus. Injilnya itu merupakan Injil yang terpanjang dan amat "lengkap." Siapa beliau? Kita tidak dapat mengetahuinya dengan pasti sebab naskah-naskah Injil sendiri semuanya tidak mencantumkan nama pengarang, jadi tetap tinggal misteri.

Penulis lain yang menggunakan Injil Markus sebagai dasarnya adalah Lukas. Bahasa Yunani Injil Lukas adalah yang terbaik dari keempat Injil, bagus, halus, mendekati karya sastra. Dalam karyanya Lukas membuat skema "Yesus berjalan dari Galilea ke Yerusalem," dan wafat di sana.

$emua cerita pendek itu ditenpelkannya dalam skema tersebut. Dalam Injilnya Lukas mau mengatakan bahwa Allah telah datang mengunjungi umatnya. Dari Injilnya kita dapat sedikit menggali jemaat seperti apa yang dituju olehnya. Mereka itu hidup 100% dalam kebudayaan Helenis (Yunani), tidak tahu lagi bahasa Hibrani/Aram, banyak jemaat yang berada dan terpandang, tetapi mereka loyo, hilang semangatlya. Untuk itulah Lukas mengajak mereka mengikuti Yesus dengan "memikul salib setiap hari." (Lk14,27)

Lepas dari ketiga Injil yang masih saling terkait ini (disebut injil-injil sinoptik karena ketiganya dapat dilihat sekali pandang bila dijajarkan), masih ada kelompok jemaat lain, yang agak terisolir, dan bertumpu pada seorang tokoh yang disebut "murid terkasih." Menurut kebutuhannya, kelompok ini menyusun pula injilnya, dalam beberapa kali penulisan/redaksi. Setiap kali mereka menyusun, terasa buku itu "berhenti" lalu dibuka kembali dalam peredaksian berikutnya, sehingga bentuknya tidak rata dan masih terasa ada beberapa penutup yang oleh redaktor terakhir tidak pula dihapus (lihat Yoh 20,30-31) barangkali karena sudah memiliki wibawa sendiri.

Bagian-bagian itu boleh diduga sebagai berikut:

1,1-18 Pengantar dan inti sari seluruh Injil, "Sang Sabda yang menjadi manusia” dan ditolak.

1,19-12,50 Buku Tanda-tanda (Semeia Yunani) "Bangsanya sendiri menolak Dia" dan tanda-tandanya itu.

13,1-21,31 Buku kemuliaan. "Dia memberinya kuasa menjadi anak-anak Allah." Di sini terselipkan kisah sengsara l8,l-19,42.

2l,l-25 Penutup, barangkali ditulis ketika kuil ini mulai diterima oleh gereja umum, di sini kedudukan Petrus ditegaskan.

Surat-surat Paulus

Sekitar dua puluh lima tahun sebelum Injil Markus ditulis, Santo Paulus sudah menulis suratnya kepada jemaat Tesalonika (l Tess ditulis sekitar tahun 41). Jenis sastranya tentu saja jenis sastra surat. Ada sekitar tujuh tulisan asli Paulus yang sejak semula tidak diragukan para ahli sebagai karya asli sang rasul. Di sini saya hanya dapat sedikit mengupas isi keseluruhan secara umum sekali, karena rumitnya pemikiran dan susunan surat-suratnya itu. Pada pokoknya Santo Paulus menjawab kesulitan jemaat yang didirikannya berdasarkan pandangan imannya akan Yesus Kristus.

Kadang-kadang sang rasul terpaksa membela diri dengan keras terhadap tuduhan saudara-saudara kristen lain terhadap keabsahan pewartaan dan kerasulannya, misalnya dalam surat Galatia. Injil di dalam surat-surat Paulus disajikan sebagai ringkasan yang amat padat dan diterapkan pada persoalan yang sedang dihadapi jemaat (lihat misalnya surat 1,2 Kor; philemon dst.).
Pseudoepigraf

Di luar ketujuh surat asli Paulus (Galatia, Rom4 I Tessalonika, 1,2 Korinti, Philipi, Kolose, Philemon), nama sang rasul dicatut agar surat-surat yang diatas namakannya itu laku, berkat kewibawaan paulus- Teknik semacam ini dilakukan pula terhadap rasul-rasul lain seperti Petrus, Yohanes, Yakobus, dan Yudas. surat-surat yang mengatas namakan Paulus itu adalah 2Tess, Titus, 1,2 Timoteus dan Hibrani (pseudoepigrafFaulus).

Dari surat-surat asli Paulus, kita dapat mernperoleh gambaran yang cukup banyak tentang jemaat dan suasananya di zaman itu. contoh persoalan jemaat dan bagaimana pemecahannya pada waktu itu akan saya sampaikan dalam ceramah

Bacaan

Dengan pengantar umum dan ceramah yang serba sedikit ini, Anda sebagai Pamong sabda siap untuk melangkah ke tahap berikutnya, yakni membaca pengantar untuk masing-masing kitab suci. Misalnya tulisan Mgr. Dr. Suharyo pr. "Injil-injil siaoptik" dan dua buku tulisan almarhum Romo Groenen OFM "Pengantar ke dalam Perjanjian Lama" dan “Pengantar ke dalam Perjanjian Baru" atau mengikuti serial VCD saya (semoga tahun ini selesai!). Dan setelah itu tentu saja Anda diharapkan membaca Alkitab dengan pedoman-pedoman tadi dan melayani sang sabda dengan bekal yang Anda dapatkan.

Selamat bekerja !!! Para Pencinta Kitab Suci dan Pewartanya.


1 komentar:

  1. Romo, apakah bahan kursus ini ada dalam bentuk buku, dan bgm cara mendptkannya. syalom..

    BalasHapus