Mengenai "Filioque"
1. Di topik lama ini bisa
dilihat tulisan dari para Bapa Gereja yang mendukung bahwa Roh Kudus berasal
dari Bapa dan Putra.
2. Paus Leo III memang menganjurkan agar filioque tidak ditambahkan pada tablet
itu. Tapi alasannya jelas-jelas bukan karena penambahan filioque adalah suatu
tindakan bidah. Toh di jaman modern sampai sekarang para Paus Gereja Katolik
tidak memaksakan [bahkan mungkin tidak menganjurkan] penambahan fillioque pada
kredo Yunani yang dibacakan oleh ritus Timur yang memakai kredo tersebut (ini
karena perbedaan ekspresi kata Yunani dalam kredo yang tidak memunginakn
penambahan filioque dalam bahasa itu). Faktanya di suratnya kepada semua
Gereja Timur Paus Leo III mengungkapkan imannya akan kebenaran filioque
(lihat Obj. 3):
[T]he
Holy Spirit, proceeding equally from the Father and from the Son,
consubstantial, coeternal with the Father and the Son. The Father, complete
God in Himself, the Son, complete God begotten of the Father, the Holy
Spirit, complete God proceeding from the Father and the Son... |
3. Sudah jelas dari diatas bahwa alasan Paus Leo III menganjurkan untuk
menghilangkan klausa filioque BUKANLAH karena penambahan klausa itu merupakan
bidah. Lalu apakah alasan sesungguhnya? Banyak spekulasi. Di link ini terdapat kompilasi berbagai pendapat para sejarahwan atas
alasan sang Paus sebagaimana dikutip dari Dictionnaire de théologie
catholique, ed. A. Vacant, et al. (Paris 1913) 5.2:2329-2931.
Terjemahan Inggris di link tersebut dibuat oleh William R. Huysman pemilik blog
bananarepublican.
4. Mengenai dokumen Ravena. Disamping
fakta bahwa dokumen itu sendiri menuliskan bahwa yang tertulis di dokumen
tersebut "should not be understood as an official
declaration of the Church’s teaching" (lihat kotak yang
ada tulisan kecilnya di bagian paling atas), si Orthodox ini tampaknya tidak
membaca dengan jelas apa yang dikutipnya sendiri. Di dokumen Ravena dikatakan
bahwa "Gereja lokal tidak dapat memodifikasi
Syahadat [yang] di formulasikan suatu konsili ekumenis." Nah, tentu saja Gereja Katolik setuju dengan ini. Filioque
TIDAK dimodifikasi oleh Gereja lokal tapi oleh GEREJA YANG UNIVERSAL [ie.
KATOLIK] dalam kesatuan dengan sang gembala utama Paus Roma. Jadi penambahan
filioque oleh Gereja Katolik tidak melanggar kalimat dari dokumen Ravena
tersebut.
5. Kalau mau landasan Konsili ekumenis atas filioque kenapa tidak pakai Konsili
Lyon II dan Florence? Di kedua konsili ekumenis tesebut pihak Orthodox
menyetujui untuk bersatu penuh dengan Roma dan mengakui semua yang diimani
Roma. Tapi kemudian menjilat ludah mereka sendiri. Ini membuktikan bahwa Gereja
Orthodox sama sekali bukan Gereja Kristus karena mereka telah menyetujui lalu
kemudian melanggar ketetapan mereka sendiri di DUA konsili ekumenis.
Plus, tanya si Orthodox kapan kitab suci
mereka di-kanon-kan.
Catatan: Orthodox tidak mempunyai kanon Kitab Suci.
Mengenai
"Filioque"
|
DV, demikian jawaban dari PGOI
1-2) Mengapa hal itu bukan bidat dalam Katolik Roma? Jika klausa
ditambahkan misalnya "Bapa keluar dari Putera", apakah juga bukan
bidat? Tahu dari mana penetapan bidat/tidak bidat?
^_^
Dalam suatu Konsili Ekumenis sudah disepakati oleh Gereja Semesta,
termasuk didalamnya tanda tangan dari Gereja Katolik Roma yang bunyinya,
"Sesudah hal ini dibacakan, Konsili / Musyawarah kudus memutuskan
bahwa haram bagi setiap manusia untuk mengumumkan, atau untuk menulis, atau
menulis yang berbeda (ἑτέραν) dari syahadat Iman,
sebagai Syahadat saingan yang didirikan oleh para Bapa suci Gereja dengan
penyertaan Roh Kudus di Nicea. Jika Para Uskup yang mengubah atau membuat
syahadat yang berbeda maka akan dinyatakan Asing, jika para umat yang
melakukannya maka akan dinyatakan terbuang."
[Tulisan Oleh: Yohanes Damaskinos Arya]
Jadi memang kesepakatan awal dilarang untuk diubah. Karena Kredo Nikea
adalah gabungan 2 hasil Konsili Ekumenis maka Gereja Katolik Roma juga
melanggar ketetapan Konsili Ekumensi 2x juga. ^_^
3) Konsili Ekumenis sebelum Skisma mana yang menetapkan "Et
Filioque" dalm Kredo sehingga hal itu dikatakan dimodifikasi oleh Gereja
Semesta (seluruh Yuridiksi tentunya, bukan hanya lokal Roma atau wilayah
tertentu saja, melainkan Gereja diseluruh wilayah termasuk 4 Pentarkhi lainnya)?
4) Konsili Lyon 2 adalah Proses Reunifikasi namun belum mencapai
keputusan bulat melainkan sebagai langkah awal adalah klausa "et
Filioque" dibacakan 3x pada pembukaan Konsili, namun belum mencapai
keputusan akhir untuk reunifikasi, demikian juga Konsili Florence (Ferrara),
saya pernah baca sendiri bahwa disana dilakukan pembelaan atas iman Orthodox
dan penolakan kasus et Filioque, Supremasi Paus dan Purgatorium oleh St.Markus
Efesus. Bahkan sampai tgl. 8 Oktober 1438 AD, Gereja Orthodox tidak pernah
menyetujui klausa "et Filioque". Dan Reunifikasi Gereja Orthodox hanya
dapat dilakukan oleh kesepakatan seluruh Yuridiksi Gereja (Gereja Semesta)
dimana semua yuridiksi harus sama-sama tanda tangan sepakat, waktu itu tanda
tangan hanya diberikan oleh Patriakh Konstantinopel namun ditolak oleh seluruh
yuridiksi lainnya sehingga dapat dikatakan belum (bukan tidak) terjadi
kesepakatan dalam Konsili tersebut.
DV,
demikian jawaban dari PGOI |
1. Mengenai bidat tidak bidat, itu bisa dibuat debat lain lagi
(dan si Orthodox pasti kalah dengan mengenaskan sebagaimana para Patriarkh dan
Uskup mereka didebat sampai kalah oleh para skolastik Latin di Konsili Ekumenis
Florence). Tapi paling tidak si PGOI harus mengakui kekeliruannya bahwa klaim
kalau Paus Leo III tidak mengijinkan penambahan fiklioque adalah karena
penambahan itu menyebabkan bidat.
2. Mengenai tulisannya si Yohanes Damaskinos Arya yang merupakan lagu
lama yang itu-itu saja:
Catholic Encyclopedia: Filioque |
3. Sejak kapan konsili ekumenis dibatasi sampai sebelum skisma
saja? Itu toh jalan pemikirannya Orthodox yang tidak pernah lagi berkonsili
ekumenis karena mereka tidak punya pemimpin [ie. Paus Roma].
Plus, sebuah konsili ekumenis tidak perlu menghadirkan seluruh Patriakrh
untuk sah. Konsili Constantinople tidak dihadiri seluruh patriakrh, tapi sah
sebagai konsili ekumenis. Belum lagi pada Konsili Chalcedon Patriakh
Alexandria, Dioscoros, meskipun hadir, tapi tidak diperkenankan bicara dan
memberi suara. Dia hadir untuk diadili. dan kemudian Konsili Chalsedon memecat
Patriakrh ini. Apakah ini kemudian berarti bahwa Konsili Chalcedon tidak
ekumenis karena kekurangan seorang Patriarkh? Lagipula, konsili Lyon II dan
Konsili Florence adalah konsili ekumenis menurut pemahaman Orthodox sekalipun
karena wakil-wakil mereka, termasuk semua patriakrh, hadir. Dan telah dicapai
kesepakatan bahwa filioque bukanlah bidat. Mengapa si Orthodox tidak menerima
Lyon II dan Florence?
Terakhir, kalaupun si Orthodox tidak mengakui ke-ekumenis-an Lyon II dan
Florence, yang menambah filioque adalah Gereja Roma, kepala semua Gereja yang
berada diatas konsili ekumenis sekalipun. Jadi tindakan Gereja roma yang
seperti ini bukanlah tindakan lokal, tapi universal. Tindakan sang gembala
utama.
4. Di konsili Lyon II 500 Uskup plus 50 Uskup Agung Orthodox mengakui
iman Gereja Katolik Roma. Memang sebagian besar dari mereka adalah dari
hierakhi Constantinople. Mereka mengikrarkan filioque, keutamaan Paus Roma,
ajaran Api Penyucian dan lain-lain.
Kalaupun di-klaim bahwa Lyons II adalah tidak sah karena sebagian besar
dari Constantinople maka seharusnya klaim ini tidak berlaku di Florence dimana
seluruh Patriakrh hadir. (lagipula ketidakhadrian Patriakrh atau uskup-uskup
lain bukanlah jaminan ke-ekumenis-an suatu konsili mengingat Constantinople I
dan Chalcedon dimana tidak semua patriarkh hadir dan sebagian besar Uskup
justru tidak hadir [di Constantinople I]).
Di konsili Florence argumen para Orthodox habis. Mereka tidak bisa lagi
berargumen ketika pihak Latin menghadirkan codex-codex tulisan para Bapa Gereja
Awal yang menunjukkan bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa DAN PUTRA. Dari semua
wakil Orthodox, dari seluruh Patriakrh sampai para Uskupnya SEMUANYA
SETUJU TERHADAP IMAN GEREJA ROMA, kecuali si Mark Eugenikos (Mark Ephesus).
Dan Mark Ephesus pun sebenarnya telah kalah berkali-kali dalam berdebat.
Namun pada perdebatan di Florence terlihat bagaimana dia kalah kelas dari para
skolastik Latin. Tidak hanya dalam filosofi tapi juga dari codex-codex tulisan
para Bapa Gereja Awal. Tidak hanya pihak Latin yang dibuat frustrasi secara
intelektual oleh kekeras-kepalaan Mark Eugenikos, tapi teman-teman Orthodox
Yunaninya juga marah-marah terhadap dia bahkan sampai hampir memukul dia karena
kekeras-kepalannya yang tidak berdasar.
Namun faktanya, Orthodox telah menjilat ludah mereka dalam sebuah
konsili ekumenis yang dihadiri seluruh patriakrh (Florence). Oleh karena itu
Orthodox sudah pasti bukan Gereja Kristus sejati.
DeusVult
wrote: |
|
|
Persatuan Gereja Orthodox Indonesia
Perlu diketahui bahwa, prinsip kesepakatan konsili dalam Gereja Orthodox memang
agak berbeda dengan Gereja Katolik Roma yang memiliki sistem Kurialisme
(pimpinan tunggal), dalam Gereja Orthodox tidak ada Kuria (pimpinan tunggal)
karena sistemnya Episkopalisme (otoritas hukum tiap yuridiksi sama dan otonom)
sehingga yang dimaksud kesepakatan dengan Gereja Orthodox adalah persetujuan
Gereja Semesta seluruh yuridiksi bukan dari sebagian yuridiksi saja. Jadi jika
hanya 1-2 (atau juga beberapa) yuridiksi saja yang menyetujui hal itu artinya
masih proses dan belum mencapai kesepakatan final dengan Gereja Orthodox,
karena tiap yuridiksi dalam Gereja Orthodox sifatnya otonom (tidak harus setuju
dengan yuridiksi tertentu sebagaimana dalam Katolik Roma).
1) Jika demikian Paus Leo III sudah menetapkan tanpa "et
Filioque" mengapa perlu ditambahkan kembali? Bukankah memang benar aslinya
tanpa "et Filioque" bahkan sampai 1054 AD tidak ada Konsili Ekumenis
yang menetapkan boleh dipakai tambahan "et Filioque". Harusnya Gereja
Roma cukup menghapus "et Filioque" saja waktu itu, mengapa harus
berkeras memakai yang sebelumnya tak ada dan tak disepakati bersama dan malahan
mengharuskan yuridiksi lain untuk memakainya tanpa proses Konsiliar?
2) Gereja Semesta/Universal itu bukan hanya 1 yuridiksi Roma saja
melainkan seluruh yuridiksi yang ada.
3) Dalam hal ini mengapa kita batasi sebelum Skisma karena permasalahan
"et Filioque" adalah sebelum Skisma, kalau setelah Skisma ya tidak
valid jika digunakan untuk merujuk permasalah yang lebih lama, karena
permasalahan "et Filioque" terjadi tahun 1054 AD maka sumber-sumber
yang menyatakan bahwa penambahan "et Filioque" secara logika harus
sebelum tahun 1054 AD dan berupa Konsili Ekumenis (dengan demikian otoritasnya
memenuhi Gereja Semesta).
Saya tidak menyatakan bahwa semua Patriakh harus hadir agar suatu Konsili
dinyatakan Ekumenis karena hal itu bisa diwakilkan seperti yang sering
yuridiksi Roma lakukan dengan mengutus Kardinalnya, melainkan suatu Konsili
Ekumenis dinyatakan sah jika DISEPAKATI oleh sebagian besar (mayoritas)
yuridiksi, kalau hanya minoritas yang sepakat dan tanda tangan hal itu tidak
bisa disebut sebagai Ekumenis karena tak mewakili pendapat Gerja Semesta.
Mengenai pernyataan ini: "kalaupun si Orthodox tidak mengakui
ke-ekumenis-an Lyon II dan Florence, yang menambah filioque adalah Gereja Roma,
kepala semua Gereja yang berada diatas konsili ekumenis sekalipun. Jadi
tindakan Gereja roma yang seperti ini bukanlah tindakan lokal, tapi universal.
Tindakan sang gembala utama." inilah yang disebut dengan Kurialisme, dan
pandangan Orthodox tidak pernah demikian, Gereja Roma hanya dipandang sebagai 1
yuridiksi saja (bukan Gereja Semesta), sehingga bagi kami tidak lebih tinggi
dari Konsili Ekumenis. Ini merupakan perbedaan pandangan Theologis antar Gereja
yang memang berbeda dan tak dapat dipaksakan sama. Karena itu dari awal saya
katakan bahwa permasalahan Skisma Besar itu tak sesederhana karena menyangkut
sistem Gerejawi yang berbeda dan pandangan Theologis yang berbeda.
4) Konsili Lyons II,
Memang Kredo Nikea dengan tambahan "et Filioque" dinyanyikan
3x pada pembukaan (tanda bahwa itu bukan kesepakatan akhir) melainkan tanda
bahwa salah satu agenda penting Konsili ini adalah pembahasan "et
Filioque".
Nah, seperti dikatakan teman Anda, bahwa yang hadir hanya minoritas Orthodox
yaitu pihak Konstantinopel sehingga hal ini tidak dikatakan sebagai suatu
keputusan seluruh Gereja Semesta.
Konsili Florence,
Saya pribadi tak melihat sebagai menang/kalah dalam diskusi Konsili Florence
karena kedua belah pihak memakai sudut Theologi yang berbeda, Orthodox dengan
Theologi Neptik dan Katolik Roma dengan Theologi Skolastika, jelas hal itu
tidak bersambut karena banyak perbedaan mendasar Theologi.
Pihak Hierarki Orthodox yang hadir dalam Konsili Florence adalah Patriakh
Konstantinopel dan 23 Uskup Metropolitan saja (3 orang diantaranya menolak
hasil Konsili, antara lain Metropolitan St.Markus Efesus, Bessarion Nikea, dan
Gennadius II yang kemudian di masa datang menjadi Patriakh Konstantinopel),
kalaupun semuanya setuju maka sedikit perwakilan tersebut tidak mengambarkan
persetujuan Gereja Orthodox secara semesta.
Berkas hasil Konsili Florence ini selanjutnya dibawa ke Sinode Kudus di
Timur untuk diratifikasi oleh Gereja Orthodox secara semesta, namun ternyata
dalam Sinode Kudus mayoritas Hierarki menolak karena kurang sesuai dengan
Tradisi Rasuli yang dipegang oleh Orthodox. Karena inilah dianggap seakan-akan
menjilat ludah sendiri padahal memang sistem konstitusinya berbeda dengan
Katolik Roma yang hanya memiliki 1 Kuria.
Fransiskus Wijayanto
Sinode Ortodox di daerah Timur ? Sinode apa tahun berapa dan dimana ? oleh
Gereja mana saja ?
Persatuan Gereja Orthodox Indonesia
Ya, Gereja Orthodox memiliki yang disebut Sinode Kudus (bukan Konsili
Ekumenis), ini merupakan rapat Hierarki untuk membahas issue dalam Gereja
Orthodox.
Holy Synod in this usage is distinct from an Ecumenical Council, which may also
informally be called a holy synod and consists of bishops from throughout the
Orthodox Church, acting together to deal with Church-wide issues.
Source: http://orthodoxwiki.org/Holy_Synod
Keputusan suatu Konsili yang tidak dapat dihadiri oleh mayoritas
yuridiksi dapat diratifikasi disini, dan hasilnya baru disebut sebagai hasil
keputusan Gereja Orthodox Semesta.
Sebenarnya Patriakh Konstantinopel pun sudah membicarakan hal ini pada
Konsili Florence bahwa keputusan akhir hanya dapat tercapai setelah ratifikasi
dalam Sinode Kudus Orthodox tercapai secara bulat.
Regard,
Daniel I FS
DV …..
1. Karena
perlu, sebagaimana Nicea I menambah syahadatnya dengan klausa Roh Kudus di
Constantinople I sehingga muncul Syahadat Nicea-Constantinople. Apakah si
Orthodox sadar bahwa penambahan itu tidak melanggar Ephesus dan Chalcedon dan
bahwa Leo III tidak melakukanya dengan alasan penambahan itu bidah? Minta dia
mengakui ini.
2. Gereja semesta hanyalah Gereja yang bersatu dengan gembala utamanya. Gereja
yang tidak mematuhi sang kepala adalah Gereja Skismatik.
3. Mengapa harus membatasi pada tahun 1054 kalau pada abad ke-13 ada konsili
ekumenis yang dikuti seluruh Patriakrh? Itu adalah konsili ekumenis yang sah
sesuai definisi Orthodox. Dan disitu dibahas secara detail tentang filioque.
Dan kesimpulannya, Orthodox mengakui bahwa tindakan Roma tidak melanggar
Ephesus dan Chalcedon dan filioque bukan merupakan bidah. Kesimpulan itu diakui
oleh semua Orthodox kecuali, termasuk patriakrh, si Mark Euginikos. Dan
keputusan ini diratifikasi oleh Paus Roma. Jadi ini adalah konsili ekumenis
yang sah menurut definisi Orthodox.
Dan tidak ada yang namanya syarat harus disepakati mayoritas Yurisdiksi. Toh di
Nicea I atau Constantinple I hanya sedikit yurisdiksi yang hadir. Kalau si
Orthodox memakai standardnya itu maka sebaiknya dia menolak Nicea I dan
Constantinople I.
4. Kalau dia mau menolak Lyons II denga alasan yang hadir hanya Constantinople
lalu mengapa dia menerima Konsili Constantinople I padahal hanya dihadiri
Patriarkh Antioch dan Constantinople.
Yang hadir di Florence antra lain:
Catholic Encyclopedia: The Council
of Florence |
Jadi itu adalah konsili ekumenis yang sah.
Sejak jaman ketujuh konsili ekumenis pertama, tidak pernah hasil konsili itu
sah karena harus diratifikasi klerus-klerus rendah. Bila standard yang diapakai
adalah ini maka tentunya Nicea I bisa dianggap bukan konsili ekumenis karena
keputusan konsili tersebut ditolak dimana-mana (bahkan Arianisme semakin berkembang
setelah Konsili Nicea I).
Tambahan:
Aku lupa ini, but, larangan di Konsili Ephesus berkenaan dengan
larangan untuk menambah pernyataan iman Konsili Nicea. Nah, kalau larangan ini
ditafsirkan berarti "semua penambahan dilarang" [posisi
Orthodox] dan bukannya "penambahan yang sesuai
boleh, tapi yang tidak sesuai tidak boleh" [posisi
Katolik], maka penggunaan tambahan dari Constantinople I oleh Orthodox
dan konsili sesudah Ephesus adalah tindakan yang bertentangan dengan kanon
Ephesus.
Berikut adalah kanon Ephesus:
CANON VII |
Ini diambil
dari websitenya Orthodox.
1.
Karena perlu, sebagaimana Nicea I menambah syahadatnya dengan klausa Roh
Kudus di Constantinople I sehingga muncul Syahadat Nicea-Constantinople.
Apakah si Orthodox sadar bahwa penambahan itu tidak melanggar Ephesus dan
Chalcedon dan bahwa Leo III tidak melakukanya dengan alasan penambahan itu
bidah? Minta dia mengakui ini.
|
Persatuan Gereja Ortodox Indonesia
Beberapa sumber biografi Paus Leo III ditulis agak berbeda, demikian:
Leo forbade the addition of filioque to the Nicene Creed which was added by
Franks in Aachen in 809. He also ordered that the Nicene creed be eng...raved
on silver tablets so that his conclusion might not be overturned in the future.
He wrote «HAEC LEO POSUI AMORE ET CAUTELA ORTHODOXAE FIDEI» (I, Leo, put here
for love and protection of orthodox faith).
Source: http://en.wikipedia.org/wiki/Pope_Leo_III
Jadi, Kredo Nikea tanpa tambahan "et Filioque" dimaksudkan oleh Paus
Leo III untuk menjaga iman yang Orthodox (lurus/benar), demikianlah yang
tercatat dalam Tablet Perak tersebut.
Bagi Gereja Semesta Orthodox, kalaupun Paus Leo III mengakui bahwa "et
Filioque" adalah bukan bidat maka tetap tak dapat mewakili ajaran Orthodox
yang sepenuhnya, ajaran Orthodox yang sepenuhnya hanya dapat ditentukan melalui
Konsili Ekumenis, sedangkan persetujuan Paus Leo III hanya dianggap sebagai
pendapat pribadi saja sebagaimana halnya persetujuan Patriakh Konstantinopel
pada Konsili Lyons II dan Konsili Florence hanya dianggap sebagai pendapat
pribadi dan bukan ajaran Gereja Semesta Orthodox.
Regard,
Daniel I FS
Persatuan Gereja Ortodox Indonesia
1) Ya itulah satu-satunya cara untuk menambahkan isi Kredo, dengan cara Konsili
Ekumenis, dalam pandangan kami Paus manapun tidak berhak untuk mengubah
langsung isi Kredo tanpa adanya Konsili Ekumenis, karena didalam Konsili
Ekumenis terdapat pagar-pagar ajaran yang lurus.
2) Nah itulah sistem Kurialisme yang juga menyebabkan terjadinya Skisma
Besar.
3) Sudah diterangkan sebelumnya bahwa Konsili Lyons II dan Konsili Florence
ditolak oleh Sinode Suci Orthodox.
Dalam Konsili Nikea I dan Konstantinopel I telah diratifikasi oleh semua Gereja
Semesta jadi dapat dikategorikan sebagai Konsili Ekumenis.
Seandainya di Sinode Suci hasil Konsili Lyons II dan Konsili Florence mendapat
ratifikasi maka tentu dikatakan sebagai Konsili Ekumenis bagi kami, namun
nyatanya adalah ditolak.
4) Konsili Lyons II dan Konsili Florence bukan ditolak karena YANG HADIR hanya
Konstantinopel namun TIDAK DISETUJUI oleh Sinode Suci sebagaimana dikatakan
Patriakh Konstantinopel waktu itu bahwa: "Keputusan persetujuan hanya bisa
diperoleh melalui Sinode Suci di Timur" namun setelah melalui proses
Sinode Suci ternyata hal itu ditolak.
Hadirnya Representatif belum menunjukkan kesepakatan seluruh yuridiksi.
Misalnya jika Kardinal Roma sebagai representatif Paus menyepakati sesuatu
dalam Konsili maka belum tentu Paus meratifikasinya, bisa saja ketika
disampaikan ke Paus hal itu ditolak, demikianlah gambaran sederhananya.
Ratifikasi Sinode Suci itu secara umum, bukan hanya klerus rendah melainkan
kesepakatan bersama dari klerus biasa sampai para Patriakh.
Bagi Katolik Roma, Konsili Lyons II dan Florence memang Ekumenis karena
sistemnya Kurialisme, sedangkan bagi Orthodox yang Episkopalisme belum
dikategorikan sebagai Konsili Ekumenis.
Regard,
Daniel I FS
DeusVult
wrote: |
|
Tambahan:
|
Persatuan Gereja Orthodox Indonesia
Larangan penambahan pada Kanon 7 adalah yang bersifat pribadi ataupun Konsili
Lokal, namun tidak berlaku untuk Konsili Ekumenis, karena otoritas Konsili
Ekumenis adalah Extra Ordinary Magisterium yaitu otoritas lua...r biasa
tertinggi dalam Gereja Semesta yang merupakan cerminan hati nurani Gereja
Semesta (umat dan rohaniwan) sesuai dengan kebenaran Tradisi Rasuli.
Jadi Hasil Konsili Ekumenis hanya bisa dilengkapi melalui Konsili Ekumenis yang
lain.
Karena itu ketika Paus Roma pada tahun 1054 AD memaksakan "et Filioque"
tanpa Konsili Ekumenis maka jelas semua Gereja Semesta menolaknya sehingga
terjadilah Skisma Besar, baru setelah itu Paus Roma menggelar Konsili sendiri
yang mereka sebut Ekumenis (bagi kami adalah lokal Konsili Roma) bagi penetapan
"et Filioque".
Regard,
Daniel I FS
DV ………..
1. Tidak masalah apakah Orthodox menganggap
filioque bidat atau tidak. Yang penting argumen mereka bahwa Leo III melarang
filioque karena itu bidat sudah dibuktikan salah, dan sebaiknya tidak diajukan
lagi sebagai dasar sikap anti-filioque oleh Orthodox. Dan di link yang sudah
aku kasih sebelumnya dijelaskan secara lebih lengkap dari sumber-sumber yang
lebih lengkap tentang alasan Leo II melarang penambahan klausa filioque.
2. Hanya Gereja Orthodox yang merasa bahwa cuma konsili ekumenis yang mampu
merubah syahadat. Terserah. Itu bukan keyakinan Gereja Katolik. Itu adalah
doktrin conciliarisme Gereja Orthodox (ie. konsili ekumenis adalah kuasa
tertinggi Gereja). Gereja Katolik berkeyakinan bahwa kekuasaan tertinggi Gereja
ada pada sang gembala utama yaitu uskup Roma. Suatu konsili menjadi ekumenis
karena Paus Roma meratifikasi sebagai konsili ekumenis
3. Kalau Florence yang ditandatangani oleh para pemimpin Gereja Orthodox yang
membawa mandat dari kolega mereka dianggap "pendapat pribadi" maka
bisa disimpulkan bahwa tanda tangan para bapa Konsili Nicea I hanyalah pendapat
pribadi. Oleh karena itu Nicea I bukanlah konsili ekumenis karena faktanya
hasil konsili ini kemudian ditolak oleh berbagai sinode yang diadakan sesudah Nicea
I. Tapi toh Orthodox mengakui Nicea I. Jadi sebenarnya mereka menggunakan
double standard (alias munafik). Di satu sisi mereka menolak Florence atas
alasan bahwa keputusan Florence hanya ditandatangani
oleh para wakil Orthodox dan belum disahkan oleh sinode Orthoodx. Tapi disisi
lain mereka menerima Nicea I padahal setelah penandatanganan para peserta
konsili banyak pihak yang menolak konsili ini dalam sinode-sinode lokal.
4. Sistem konsiliarisme jelas sama sekali tidak berjalan karena mereka tidak
pernah berkonsili ekumenis sejak konsili ekumenis yang ketujuh. Mereka tidak
dapat sepakat satu sama lain. Mirip Protestant. Tidak seperti kondisi mereka
dahulu (sebelum mereka menjadi Orthodox).
5. Alasan, "Keputusan persetujuan hanya bisa diperoleh melalui Sinode Suci
di Timur" adalah alasan yang dibuat-buat. Lihat point 3.
6. Doktrin konsiliarisme tidak ada di Kitab Suci dan tidak ada di dekrit
konsili ekumenis. Lagipula doktrin konsiliarisme bahwa harus ada persetujuan
universal sampai klerus terendah adalah sesuatu yang secara praktis tidak
mungkin. Karena sejak Konsili Nicea I selalu ada, tidak hanya klerus-klerus
rendah tapi juga uskup-uskup, yang menolak keputusan konsili. Jadi kalau
Orthodox mau memakai standard bahwa suatu keputusan konsili ekumenis baru
"ekumenis" dan "mengikat" kalau diterima oleh para
Patriakrh, Uskup sampai klerus bawah MAKA TIDAK PERNAH TERJADI SATU KONSILI
EKUMENIS PUN!!
Asisi
Persatuan Gereja Orthodox Indonesia
Mengenai Paus Leo III.
"HAEC LEO POSUI amore ET CAUTELA ORTHODOXAE Fidei"
"Saya, Leo, menempatkan di sini Prasasti dari Tablet Perak bertuliskan
Syahadat Nicea tanpa Filioque, untuk kasih dan perlindungan iman Gereja yang
Ortodoks." - Paus L...eo III -
Paus Leo III dengan jelas sudah memisahkan Syahadat mana yang Orthodox (Benar)
dan syahadat mana yang tidak Orthodox (Tidak benar)
Karena dengan jelas Paus Leo III melarang penambahan filioque kepada Kredo
Nicea yang dimulai oleh Frank di Aachen pada tahun 809
http://en.wikipedia.org/wiki/Pope_Leo_III
Gereja Orthodox atau Perdana meyakini bahwa bahwa dalam hal-hal Iman keputusan
akhir bukan tergantung pada Paus sendiri, tetapi pada Konsili Agung Eukumenis
yang diwakili oleh seluruh Episkop Gereja dan kemudian diterima oleh “Hati
Nurani” segenap Gereja, termasuk Paus juga, sehingga satu tak ada yang lebih
atas dari yang lain. Maka segenap Gereja (Rohaniwan, dan bersama –sama kaum
awam) yang harus memberikan keputusan semacam itu. Roh Kudus menuntun dan
membimbing segenap Gereja untuk sampai kepada segenap kebenaran , jadi bukan
hanya Paus saja yang dibimbing. Dan segenap Gereja itu diwakili oleh segenap
Episkopos dan kemudian diterima oleh segenap warga Gereja.
Karena Kristus adalah satu-satunya kepala Gereja, dan Gereja keseluruhan adalah
tubuhNya, maka dalam perkara-perkara keputusan yang menyangkut Iman, segenap
Gereja secara serentaklah yang dengan pimpinan Roh Kudus melalui suara bersama
dalam Konsili Agung yang dapat menyuarakan kehendak Roh Kudus mengenai
kebenaran (Kis 15:28). Sehingga keputusan konsili Eukumenis itu adalah suara
segenap Gereja dan apa yang telah diputuskan itu tidaklah dapat diganggu gugat,
baik ditambah maupun dikurangi oleh siapapun. Penambahan yang dilakukan oleh
Gereja Roma dengan “Filioque” itu,
dimata Gereja Timur adalah merupakan pengkhianatan secara langsung terhadap
keesaan Gereja dan arti tubuh Kristus, serta pelanggaran terhadap prinsip yang
olehnya Muktamar/Konsili Agung Eukumenis itu diadakan. Jadi penambahan Filioque
yang dilakukan oleh Gereja Barat tanpa persetujuan bersama itu, telah melanggar
akan dogma ekklesiologi.
Kami balik pernyataan anda, pernyataan anda mengatakan bahwa pada Gereja
Perdana Paus Roma-lah pemegang keputusan Konsili, namun dalam kenyataannya ada
beberapa kanon dalam Konsili Perdana seperti pada Konsili Konstantinopel yang
tidak disetujui oleh Paus Roma menyangkut Konstantinopel diurutan ke dua
setelah Uskup Roma, namun karena Keputusan kanon ini diterima oleh seluruh Yuridiksi
Kekatolikkan saat itu, maka kesepakatan bersama bahwa Kanon ini dimasukkan ke
dalam Hukum Kanon Konsili Konstantinopel. Terlihat di sana bahwa suara Paus
Roma sama sekali tidak mempengaruhi keputusan Konsili.
Persatuan Gereja Orthodox Indonesia
1) Ya silahkan saja dianggap begitu, itu hak Katolik Roma, kami memandang dalam
sudut yang berbeda.
2) Sepengetahuan saya di Gereja Katolik Roma, Paus setinggi-tingginya hanya
dapat mengeluarkan Ensiklik, yang otori...tasnya satu tingkat dibawah hasil
Konsili Ekumenis, yang dianggap Extra Ordinary Magisterium. Apakah ada butir
ketetapan yang mengatakan bahwa Ensiklik dapat membatalkan hasil Konsili
Ekumenis?
3) 7 Konsili Ekumenis sudah diratifikasi oleh Gereja Semesta (oleh mayoritas
Klerus dari berbagai yuridiksi), yang kemudian disebut sebagai Hati Nurani
Gereja. Konsili Florence belum diratifikasi oleh Gereja Semesta. Itulah
aturannya, percuma bilang: "Aturan Anda tak sah!" sedangkan Anda tak
paham dan tak berada dalam aturan Gereja kami. Suatu negara tak berhak
menyatakan aturan negara lain tak sah hanya dengan memandang aturannya sendiri.
4) Belum perlu diadakan Konsili Ekumenis kembali karena belum ada permasalahan
yang sampai membahayakan Gereja Semesta. Permasalahan Gereja lokal cukup
diselesaikan dengan Konsili Lokal, atau jika sifatnya luas (namun tidak
sedunia) dan hanya menyangkut isu moral maka cukup dengan Sinode
Pan-Orthodox.
5) Ya itulah kita berbeda dalam aturan sehingga tak bisa aturan Katolik Roma
dipaksakan dalam aturan Orthodox. ^_^
6) Keputusan konsili memang tidak harus bulat 100% diterima semua individu
melainkan mayoritas suara Gereja. Konsep Konsili sudah ada dalam Kis 15 bahwa
Roh Kudus secara mutlak berbicara melalui Konsili.
Selanjutnya untuk Reunifikasi antara Katolik Roma dan Orthodox biarlah kita
serahkan saja pada Hierarki yang lebih atas, cukuplah kita mengetahui dimana
pandangan yang berbedanya...
Salam damai Kristus bagi Anda, sahabat Anda, dan seluruh rekan pembaca...
Regard,
Daniel Fs
Assisi
wrote: |
|
Ini sudah ditanggapi. Dan sudah dihadirkan bukti bahwa:
1. Paus Leo III sendiri tidak menganggap filioque adalah bidah
2. Penambahan kredo jelas tidak melarang kanon Konsili Ephesus karena kanon
Ephesus melarang penambahan kanon Nicea I sementara yang dipakai Gereja
kemudian (baik Katolik maupun Orthodox) adalah kredu Nicea I yang DITAMBAH
kredo Constantinople I.
Quote: |
Gereja Orthodox atau Perdana meyakini bahwa bahwa dalam hal-hal
Iman keputusan akhir bukan tergantung pada Paus sendiri, tetapi pada Konsili
Agung Eukumenis yang diwakili oleh seluruh Episkop Gereja dan kemudian
diterima oleh “Hati Nurani” segenap Gereja, termasuk Paus juga, sehingga satu
tak ada yang lebih atas dari yang lain. Maka segenap Gereja (Rohaniwan, dan
bersama –sama kaum awam) yang harus memberikan keputusan semacam itu. Roh
Kudus menuntun dan membimbing segenap Gereja untuk sampai kepada segenap
kebenaran , jadi bukan hanya Paus saja yang dibimbing. Dan segenap Gereja itu
diwakili oleh segenap Episkopos dan kemudian diterima oleh segenap warga
Gereja. |
Fakta sejarah menunjukkan bahwa ajaran kalau suara segenap Gereja
dalam konsili ekumenis adalah satu-satunya kuasa tertinggi di Gereja adalah
adalah ajaran yang salah karena:
1. Pada faktanya sejak dari awal tidak pernah ada konsili ekumenis dimana
seluruh uskup Gereja mencapai kata sepakat. Sebagai fakta, sesudah konsili
Nicea I, berbagai synode uskup lokal menghasilkan keputusan yang bertentangan
dengan Nicea I dan bahkan meng-anathema anggota Gereja yang mengimani iman
Nicea I. Pada konsili Chalcedon Patriarkh Alexandria dicabut suaranya dan
hampir seluruh anggota keuskupannya menolak hasil Chalcedon.
2. Sejak berpisah dengan Gereja Katolik, Orthodox tidak pernah menghasilkan
satu konsili ekumenis pun. Kalau dikatakan bahwa tidak ada masalah yang
penting, maka itu adalah alasan yang dibuat-buat. Toh karena tidak mampu
mengadakan konsili ekumenis Orthodox sampai saat ini tidak memiliki daftar
kanon Kitab Suci yang tetap. Disamping itu, meskipun para Orthodox sepakat
bahwa Gereja Katolik telah melakukan bidah dengan menambah filioque, tapi
faktanya mereka tidak pernah berkonsili
ekumenis untuk secara resmi dan khidmat meng-anathema Gereja Katolik yang sesat
sebagaimana pada jaman dahulu konsili ekumenis meng-anathema Uskup atau
ke-patriarkhan yang sesat. Jadi bukannya Gereja Orthodox tidak memerlukan
konsili ekumenis, tapi mereka TIDAK MAMPU berkonsili ekumenis.
Quote: |
Penambahan yang dilakukan oleh Gereja Roma dengan “Filioque”
itu, dimata Gereja Timur adalah merupakan pengkhianatan secara langsung
terhadap keesaan Gereja dan arti tubuh Kristus, serta pelanggaran terhadap
prinsip yang olehnya Muktamar/Konsili Agung Eukumenis itu diadakan. Jadi
penambahan Filioque yang dilakukan oleh Gereja Barat tanpa persetujuan
bersama itu, telah melanggar akan dogma ekklesiologi. |
Konsili Ephesus melarang penambahan Kredo Nicea I tapi Gereja Orthodox
menggunakan Kredo Nicea I yang ditambah dengan Kredo Constantinople I. Jadi
Gereja Orthodox juga melanggar larangan Ephesus karena menambah kredo Nicea I.
Oleh karena itu kanon Ephesus yang melarang penambahan kredo tidak bisa
diartikan sebagai penambahan "kata" tapi pelarangan terhadap
penambahan "iman yang tidak sesuai" dengan kredo Nicea I.
Quote: |
Kami balik pernyataan anda, pernyataan anda mengatakan bahwa
pada Gereja Perdana Paus Roma-lah pemegang keputusan Konsili, namun dalam
kenyataannya ada beberapa kanon dalam Konsili Perdana seperti pada Konsili
Konstantinopel yang tidak disetujui oleh Paus Roma menyangkut Konstantinopel
diurutan ke dua setelah Uskup Roma, namun karena Keputusan kanon ini diterima
oleh seluruh Yuridiksi Kekatolikkan saat itu, maka kesepakatan bersama bahwa
Kanon ini dimasukkan ke dalam Hukum Kanon Konsili Konstantinopel. Terlihat di
sana bahwa suara Paus Roma sama sekali tidak mempengaruhi keputusan Konsili. |
Ini keliru.
Konsili Constantinople (381AD) adalah konsili lokal yang bahkan tidak diikuti
oleh seluruh Gereja Timur (sementara pihak Gereja Barat bahkan sama sekali
tidak ada). Menurut Orthodox sendiri, konsili Constantinople I baru menjadi
Konsili ekumenis setelah diangkat statusnya pada Konsili Chalcedon (451AD).
Itupun yang diakui ke-ekumenisannya cuma kredo yang dihasilkan Constantinople
I.
Nah, pada konsili Chalcedon ada pihak-pihak yang ingin mengangkat status
Keuskupan Constantinople menjadi yang kedua setelah Roma. Maka setelah konsili
selesai [ie.para utusan Roma pulang], mereka ini mengeluarkan kanon 28 yang
mengatakan bahwa Keuskupan Constantinople adalah yang kedua setelah Roma dengan
merujuk kepada kanon konsili Constantinople I. Mereka ingin agar kanon ini
mendapat pengesahan dari konsili ekumenis.
Karena wakil Roma sudah pulang, mereka kemudian mengirimkan keputusan ini
kepada Paus Leo I untuk mendapat pengesahan. Tapi kemudian oleh Paus Leo kanon
28 tersebut ditolak mentah-mentah. Patut dicatat bahwa Paus Leo I adalah
seorang Paus yang dipuja oleh Gereja Orthodox. Dia dianggap sebagai Bapa
Gereja, seorang Santo dan merupakan sedikit orang yang mendapat gelar Agung
menurut Orthodox sekalipun. Tidak hanya itu, hari pesta Paus Leo I juga
dirayakan di kalender liturgis Gereja-Gereja Orthodox.
Alasan Paus Leo I menolak kanon 28 yang mengangkat posisi keuskupan
Constantinople adalah bahwa kanon semacam itu akan melanggar ketetapan kanon
Nicea I (ie. kanon 6) dimana dikatakan bahwa para Patriakrh Roma, Alexandria
dan Antiokia memiliki yurisdiksi terhadap keuskupan dibawahnya. Sementara
Keuskupan Constantinople sendiri berada dibawah yurisdiksi Kepatriarkhan
Alexandria!!
Jadi pengangkatan Keuskupan Constantinople menjadi yang kedua setelah
Roma akan melangkahi Kepatriarkhan Alexandria. Fakta sejarah pun membuktikan
bahwa sejak Kaisar Constantine memindahkan ibukota kekaisaran dari Roma ke
Constantinople, Keuskupan Constantinople selalu berusaha menaikkan derajatnya
sementara baik Ke-patriakrhan Alexandria maupun Roma sama-sama melawan
kesombongan Keuskupan Constantinople. Bahkan pada Konsili Ephesus (431AD)
ke-patriarkh-an Alexandria memperoleh justifikasi terhadap kesombongan
Keuskupan Konstantinople yang dibawahinya karena pada konsili itu Uskup
Constantinople dan bawahannya dikutuk oleh Patriakrh Alexandria Santo Cyril
dari Alexandria dengan dukungan dari Roma.
Namun setelah Konsili Chalcedon, lambat laun Keuskupan Constantinople diangkat
menjadi yang kedua setelah Roma. Tapi harus diingat bahwa pengangkatan ini baru
terjadi jauh setelah Konsili Constantinople I maupun konsili Chalcedon
(tepatnya pada Konsili Constantinople IV pada 869AD)
Jadi singkatnya, keputusan Paus Roma untuk tidak mengakui kanon Konsili
Constantinople I diakui oleh semua pihak, paling tidak sampai beberapa waktu
setelah Konsili Chaldeon pada 451AD.
Quote: |
Persatuan
Gereja Orthodox Indonesia |
Dan fakta sejarah, baik dari Bapa Gereja Barat maupun Timur, menunjukkan
bahwa pandangan Gereja Roma-lah yang benar.
Quote: |
2) Sepengetahuan saya di Gereja Katolik Roma, Paus
setinggi-tingginya hanya dapat mengeluarkan Ensiklik, yang otori...tasnya
satu tingkat dibawah hasil Konsili Ekumenis, yang dianggap Extra Ordinary
Magisterium. Apakah ada butir ketetapan yang mengatakan bahwa Ensiklik dapat
membatalkan hasil Konsili Ekumenis? |
Hasil konsili ekuemenis bisa berupa dogma dan bisa berupa tindakan
disipliner. Dogma jelas tidak bisa dirubah karena dogma adalah kebenaran yang
kekal. Sehingga Paus tidak bisa mengubah dogma hasil konsili ekuemnis BUKAN
KARENA DOGMA ITU DIHASILKAN KONSILI EKUMENIS tapi karena dogma itu adalah
pernyataan kebenaran yang tidak bisa dirubah.
Namun untuk masalah disipiner, Paus mempunyai kuasa untuk merubah dekrit
konsili ekumenis:
COUNCIL OF FLORENCE |
Lalu juga ada keputusan kuno berikut (lihat tanggalnya):
ST BONIFACE I
418-422 |
Surat yang bernada sangat otoritatif ini ditujukan kepada
Uskup-uskup di daerah yang bukan ke-Patriarkh-an Roma [ie. Korintus]. Ini
menunjukkan bahwa Paus jaman dahulu sadar akan kuasanya atas seluruh Gereja
Katolik. Surat Paus St. Boniface I lebih keras karena dia secara eksplisit
mengatakan bahwa apa yang diputuskan oleh Tahta Apostolik (ie. Roma) adalah
final dan tidak diijinkan untuk didiskusikan kembali.
Quote: |
3) 7 Konsili Ekumenis sudah diratifikasi oleh Gereja Semesta
(oleh mayoritas Klerus dari berbagai yuridiksi), yang kemudian disebut
sebagai Hati Nurani Gereja. Konsili Florence belum diratifikasi oleh Gereja
Semesta. Itulah aturannya, percuma bilang: "Aturan Anda tak sah!"
sedangkan Anda tak paham dan tak berada dalam aturan Gereja kami. Suatu
negara tak berhak menyatakan aturan negara lain tak sah hanya dengan
memandang aturannya sendiri. |
Aturan Gereja Orthodox adalah aturan yang mendua.
Disatu sisi mereka menerima keputusan ketujuh konsili ekumenis
yang BERDASARKAN FAKTA SEJARAH tidak disepakati oleh SELURUH Gereja dan ditolak
oleh berbagai Gereja, tapi mereka menolak keputusan Konsili
Florence dengan alasan yang sama.
Jadi ini bukan masalah "aturanku dan aturanmu." Tapi masalah
ke-mendua-an. Masalah hypocrisy.
Quote: |
4) Belum perlu diadakan Konsili Ekumenis kembali karena belum
ada permasalahan yang sampai membahayakan Gereja Semesta. Permasalahan Gereja
lokal cukup diselesaikan dengan Konsili Lokal, atau jika sifatnya luas (namun
tidak sedunia) dan hanya menyangkut isu moral maka cukup dengan Sinode
Pan-Orthodox. |
Alasan "belum perlu konsili ekumenis karena belum ada
permasalahan yang membahayakan Gereja semesta" adalah alasan yang
dibuat-buat.
Sudah dijelaskan diatas bagaimana sampai sekarang Orthodox tidak mempunyai
kanon Kitab Suci yang baku karena mereka tidak mampu berkonsili ekumenis.
Bahkan mereka juga tidak pernah secara baku meng-anathema "kesesatan"
Gereja Roma dalam suatu konsili ekumenis meskipun mereka semua sepakat bahwa
Roma telah jatuh ke dalam bidah.
Sudah berlangsung 1,200 tahun lebih sejak Orthodox tidak melakukan konsili
ekumenis. Padahal pada 800 tahun pertama sudah ada tujuh kali konsili
ekumenis.
Kesimpulannya, Orthodox memang tidak bisa berkonsili ekumenis.
Quote: |
5) Ya itulah kita berbeda dalam aturan sehingga tak bisa aturan
Katolik Roma dipaksakan dalam aturan Orthodox. ^_^ |
Masalahnya sebenarnya bukan beda aturan. Karena kalaupun memakai
aturannya Orthodox sendiri, mereka terbukti telah bertindak melanggarnya dan
tidak konsisten.
Quote: |
6) Keputusan konsili memang tidak harus bulat 100% diterima
semua individu melainkan mayoritas suara Gereja. Konsep Konsili sudah ada
dalam Kis 15 bahwa Roh Kudus secara mutlak berbicara melalui Konsili. |
Mayoritas itu yang bagaimana? Beberapa waktu
setelah konsili Nicea I selesai mayoritas Uskup malahan menolak iman Nicea I
dan memeluk Arianisme.
Sementara pada Konsili Florence SELURUH Patriakrh termasuk SULURUH Uskup yang
hadir di konsili tersebut menyetujui hasil konsili, KECUALI SATU. Bandingkan
dengan Nicea I yang disetujui seluruh Uskup yang hadir, KECUALI DUA.
Konsep supremasi Paus juga ada di Kitab Suci (Mat 16:18-19, Yohanes 21:15-17,
Luk 22:32) termasuk di Kis 15 dimana terlihat peran kepemimpinan Petrus di
konsili Jerusalem tersebut.
Asisi …..
Persatuan Gereja Orthodox Indonesia
1-2) Ya itu sudut pandang bagi Katolik Roma, semua data yang ditampilkan adalah
Konsili Roma setelah Skisma Besar. Kami memiliki interpretasi yang berbeda pada
tulisan Bapa Gereja.
3) Konsili Ekumenis terbukti dirat...ifikasi oleh Gereja Semesta. Saya tidak
pernah bilang bahwa Konsili harus 100% diterima seluruh Individu, namun cukup
diterima/diratifikasi oleh mayoritas Gereja Semesta.
4) Silahkan saja berpendapat demikian, hal itu tidak mengubah alasan
kami.
5-6) Berapa peserta Gereja Timur pada Konsili Nikea I? dan berapa peserta
Gereja Timur pada Konsili Florence?
Konsili Ekumenis Nikea I,
The participating bishops were given free travel to and from their episcopal
sees to the council, as well as lodging. These bishops did not travel alone;
each one had permission to bring with him two priests and three deacons; so the
total number of attendees could have been above 1800.
Source: http://en.wikipedia.org/wiki/First_Council_of_Nicea
Sekitar 1800 undangan, 1000 kepada Gereja Timur dan 800 kepada Gereja Barat
telah disebarkan, lebih dari 1800 perwakilan Hierarki melakukan Konsili.
Konsili Florence,
Dihadiri oleh 23 Uskup Gereja Timur...
Jelas jumlah yang sedikit belum mewakili Gereja Semesta. Lagipula delegasi
Gereja Timur sudah menyatakan bahwa: hasil Konsili ini akan diratifikasi
kembali dalam Sinode Kudus Gereja Timur baru keputusan dari Gereja Orthodox
dapat disebut hati nurani Gereja. Anda berkata dengan jelas "setelah
Konsili selesai" mereka menolak berarti memang hasil Konsili sudah
diratifikasi Gereja Semesta dan kemudian
baru penyesatan berkembang.
Regard,
Daniel Fs
Assisi
wrote: |
|
Data yang mana?
Quote: |
3) Konsili Ekumenis terbukti dirat...ifikasi oleh Gereja
Semesta. Saya tidak pernah bilang bahwa Konsili harus 100% diterima seluruh
Individu, namun cukup diterima/diratifikasi oleh mayoritas Gereja Semesta. |
Mayoritas?
Mengapa setelah Konsili NIcea I selesai mayoritas Uskup menolaknya? Tidak hanya
itu, para Uskup Arian mengutuk dan mengasingkan Uskup non-Arian termasuk St.
Athanasius.
Quote: |
4) Silahkan saja berpendapat demikian, hal itu tidak mengubah
alasan kami. |
Alasan-alasannya tidak sesuai dengan sejarah dan iman para Bapa
Gereja.
Quote: |
5-6)
Berapa peserta Gereja Timur pada Konsili Nikea I? dan berapa peserta Gereja
Timur pada Konsili Florence? |
Memangnya Gereja Semesta itu hanya "Gereja Timur?"
Kesombongan dari mana ini?
Pada Nicea I hanya ada DUA (mungkin tiga) pihak Barat. Pada Constantinople I
SAMA SEKALI TIDAK ADA pihak Barat. Berarti apakah sah-sah saja bagi Gereja
barat untuk menolak Konsili NIcea I dan Constantinople I (not to mention kelima
konsili ekumeni lainnya dimana pihak Barat amat sangat sedikit, bahkan kurang
dari lima).
Apakah Orthodox mau bersatu dengan Gereja Barat yang menolak Nicea I dan
Constantinople I dengan alsan bahwa Uskup Barat hanya sedikit yang hadir?
Belajaralah sejarah. Lihat tulisan Bapa Gereja. Dari situ terpukti without a
doubt bahwa Gereja Orthodox telah tersesat.
DV, tanggapanmu diatas yang poin 5-6 belum
dijawab, dan poin 1-2 aku minta PGOI menuliskan data pandangan Bapa2 Gereja
sebelum Skisma yang menurut mereka tidak sesuai dengan pandangan
fillioque.
But btw, ini ada pandangan Ortodox mengenai Supremasi Paus, dan aku membutuhkan
pandanganmu :
Persatuan Gereja Orthodox Indonesia
Pada umumnya untuk mendukung akidah Supremasi Mutlak tersebut Gereja Roma
mendasarkan pada ayat Mat 16:18 yang digunakan untuk membuktikan bahwa Rasul
Petrus adalah batu karang Gereja, benarkah demikian? Mari kita tinjau menurut
pandangan Gereja Orthodox,
Mat 16:18
18. καγὼ δέ σοι λέγω ὅτι σὺ εἶ Πέτρος καὶ ἐπὶ ταύτῃ τῇ πέτρᾳ οἰκοδομήσω μου τὴν ἐκκλησίαν καὶ πύλαι ᾅδου οὐ
κατισχύσουσιν αὐτῆς.
18. Kago de soi lego [Aku berkata kepadamu] oti su ei [bahwa engkau adalah]
Petros [Petrus] kai epi taute te petra [dan atas batu karang ini] oikodomeso [Aku
akan membangun] mou ten ekklesian [GerejaKu] kai pulai [dan gerbang] adou
[Hades] ou katischusousin autes [tidak akan menguasainya].
18. Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang
ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.
Sekarang marilah kita tinjau kata “πέτρᾳ” (petra, batu karang) yang digunakan dalam Mat 16:18, kata yang
digunakan dalam Mat 16:18 ternyata memiliki sifat Noun-Dative Singular
Feminine, seharusnya jika Yesus Kristus memang bermaksud untuk mengacu pada
pribadi Rasul Petrus seorang maka kata yang digunakan haruslah bersifat
Masculine (bagi laki-laki), karena jenis kata yang digunakan Feminine (bagi
perempuan) maka hal ini bukanlah merujuk kepada Petrus secara pribadi yang adalah
laki-laki.
Yesus Kristus tidak pernah menilai Rasul Petrus secara pribadinya, namun
berdasarkan apa yang dikatakannya, mari kita tinjau masih dalam ayat perikop
yang sama berikut ini:
Mat 16:23
23. Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis.
Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang
dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."
Bagaimana mungkin pada ayat sebelumnya Petrus dikatakan sebagai “batu karang
Gereja” dan sekarang dikatakan sebagai “batu sandungan”? dengan demikian
Pengakuan Iman Rasul Petruslah yang menjadi batu karang Gereja dan perkataan
sembrono Rasul Petruslah yang menjadi batu sandungan.
Jadi Pengakuan Iman apakah yang menjadi “batu karang Gereja” itu? Tentu kita
harus melihat pada pernyataan Rasul Petrus sebelumnya, yaitu:
Mat 16:16
16. Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang
hidup!"
Pernyataan Rasul Petrus pada Mat 16:16 ternyata sesuai dengan kaidah Kitab Suci
yang menyatakan bahwa batu karang itu adalah Kristus [sesuai dengan Pernyataan
Iman Rasul Petrus pada Mat 16:16]
1Kor 10:4
4. dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari
batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus.
Dengan demikian, maka ayat-ayat dalam Kitab Suci dapat berjalan secara
harmonis.
II. Kesaksian Tradisi Rasuli: Bapa Gereja
Setelah kita mengetahui dalam kajian diatas bahwa gramatika Kitab Suci tidak
memungkinkan untuk menggunakan kata “petra” (feminine) pada Petrus (masculine)
maka pernyataan Bapa Gereja yang seakan-akan mengacu pada Rasul Petrus sebagai
batu karang harus dipahami sebagai suatu jargon yang mewakili Pengakuan Iman
Rasul Petrus. Kesaksian dari beberapa Bapa Gereja [seluruhnya diajarkan oleh 44
Bapa Gereja telah menyatakan hal yang sama] tentang hal itu adalah sebagai
berikut:
“Batu karang adalah kesatuan iman, bukan pribadi Petrus”.
[St.Cyprian dari Karthage tahun 258 AD dalam De Catholicae Ecclesiae
Unitate,Cap. 4-5]
“Diatas batu karang ini Aku akan membangun. Ini adalah diatas Pengakuan
Iman.”
[St.Khrysostomos. Hom.54,Patrologia Grecae.58:518.Col.534]
“Kristus, sebagaimana engkau ketahui, membangun GerejaNya bukan pada seorang
manusia namun pada pengakuan Petrus. Apakah yang diakui oleh Petrus? Engkaulah
Kristus, Putera dari Allah yang hidup.”
[St.Augustine Works. New Rochelle: New City Press, 1993,P.327]
“Kemudian, Iman adalah dasar Gereja, sebab hal itu tidak dikatakan pada daging
Petrus, namun pada imannya, bahwa gerbang-gerbang Hades tidak akan
menguasainya. Namun Pengakuan Imannya telah mengalahkan
Hades.”
[Ambrose. The Sacrament Of The Incarnation Of Our Lord. 4.32-5.35]
“Kemudian Tuhan berkata kepadanya: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang
ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.
Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini
akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di
sorga. Jadi Petrus adalah yang pertama menerima kuasa untuk mengikat dan
melepaskan, dan ia yang pertama memimpin orang-orang kepada iman oleh kuasa
khotbahnya. Namun juga, para rasul yang lain telah dibuat setara/sederajat
(equal) dengan Petrus dalam suatu hubungan yang dihormati dan berkuasa.”
[Isidore Of Seville, The Church, 2,5]
“Engkau adalah Petrus, dan atas batu karang ini yang mana engkau telah menerima
namamu, itulah, atas DiriKu Sendiri, Aku akan mendirikan GerejaKu. Diatas iman
yang sempurna ini, yang mana engkau telah akui, Aku akan mendirikan
GerejaKu.”
[St.Bede.Homily I.165.Homilies On The Gospels.163]
Demikianlah Gereja Orthodox selanjutnya memahami jargon-jargon tulisan Bapa
Gereja yang menghubungkan antara Petrus dan batu karang secara langsung [hanya
ditemui 17 kali dalam kutipan Bapa Gereja saja dan sebagian sudah dijelaskan
pada tulisan beliau yang lain bahwa yang dimaksud adalah Pengakuan Iman
Petrus]. Gereja Orthodox tidak pernah mengingkari Primasi Gereja Roma sebagai
kakak tertua yang patut dihormati (Primus Interpares), namun menolak Supremasi
Mutlak yang diterapkan oleh Gereja Roma kepada Gereja-Gereja Yuridiksi lain.
Demikianlah, semoga kita dapat saling mengerti dan memahami sehingga Persatuan
Gereja dapat segera terwujud.
Persatuan Gereja Orthodox Indonesia
Kanon ke 6 Konsili Nicea
Biarkan kebiasaan kuno di Mesir, Libya dan Pentapolis berlaku, bahwa Uskup
Aleksandria memiliki Kuasa atas semua wilayah yurisdiksinya , karena seperti
itu juga tradisi untuk Uskup Roma atas semua wilayahnya. Demikia...n juga di Antiokhia
dan provinsi lain, membiarkan Gereja-gereja mempertahankan hak-hak mereka. Dan
secara universal dipahami, bahwa jika ada orang yang akan menjadi uskup tanpa
persetujuan Metropolitan, Sinode besar telah menyatakan bahwa manusia seperti
ini seharusnya tidak menjadi uskup. Namun, jika dua atau tiga orang uskup dalam
kasih mengalami perbedaan pendapat, menuntut hak pemilihan umum, itu menjadi
wajar dan sesuai dengan hukum gerejawi, kemudian membiarkan pilihan mayoritas
berlaku.
http://www.ccel.org/ccel/schaff/npnf214.vii.vi.viii.html
Jadi pernyataan Katolik Roma bahwa Paus Roma berkuasa atas semua Gereja di
dunia ini adalah tidak benar dan menghianati Kanon Konsili yang ditetapkan oleh
Bapa Gereja mula-mula di Nicea, artinya melanggar Kanon Suci dan Tradisi
Suci.
"Barang siapa yang ingin dalam keselamatan harus tunduk pada kekuasaan
Paus Roma." - Unam Sanctam, Pernyataan Katolik Roma mengenai kekuasaan
mutlak Paus Roma –
Ini tulisan Ortodox mengenai pandangan
Tertulianus dan Origenes :
1. Tertulianus
"I believe that the Spirit proceeds not otherwise than from the Father
through the Son" (Against Praxeas 4:1 [ca. A.D. 220])
"Roh Kudus tidak keluar selain dari Bapa, melalui Anak."
Tertulianus tidak berpendapat Roh Kudus Keluar dari Bapa dan Anak, melainkan
Tertulianus masih berpegangan kepada Injil Yohanes bahwa Roh Kudus keluar hanya
dari Bapa dan diutus oleh anak (melalui anak)
2. Origen
“We believe, however, that there are three persons: the Father and the Son and
the Holy Spirit; and ...we believe none to be unbegotten except the Father. We
admit, as more pious and true, that all things were produced through the Word,
and that the Holy Spirit is the most excellent and the first in order of all
that was produced by the Father through Christ" (Commentaries on John 2:6
[ca. A.D. 277])"
"Kami percaya, bagaimanapun, bahwa ada tiga hakekat: Bapa dan Anak dan Roh
Kudus, dan kami percaya tidak akan ada yang dikeluarkan kecuali dari Bapa. Kami
mengakui, dengan kesalehan dan kebenaran, bahwa segala sesuatu telah dihasilkan
melalui Firman, dan bahwa Roh Kudus adalah yang paling baik dan yang pertama
dalam urutan semua yang dikeluarkan oleh Bapa melalui Kristus."
Sekali lagi disebutkan bahwa Roh Kudus hanya dikeluarkan oleh Bapa melalui
Perutusan Kristus.
(but btw keduanya bukan Santo, mohon tanggapanmu bro DV)
sedikit pemikiran dariku,
Orthodox sudah membuat semacam tuduhan bahwa Roma merekayasa pandangan2 St
Agustinus.
Aku memahami bahwa dalam hal dogma, EDO harus keras, dan memang bukan karena
benci, justru karena Kasih, karena umat Katolik yang kurang mau belajar akan
sangat mudah terjerumus, mulai dari pemahaman Atheis, Islam, Protestan, dan
tingkatan tertinggi adalah Skisma Orthodox.
dan orang sulit menerima kekerasan dan kekakuan dalam menyampaikan dogma
sebagai wujud Kasih. tapi jujur aku sendiri belum mampu menyampaikan dengan
gaya EDO.
Asisi
wrote: |
|
Kayanya orang Orthodox cuman mengada2 cari alasan deh. Dari sejak
dulu bahkan Bapa2 Gereja Timur juga menegaskan Roh Kudus berasal dari Bapa dan
Putra.
The Athanasian Creed
"[W]e venerate one God in the Trinity, and the Trinity in oneness. . . .
The Father was not made nor created nor begotten by anyone. The Son is from the
Father alone, not made nor created, but begotten. The Holy Spirit is
from the Father and the Son, not made nor created nor begotten, but
proceeding" (Athanasian Creed [A.D. 400]).
Epiphanius of Salamis
"The Father always existed and the Son always existed, and the Spirit
breathes from the Father and the Son"
http://www.catholic.com/library/Filioque.asp
JAWAB DV …………….
Setelah
lama absen yang ingin aku lakukan dahulu adalah meneruskan yang ini:
Assisi
wrote: |
DV,
tanggapanmu diatas yang poin 5-6 belum dijawab, dan poin 1-2 aku minta PGOI
menuliskan data pandangan Bapa2 Gereja sebelum Skisma yang menurut mereka
tidak sesuai dengan pandangan fillioque. |
Ini adalah argumen kuno Protestant. Dan sungguh memprihatinkan
bagaimana argumen Protestant ini digunakan oleh seorang Orthodox, pewaris
budaya Yunani. Orang dengan pengetahuan budaya Yunani seharusnya tahu bahwa
argumen ini sangat menggelikan.
Kata "petra" digunakan karena untuk kata benda alam (ie. batu) aturan
tata bahasa Yunani mengatakan bahwa jenis kelamin dari kata benda alam itu
adalah wanita/feminine. Maka untuk "batu" dipakailah kata
"petra" yang merupakan kata Yunani untuk batu yang gendernya
wanita/feminine.
Sementara itu Simon Bin Jonah adalah seorang laki-laki. Maka tentunya kata
"batu" yang digunakan harus berjenis kelamin laki-laki, yaitu
"Petros."
Jadi perbedaan "petra" dan "petros" di Mat 16:18 adalah
murni masalah aturan tata bahasa Yunani (yang seharusnya diketahui oleh
Orthodox, paling tidak Orthodox Yunani).
Namun, yang lebih penting adalah fakta bahwa nama "Petros" (Yunani)
"Petrus" (Indonesia) atau "Peter" (Inggris) atau
"Pierre" (Perancis) atau "Pedro" (Spanyol) atau
"Pietro" (Italia) dst sebenarnya tidak pernah ada. Simon Bin Jonah
tidak diberi nama Petros, Petrus, Peter, Pierre dst. Nama yang diberikan Yesus
kepada Simon Bin Jonah adalah "Kefas." Sebuah kata bahasa
Aramaik yang berarti "batu." Petros, Petrus, Peter, Pierre dst adalah
TERJEMAHAN dari "Kefas."
Teman-teman dekat dan teman Yahudi Simon Bin Jonah sendiri memanggil dia
dengan sebutan "Kefas" (Yoh 1:42, 1 Kor 15:5, Gal 1:18 dll).
Bahasa ibu (lingua franca) dari Yesus dan para muridNya adalah Aramaik
(di film Passion of The Christ, para karakter Yahudi menggunakan bahasa Aramaik
kecuali pada saat berbicara dengan orang Romawi [dalam beberapa adegan, serdadu
Romawi juga berbicara dengan orang Yahudi dalam bahasa Aramaik]). Dalam
kesehariannya bahasa yang digunakan Yesus dan murid-muridNya adalah
Aramaik.
Oleh karena itu segala argumen bahasa Yunani adalah argumen yang konyol karena
Yesus tidak menggunakan bahasa Yunani di Mat 16:18. Yang digunakan Yesus adalah
bahasa Aramaik. Ini ditambah lagi dengan fakta bahwa menurut St. Papias, Uskup
Hieropolis, yang sempat hidup di jama para rasul dan mendengarkan St. Yohanes
Rasul mengajar, Injil Matius aslinya ditulis dalam lidah Ibrani bukan bahasa
Yunani.
Jadi tidak ada perbedaan "petra/petros" karena kata yang digunakan
adalah "kefas" dan kata ini tidak ada jenis kelaminnya. Sehingga Mat
16:18 bunyinya adalah seperti ini:
Mat 16:18 |
Quote: |
Yesus
Kristus tidak pernah menilai Rasul Petrus secara pribadinya, namun
berdasarkan apa yang dikatakannya, mari kita tinjau masih dalam ayat perikop
yang sama berikut ini: |
Sebelum membahas Mat 16:23 harus dijelaskan bahwa Gereja Katolik meyakini
bahwa baik diri Petrus sendiri maupun pengakuan Petrus adalah
batu karang Gereja:
552 Simon Peter holds the first place in the
college of the Twelve;[Cf Mk 3:16; Mk 9:2 ; Lk 24:34 ; 1 Cor 15:5 .] Jesus
entrusted a unique mission to him. Through a revelation from the Father,
Peter had confessed: 'You are the Christ, the Son of the living God.' Our
Lord then declared to him: 'You are Peter, and on this rock I will build my
Church, and the gates of Hades will not prevail against it.'[Mt 16:18 .] Christ,
the 'living Stone',[1 Pet 2:4.] thus assures his Church, built on
Peter, of victory over the powers of death. Because of the faith
he confessed Peter will remain the unshakeable rock of the Church. His
mission will be to keep this faith from every lapse and to strengthen his
brothers in it.[Cf. Lk 22:32.] |
Lalu bagaimana dengan ayat Mat 16:23 dimana Petrus dipanggil Setan
dan menjadi batu sandungan buat Yesus?
Well, pertama-tama kata "setan" sebenarnya adalah kata Ibrani yang
berarti [ie. terjemahan Indonesianya] "si penuduh" atau "si
pelawan." Jadi bukannya Yesus berkata bahwa Petrus dirasuki Setan sang
mantan malaikat atau bahwa Petrus adalah si Setan sang mantan malaikat. Tapi
bahwa Petrus bertingkah seperti seorang pelawan. Melawan apa? Melawan kehendak
Allah yang ingin agar Yesus menderita dan mati. Petrus hanya memikirkan
kehendak manusia-nya.
Kedua, ayat Mat 16:23 tidak bertentangan dengan ajaran bahwa Petrus dijadikan
batu karang Gereja karena ajaran tersebut SAMA SEKALI TIDAK MENGATAKAN BAHWA
PETRUS TIDAK PERNAH BISA KELIRU (Petrus hanya tidak bisa keliru dalam saat
tertentu) ATAU TIDAK BOLEH DITEGUR.
Gereja Katolik pun setia terhadap Kitab Suci dan tidak pernah
mengajarkan bahwa Paus tidak pernah bisa keliru (kecuali pada saat tertentu)
atau tidak boleh ditegur. Santo Bernard, Santo Thomas dari Canterbury, Santa
Catherine dari Sienna dan lain-lain pernah menegur Paus.
Bila pimpinan salah, kenapa tidak boleh ditegur? Tidak pernah Mat 16:18 diimani
bahwa Paus adalah seorang superman yang super sempurna.
Quote: |
Pernyataan
Rasul Petrus pada Mat 16:16 ternyata sesuai dengan kaidah Kitab Suci yang
menyatakan bahwa batu karang itu adalah Kristus [sesuai dengan Pernyataan
Iman Rasul Petrus pada Mat 16:16] |
Si Orthodox berargumen bahwa karena di 1Kor 10:4 diri/pribadi
Yesus adalah "petra," maka tidak boleh ada diri/pribadi lain yang
adalah "petra." Oleh karena itu kata "petra" di Mat 16:18
hanya bisa berarti "pengakuan" Petrus, bukan "diri/pribadi"
petrus.
Namun argumen ini malahan akan memukul balik. Di Kitab Suci Allah disebut
sebagai Sang Gembala (Kej 49:24; Mzm 23:1; Yoh 10:11-16; Ibr 13:20; 1Pet 2:25
dll) dan Sang Raja (Mzm 47:7; 84:3; 95:3; Mat 2:2; Mrk 15:2; Yoh 18:36-37), namun
toh pribadi-pribadi manusia juga disebut sebagai gembala dan raja, bahkan di
Alkitab Daud disebut sebagai raja dan sekaligus gembala (2Sam 5:1-2). Sehingga
kalau prinsipnya si Orthodox dipakai, maka tidak seharusnya ada pribadi manusia
yang disebut gembala atau raja karena Allah sudah disebut sebagai raja. Tapi
toh tidak demikian, sebagaimana sudah terbuktikan.
Allah adalah sang batu utama, sang gembala utama dan sang raja dari segala
raja. Sementara pribadi-pribadi yang lain adalah batu, gembala dan raja yang sifatnya
sekunder dari Allah.
Terlebih kalau cuma "pengakuan" saja yang dimaksud Yesus sebagai
dasar Gereja (bukan Kephas/Petrus-nya) lalu mengapa kejadian dimana Yohanes
Pembaptis, Nathanael, Martha dan si Centurion (Kepala Pasukan) yang mengatakan
bahwa Yesus adalah Putra Allah tidak disebut Yesus sebagai "batu?"
John 1:34 King James
Version) |
Patut
dicatat bahwa pernyataan Yohanes Pembaptis dan Nathanael terjadi SEBELUM
pernyataan Petrus sementara pernyataan Martha dan Centurion terjadi SESUDAH
pernyataan Petrus. Entah itu sebelum atau sesudah, tidak satupun dari
pernyataan orang-orang tersebut disebut sebagai batu. Jadi tidak bisa dikatakan
bahwa di Mat 16:18 yang disebut batu adalah pernyataan Petrus saja (karena
kalau demikian maka pertanyaan orang-orang tersebut juga harus disebut sebagai
batu).
Quote: |
II.
Kesaksian Tradisi Rasuli: Bapa Gereja |
Mari kita lihat satu-satu.
Quote: |
“Batu
karang adalah kesatuan iman, bukan pribadi Petrus”. |
Kutipan ini tidak ada di De Catholicae Ecclesiae Unitate. Silahkan cari sendiri
kalau tidak percaya.
Yang ada malahan:
4. If any one consider and examine these
things, there is no need for lengthened discussion and arguments. There is
easy proof for faith in a short summary of the truth. The Lord speaks to
Peter, saying, "I say unto you, that you are Peter; and upon this
rock I will build my Church, and the gates of hell shall not prevail against
it. And I will give unto you the keys of the kingdom of heaven; and
whatsoever you shall bind on earth shall be bound also in heaven, and
whatsoever you shall loose on earth shall be loosed in heaven." And
again to the same He says, after His resurrection, "Feed my sheep."
And although to all the apostles, after His resurrection, He gives an equal
power, and says, "As the Father has sent me, even so send I you:
Receive the Holy Ghost: Whose soever sins you remit, they shall be remitted
unto him; and whose soever sins you retain, they shall be retained;
" [John 20:21] yet, that He might set forth unity, He arranged by His
authority the origin of that unity, as beginning from one. Assuredly the rest
of the apostles were also the same as was Peter, endowed with a like
partnership both of honour and power; but the beginning proceeds from unity.
Which one Church, also, the Holy Spirit in the Song of Songs designated in
the person of our Lord, and says, "My dove, my spotless one, is but
one. She is the only one of her mother, elect of her that bare her."
[Song of Songs 6:9] Does he who does not hold this unity of the Church think
that he holds the faith? Does he who strives against and resists the Church
trust that he is in the Church, when moreover the blessed Apostle Paul
teaches the same thing, and sets forth the sacrament of unity, saying, "There
is one body and one spirit, one hope of your calling, one Lord, one faith,
one baptism, one God?" [Ephesians 4:4] |
Patut dicatat bahwa menurut para sejarahwan Cyprian memang
me-revisi tulisan De Catholicae Ecclesiae Unitate (buah dari
pertikaiannya dengan sang Paus, Stephen mengenai masalah keabsahan baptisan
yang dilakukan bidat [dimana terbukti secara universal bahwa yang benar adalah
Paus Stephen]). Namun di tulisan yang di-revisi itupun tidak ada kutipan
seperti itu (silahkan baca Catholic Encyclopedia: St. Cyprian of
Chartage, baca bagian Church Unity).
Quote: |
“Diatas
batu karang ini Aku akan membangun. Ini adalah diatas Pengakuan Iman.” |
Kutipan ini berasal dari Homily St. John Chrysostom atas Injil
Matius, homili yang ke-54.
Karena kutipan ini hanya sekedar mengatakan bahwa batu karang itu adalah
pengakuan iman Petrus (yang juga diakui oleh Gereja Katolik) dan tidak
mengecualikan interpretasi bahwa Petrus sendiri-lah si batu karang, maka
kutipan ini tidak bisa digunakan untuk menyanggah iman Katolik.
Di tempat lain, yaitu di homili atas Injil Yohanes no.88, St.
John Chrysostom mengatakan:
"He says unto him, Feed My sheep." |
Chrysostom jelas-jelas mengakui bahwa Petrus punya otoritas atas
yang lainnya (bukan sekedar keutamaan/primacy).
Quote: |
“Kristus,
sebagaimana engkau ketahui, membangun GerejaNya bukan pada seorang manusia
namun pada pengakuan Petrus. Apakah yang diakui oleh Petrus? Engkaulah
Kristus, Putera dari Allah yang hidup.” |
Kita bisa menemukan dua pandangan St. Agustinus mengenai diatas
siapakah Gereja dibangun. Kutipan diatas adalah salah satu dari pandangan St.
Agustinus yang mengatakan bahwa Gereja dibangun diatas pengakuan Petrus, bukan
orangnya. Namun di tempat lain kita juga melihat bahwa St. Agustinus
jelas-jelas mengajarkan bahwa "batu karang" di Mat 16:18 adalah
seorang Petrus:
Tractates on the Gospel of John,
Tractate 11 (John 2:2-3:5) |
Jadi disini tampaknya St. Agustinus mempunyai dua pandangan yang
kontradiktif. Di satu sisi dia menyatakan bahwa "batu karang" itu
adalah pengakuan Petrus dan bukan orangnya, tapi di sisi lain dia menyatakan
bahwa "batu karang" itu adalah Petrus.
Nah, di penghujung akhir hidupnya St. Agustinus menulis buku yang
berjudul "Retractationes" (catatan: artinya TIDAK SAMA dengan kata
"retraction" dalam bahasa Inggris). Di buku ini dia me-review
kembali dan mempertimbangkan kembali semua yang telah digagasnya dan telah
ditulisnya. Dari buku "Retractationnes" kita menemukan (kutipan aku
ambil dari sanggahan Steve Ray terhadap William Webster di file pdf ini):
"In
a passage in this book, I said about the Apostle Peter: 'On him as on a rock
the Church was built.' Tis idea is also expressed in song by the voice of
many in the verses of the most blessed Ambrose where he says about the
crowing of the cock: 'At its crowing he, this rock of the Church, washed away
his guilt.' But I know that very frequently at a later time, I so explained
what the Lord said: 'Thou art Peter, and upon this rock I will build my
Church,' that it be understood as built upon Him whom Peter confessed saying:
'Thou art the Christ, the Son of the living God,' and so Peter, called after
this rock, represented the person of the Church which is built upon this
rock, and has received 'the keys of the kingdom of heaven. For, 'Thou art
Peter' and not 'Thou art the rock' was said to him. But 'the rock was
Christ,' in confessing whom, as also the whole Church confesses, Simon was
called Peter. But let the reader decide which of these two opinions
is the more probable." |
Disini St. Agustinus sadar bahwa dia sendiri menulis dua pandangan
yang berbeda tentang apakah yang dimaksud dengan "batu karang" di Mat
16:18. St. Agustinus kemudian menyarankan pembaca tulisannya untuk memilih
sendiri mana diantara kedua pandangannya tersebut yang lebih benar. Jadi
tampaknya di penghujung hidupnya St. Agustinus merasa kedua pendapat tersebut
sah-sah untuk diyakini.
Dengan ini terbukti bahwa upaya si Orthodox untuk berargumen bahwa St.
Agustinus HANYA mengajarkan bahwa yang dimaksud "batu karang" adalah
pengakuan Petrus (dan TIDAK mengajarkan bahwa yang dimaksud "batu
karang" juga adalah pribadi Petrus) terbukti salah oleh perkataan St.
Agustinus di buku “Retractationes."
Quote: |
“Kemudian,
Iman adalah dasar Gereja, sebab hal itu tidak dikatakan pada daging Petrus,
namun pada imannya, bahwa gerbang-gerbang Hades tidak akan menguasainya.
Namun Pengakuan Imannya telah mengalahkan Hades.” |
Yang dimaksud "daging" disini adalah daging seperti
seperti yang tertulis di Matius 16:17 yang tidak terlihat di terjemahan bahasa
Indonesia yang kurang tepat.
Mat 16:17 – Revised
Standard Version |
Terjemahan "daging" dan "darah" yang bahasa
Inggris diatas lebih tepat karena bahasa Yunani aslinya memang menggunakan kata
"sarx" dan "haima" bukan "manusia"
sebagaimana diterjemahkan Alkitab Indonesia
St. Ambrose sekedar mengulangi perkataan Yesus yang ditulis di Kitab Suci.
Yaitu bahwa yang membuat Petrus memberi pengakuan bahwa Yesus adalah Putra
Allah bukan daging [ie. sarx] tapi BapaNya di surga.
Kesimpulan tersebut juga dikuatkan oleh kutipan paragraph sebelumnya di buku
yang sama:
The Sacrament Of The
Incarnation Of Our Lord – St. Ambrose |
Jadi yang dimaksud "daging" oleh St. Ambrose bukanlah
pribadi Petrus. St.Ambrose tidak berkata bahwa Petrus bukanlah batu karang
pondasi Gereja. Bahkan sebaliknya St. Ambrose mengatakan bahwa "he
[Peter] is called the foundation" sebagaimana tertulis
diatas.
Berikut adalah tulisan dari St. Ambrose yang menunjukkan imannya bahwa Petrus
adalah "batu karang" dan pondasi Gereja di Mat 16:18.
Exposition of the Christian Faith,
Book IV – Amrbose |
Quote: |
“Kemudian Tuhan berkata kepadanya: Engkau adalah Petrus dan di
atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan
menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat
di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan
terlepas di sorga. Jadi Petrus adalah yang pertama menerima kuasa untuk
mengikat dan melepaskan, dan ia yang pertama memimpin orang-orang kepada iman
oleh kuasa khotbahnya. Namun juga, para rasul yang lain telah dibuat
setara/sederajat (equal) dengan Petrus dalam suatu hubungan yang dihormati
dan berkuasa.” |
Kutipan diatas tidak mengandung pengingkaran bahwa Petrus adalah
"batu karang" di Mat 16:18. Kutipan ini sekedar mengandung
pengingkaran terhadap iman Katolik bahwa Petrus tidak setara/sederajat (equal)
dari para rasul (Orthodox mengimani bahwa Petrus setara/sederajat [equal]
dengan rasul-rasul lainnya). Jadi kutipan ini tidak bisa digunakan untuk
argumen si Orthodox bahwa "batu karang" yang ada di Mat 16:18
bukanlah pribadi Petrus.
Namun kutipan tersebut bermasalah.
Kutipan tersebut tidak ada di buku-buku terjemahan Inggris tulisan St. Isidor
dari Sevilla. Di "Isidore of
Seville's Etymologies: Complete English Translation” karangan Priscilla
Throop maupun di "The etymologies
of Isidore of Seville By Saint Isidore (of Seville)", Stephen A. Barney tidak
terlihat kutipan tersebut ("The Church" merupakan bab ke-8 dari
buku Etymologiae tulisan St. Isidor dari Sevilla).
Pencarian di dalam dua buku tersebut dengan menggunakan kata kunci "peter
rock" juga tidak menghasilkan halaman yang memuat kutipan sebagaimana
dikutip si Orthodox.
Yang terdapat di bab-8 The Church, 2,5 di bukunya Throop maupun Barney
adalah:
5.
Hope is named spes because it is the foot, pes,
of one progressing, as if est pes, "there is a foot".
Its opposite, desperatio, is desperation. The foot is lacking,
with no ability to go forward; as long as anyone loves sin, he does not
expect, sperat, the glory to come. |
Jadi si Orthodox sebaiknya me-recheck sumbernya.
Sementara itu apakah St. Isidor dari Sevilla menganggap Petrus setara/sederajat
(equal) dengan para rasul lainnya? Jawabannya adalah "TIDAK!" Di
Etymologiae St. Isidore of Seville menuliskan:
Etymologiae, Book
VII: De deo, angelis et sanctis, ix.3 – St Isidore of Seville |
Jadi St Isidor dari Sevilla malahan menyatakan ahwa Petrus adalah
kepala dari para rasul, dalam kata lain, dia tidak "setara/sederajat
(equal)" sebagaimana di-klaim si Orthodox.
Quote: |
“Engkau
adalah Petrus, dan atas batu karang ini yang mana engkau telah menerima
namamu, itulah, atas DiriKu Sendiri, Aku akan mendirikan GerejaKu. Diatas
iman yang sempurna ini, yang mana engkau telah akui, Aku akan mendirikan
GerejaKu.” |
Aku tidak berhasil mendapatkan konteks dari kutipan ini sehingga
kurang bisa menanggapinya. Siapa tahu ini kutipan keliru seperti kasusnya
kutipan si Orthodox dari St. Cyprian atau dari St. Isidor dari Sevilla.
Namun apakah pendapat St. Bede terhadap kepausan? Berikut adalah tulisan St.
Bede yang dibuat ketika Paus St. Gregorius Agung meninggal
Ecclesiastical History of England,
book 2, ch. 1 – St. Bede |
Disni kita lihat bahwa menurut St. Bede, Paus Gregorius Agung
melaksanakan kekuasaan kepausannya atas seluruh dunia dan dia
ditempatkan diatas Gereja-Gereja yang kala itu telah dipertobatkan kepada iman
sejati. Ini sesuai dengan iman Gereja Katolik bahwa kekuasaan Paus Roma
menyebar sampai seluruh Gereja-Gereja di dunia (sementara menurut Orthodox
kekuasan Paus Roma hanya di keuskupannya, ie. Roma).
Quote: |
Demikianlah Gereja Orthodox selanjutnya memahami jargon-jargon tulisan
Bapa Gereja yang menghubungkan antara Petrus dan batu karang secara langsung
[hanya ditemui 17 kali dalam kutipan Bapa Gereja saja dan sebagian sudah
dijelaskan pada tulisan beliau yang lain bahwa yang dimaksud adalah Pengakuan
Iman Petrus]. Gereja Orthodox tidak pernah mengingkari Primasi Gereja Roma
sebagai kakak tertua yang patut dihormati (Primus Interpares), namun menolak
Supremasi Mutlak yang diterapkan oleh Gereja Roma kepada Gereja-Gereja
Yuridiksi lain. Demikianlah, semoga kita dapat saling mengerti dan memahami
sehingga Persatuan Gereja dapat segera terwujud. |
Pertama-tama, Orthodox tidak bisa sekedar menunjukkan kutipan dari
Bapa Gereja Awal yang mengatakan bahwa "batu karang" di Mat 16:18
adalah iman pengakuan Petrus, karena hal inipun juga diakui Gereja Katolik.
Yang harus dilakukan Orthodox untuk menyanggah klaim Gereja Katolik adalah
menunjukkan tulisan Bapa Gereja Awal yang mengatakan bahwa "batu
karang" di Mat 16:18 HANYA BOLEH BERARTI iman pengakuan Petrus (tidak
boleh punya arti lain) dan/atau bahwa penafsiran "batu karang" di Mat
16:18 MENGECUALIKAN pribadi Petrus (di kutipan dari St. Agustinus yang
diberikan Orthodox kelihatannya sang Uskup Hippo menafsirkan seperti ini, tapi
kemudian dia sudah meng-klarifikasi di bukunya "Retractationes"
sebagaimana sudah aku jelaskan).
Kedua, berikut adalah kumpulan tulisan-ku terdahulu yang menunjukkan bahwa
sejak jaman Bapa Gereja Awal supremasi kepausan Roma diakui oleh segenap umat
Kristen:
DeusVult
|
Berikutnya adalah bukti akan kekuasaan Uskup Roma sebelum 325
AD yang aku buat untuk si
B. Stephanus K. yang seorang Protestant:
1.a. Diatas sudah disajikan tindakan Paus Clement yang
menunjukkan sistem hierarkhi yang berpusat di Roma.
|
Ini hanya dari jaman para rasul sampai tahun 325AD. Sesudah itu tentu saja
masih banyak, bahkan terlalu banyak. Aku akan beri dua saja dari tulisanku
terdahulu:
ST. JULIUS I
337-352 |
Sekali lagi, masih ada lagi banyak kutipan dari para Bapa Gereja Awal yang
mengkonfirmasi iman Gereja Katolik bahwa Paus mempunyai supremasi yurisdiksi
atas SELURUH Gereja Kristus. Tapi yang diatas (termasuk dari St. Bede) sudah
lebih dari cukup.
Quote: |
[b]Persatuan
Gereja Orthodox Indonesia |
Kanon 6 dari Konsili Nicea I:
Canon
6: |
Kanon ini sekedar menyatakan bahwa ke-patriarkh-an punya otoritas
atas Gereja-Gereja di wilayah yurisdiksi ke-partiarkh-an tersebut TANPA mengacu
kepada hubungan antar ke-patriarkh-an (dimana Roma adalah yang paling tinggi
diantara ke-patriarkh-an yang ada).
Kita juga harus ingat bagaimana di jaman dahulu komunikasi dan transportasi
amat sulit. Oleh karena itulah
urusan-urusan lokal diserahkan kepada yurisdiksi-yurisdiksi lokal. Masalah
kegerejaan di Mesir, Libya etc diserahkan kepada Alexandria, sementara Syria,
Lebanon, Chalcedon etc diserahkan kepada Antiokia. Begitu pula Roma pun lebih
disibukkan dengan urusan lokalnya meskipun Roma punya kuasa atas seluruh Gereja
di dunia.
Jadi kanon 6 itu sekedar pengaturan pen-delegasi-an otoritas lokal. Otoritas
lokal (Alexandria dan Antiokia) diberi kuasa lokal untuk mengatur Gereja
dibawah mereka sebagaimana kebiasaan Roma sendiri yang lebih banyak mengatur
Gereja lokal dibawahnya daripada mencampuri operasional Gereja Alexandria,
Libya, Pentapolis, Antiokia, Syria dll.
Patut dicatat bahwa yang dijadikan model pen-delegasi-an disini adalah
KEBIASAAN (custom) dari Uskup Roma. Ini mengindikasikan bahwa Roma-lah
yang menjadi patokan dalam pengaturan hubungan kegerejaan.
Terakhir, kanon ini sebenarnya juga telah dilanggar Orthodox karena mereka
menganggap bahwa semua Uskup (termasuk para Patriarkh yang juga merupakan
Uskup) adalah sejajar. Padahal kanon ini jelas-jelas menunjukkan bahwa seorang
Patriarkh berada diatas Uskup lainnya.
Assisi
wrote: |
Ini
tulisan Ortodox mengenai pandangan Tertulianus dan Origenes : |
Si Orhtodox ini (termasuk juga kebanyakan umat Katolik sendiri)
tidak memahami posisi Katolik mengenai bagaimana Roh Kudus procedit dari
Bapa dan Putra.
Ketika Gereja Katolik mengatakan bahwa Roh Kudus berasal [procedit] dari
Bapa dan Putra yang dimaksud adalah seperti ini:
Code: |
Bapa
----> Putra ----> Roh Kudus |
Dan bukannya:
Code: |
|
Jadi
tulisan Tertullianus tidak bertentangan dengan apa yang diyakini Gereja Katolik
(cuma bertentangan dengan pemahaman si Orthodox yang tidak mengerti teologi
Trinitas Katolik).
Quote: |
2.
Origen |
Yang ini tetap tidak menunjukkan bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa
SAJA dan sekaligus tetap tidak bertentangan dengan teologi Trinitas
Katolik.
PS
Baik Tertullian maupun Origen bukan Santo. Mereka berdua memang Bapa Gereja,
tapi bukan Santo.
Origen sendiri sempat mengimani bidah tapi kemudian setelah mati bertobat,
sementara Tertullian tetap menjadi seorang bidat sampai mati (sepanjang yang
kita ketahui dari data sejarah).
DV JAWAB YOPI
1. Orthodox Antiokia sendiri tidak meng-klaim
sebagai primus inter pares (pehaman Orthodox atas keutamaan
Petrus yang sangat minimal). Sejak dulu yang disebut primus inter pares (menurut
pemahaman Orthodox yang minimal) adalah Paus Roma.
2. Orthodox tidak bisa mengabaikan bukti dari Tradisi (sebagaimana teradapat di
link yang aku berikan) karena mereka bukan Sola Scripturist
3. Bukti supremasi Petrus ada di Kitab Suci dan bisa dilihat di
mana-mana, misalnya di
scripturecatholic.com.
4. Pada Konsili Yerusalem (Kis 15) pada saat konsili berlangsung semuanya
(termasuk para rasul tentunya) berdiskusi dan berdebat. Namun semuanya berhenti
dan diam ketika Petrus berdiri dan berbicara. Setelah itu para pembicara
(Paulus, Barnabas, Yakobus) sekedar menjelaskan dan mengkonfirmasi keputusan
Petrus dan tidak ada perdebatan sebagaimana terjadi sebelum Petrus berdiri.
TAMB DV KE YOPI
1. Kalau dia cuma mau bukti bahwa Orthodox
Antiokia tunduk kepada Roma SAJA (bukannya Orthodox Rusia tunduk pada Roma,
bukannya Orthodox Ethiopia tunduk pada Roma, bukannya Orthodox Assyria tunduk
pada Roma) maka sudah ada surat dari Paus Julius I kepada Gereja Antiokia yang
menunjukkan supremasinya di link yang aku berikan.
2. Sikapnya yang hanya ingin membuktikan bahwa Orthodox Antiokia tidak tunduk
kepada Roma namun tidak peduli dengan hubungan Roma dengan Orthodox lainnya
atau hubungan Orthodox Antiokia sendiri dengan Orthodok lainnya menunjukkan
sikap yang kekanak-kanakan. Seorang Orthodox sejati tidak berargumen melawan
supremasi Paus Roma seperti itu. Sebab Orthodox sejati mengimani: 1) SEMUA
Uskup adalah setara termasuk Patriarkh Antiokia, 2) yang primus inter pares
adalah Roma (jadi paling tidak dalam hal kehormatan semata, Uskup Roma lebih
tinggi sedikit dari Antiokia), 3) tidak ada satu Orthodox pun yang merasa bahwa
Patriakrh Antiokia lebih istimewa dari tahta kuno lainnya (ie. Roma dan
Alexandria).
3. Orang yang tidak berkehendak baik dalam diskusi, sebaiknya diabaikan saja.
Buang-buang waktu dan tenaga.
Mat 16:18
Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah
Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku
dan alam maut tidak akan menguasainya
Mat 16:18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar