Bagaimana Paroki Saya
Berjuang Melawan Suatu Penjajahan
Oleh Romo Edward C. Petty
Artikel asli:
https://www.ewtn.com/…/how-my-parish-fought-off-an-invasion…
Terjemahan yang mengalami revisi kecil ini didasarkan
dari:
http://www.ekaristi.org/forum/viewtopic.php?t=635 (forum
tertutup, hanya anggota bisa meng-akses)
Di bulan Juni 1992, saya ditugaskan untuk menggembalakan salah satu dari paroki
terbesar di keuskupan bagian Barat-Tengah (Midwest) Amerika. Sebuah Paroki kota
kecil dan terpencil. Hampir semua penduduk di lingkungan tersebut punya darah
Jerman dan Irlandia. 90% penduduk di daerah tersebut beragama Katolik, dan
paroki itu punya anggota tercatat sekitar 5000 orang.
Jemaat Kristen lain di kota itu adalah sebuah gereja
Lutheran kecil dan sebuah Balai Kerajaan kaum Saksi Yehuwa yang lebih kecil
lagi. Hubungan [paroki] dengan Lutheran baik-baik saja, dan kedua jemaat
bekerja bersama dalam karya-karya sosial.
Pastor pendamping [di paroki saya] juga orang baru.
[Dia] datang pada saat yang bersamaan dan kami mendapatkan kecocokan dalam
masalah-masalah mendasar di bidang teologi dan pengaturan administrasi,
kemudian kami menetapkan target tahun pertama bersama-sama. Salah satunya
adalah meningkatkan jumlah umat yang mengikuti Misa Minggu. [Caranya] adalah
dengan memberikan liturgi yang durasinya cukup dan, meskipun tidak selalu bisa
indah, memberikan homili-homili yang paling tidak selalu dipersiapkan dengan
baik. Dalam beberapa bulan, kami berhasil mencapai target kami yaitu 75 persen
umat datang ke Misa tiap Minggu.
Di akhir bulan Januari 1993, ketika semua hal berjalan
dengan baik dan kami sedang bersantai setelah serangkaian minggu Advent dan
Natal yang berlangsung sukses, kami menerima sebuah tantangan yang tidak pernah
kami perkirakan sebelumnya. Sebuah grup kecil dari golongan Fundamentalis
menyewa sebuah gedung bioskop yang sudah tidak dipakai lagi dan membuka gereja
mereka sendiri. [Fundamentalis adalah kelompok Kristen Protestan yang lahir
sebagai perlawanan terhadap gerakan liberalisme di Protestan sendiri. Kekhasan
mereka adalah pandangan yang literal terhadap ayat-ayat Alkitab]. Mereka
didanai dengan baik oleh markas nasional denominasi mereka dan didanai juga
oleh sebuah gereja besar di kota lain 30 mil (48.28 Km) dari sini. Mereka
mengundang penginjil-penginjil dan siswa-siswa untuk membantu mereka dalam
pendirian gereja dan untuk mengetuk pintu-pintu. Ada beberapa umat Katolik
murtad di kelompok mereka, dan para Katolik murtad ini lebih dari sekedar
agresif dalam memasuki lingkungan kami.
Setiap keluarga dari jemaat paroki Lutheran juga
menerima sebuah surat undangan untuk meninggalkan konggregasi Lutheran mereka
dan bergabung dengan gereja yang "Percaya Pada Alkitab" dan
"Tumbuh Dengan Cepat".
Namun [sebenarnya] umat Katolik di paroki kami-lah
yang sesungguhnya mereka kejar. Mereka dengan gamblang menyatakan bahwa kota
kami ditargetkan karena [kota kami] mayoritas adalah umat Katolik, dan kelompok
mereka telah sukses [merebut umat Katolik] di daerah-daerah [mayoritas] Katolik
lainnya. Kami "sudah cukup masak untuk dipetik."
Dan perkataan mereka memang ada benarnya. Meskipun
tingkat kehadiran umat dalam mengikuti misa cukup baik, tapi katekisasi umat
kami kurang memadai selama 30 tahun terakhir ini. Banyak dari jemaat kami
menjadi Katolik karena orang tua dan keluarga mereka. Mereka adalah jenis
"umat Katolik karena budaya." Mereka Katolik yang baik tetapi tidak
tahu mengapa mereka mempercayai apa yang mereka percaya sebagai Katolik,
ataupun mengapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan sebagai Katolik.
Daerah ini memang kental ke-Katolik-annya sejak abad kesembilanbelas. Sedikit
sekali dari para umat paroki, bahkan yang sepuh-sepuh, yang pernah
mempertahankan iman mereka pada level intelektual. Lalu datanglah para
Fundamentalist itu.
Kami memutuskan bahwa ada tiga pilihan untuk
menghadapi situasi ini.
[Pertama] kami bisa tidak melakukan apapun,
mengabaikan grup kecil ini, atau [kedua] kami bisa mencoba untuk bersikap
"baik" dan mencoba bersikap ekumenis (sikap bahwa kita sama-sama
Kristen dan harus bersatu). Dari kedua pilihan ini kami bisa bayangkan bahwa
grup Fundamentalist ini akan membawa banyak orang, yang menjadi Katolik karena
budaya ini, keluar dari iman mereka.
Pilihan yang ketiga adalah menjadi pemimpin dan
gembala yang sesungguhnya dari paroki kami dan kemudian menghadapi 'tantangan'
ini.
Kami memilih pilihan ketiga dan memutuskan untuk
bertindak dengan cepat, sebelum denominasi baru ini bisa mendapatkan pijakan
dalam komunitas.
Membentuk lebih banyak kelompok pendalaman Kitab Suci
dan lebih banyak kelompok Katekisasi dewasa adalah beberapa pilihan untuk
menjawab pertanyaan "bagaimana caranya", tapi cara yang utama untuk
menjangkau mayoritas jemaat adalah tetap melalui Altar/mimbar. Kami memutuskan
untuk menggunakan jalan ini sebagai jalan utama.
Sementara instruksi liturgis Gereja mengatakan bahwa
pada hari Minggu dan hari Kudus lainnya, homili harus diberikan dari bacaan
dari Kitab Suci, [namun] untuk alasan pastoral yang kuat (dan alasan kami pun
adalah alasan yang pastoral) kami memberikan khotbah yang tidak secara langsung
berhubungan dengan bacaan Kitab Suci. Khotbah yang bersifat serial (bersambung)
kelihatannya adalah cara yang paling efektif.
Kami juga - dan ini adalah yang paling penting -
memberitahu kepala pastor dalam keuskupan, yaitu Uskup Agung kami, tentang
keberadaan para Fundamentalis ini dalam komunitas kami dan respon kami terhadap
mereka. Beliau mendukung kami sepenuhnya.
[Dengan] menggunakan dua sumber utama, buku karangan
Karl Keating, "Katolik dan Fundamentalis" dan koleksi brosur-brosur
dari website Catholic Answer, kami membuat khotbah berseri (bersambung).
Sumber lain termasuk:
- Buku Romo John A. O'Brien, "Iman Berjuta-juta
Orang."
- Buku Suster Leslie Rumble dan Charles M. Carty,
"Jawaban-Jawaban Dari Radio."
- Buku Uskup John F. Noll, "Romo Smith Memberi
Instruksi Jackson."
- Buku Romo William Jurgen, "Iman Para Bapa
Awal."
- Buku Romo William G. Most, "Apologetika Katolik
Saat Ini."
Pada hari minggu sebelum hari Rabu Abu kami mulai
dengan sebuah khotbah berjudul "Majalah Tri-Wulan Kennedy". Issue
soal majalah Triwulan Kennedy ini muncul ketika kampanye presiden tahun 1960.
Menggunakan cat kuku warna merah, kaum anti-Katolik yang menentang Kennedy
[yang beragama Katolik] memakaikan topi pada gambar George Washington, dimana
George kelihatan seperti Paus Yohanes XXIII. Itu sebenarnya dimaksudkan agar
menjadi peringatan pada pembaca majalah tersebut bahwa sebuah suara untuk
Kennedy berarti bahwa Paus-lah yang akan mengendalikan negara.
Khotbah pertama ini adalah kuncinya. Khotbah ini mempersiapkan
khotbah-khotbah selanjutnya. Dimulai dengan cerita tentang tempat majalah
Triwulan Kennedy, sebuah kisah singkat tentang gerakan anti-Katolik di Amerika
Serikat, dan kemudian dilanjutkan dengan kenyataan bahwa daerah paroki kami ini
didirikan oleh nenek moyang umat paroki kami untuk menghindar dari kebencian
kaum anti-Katolik.
Kemudian, terima kasih akan [hadirnya] seorang
presiden Katolik [John Kennedy], Vatikan II, dan adanya gerakan Ekumenis,
gerakan anti-Katolik menjadi banyak sekali berkurang di negara kami, setidaknya
untuk sesaat. Yang juga hampir hilang di masa-masa itu adalah sebagian besar
isi apologetik dari Katekismus Katolik - yaitu, mengapa kita percaya apa yang
kita percaya dan bagaimana mempertahankannya.
Khotbah berlanjut dengan menjelaskan fenomena
keagamaan baru: munculnya Fundamentalisme di Amerika, gerakan anti Katolik yang
mengiringinya, dan bagaimana para Katolik direbut oleh kaum Fundamentalis
karena mereka tidak tahu bagaimana cara mempertahankan iman mereka ketika iman itu
dipertanyakan.
Kami menggunakan contoh dari kata-kata pembuka dari
kaum Fundamentalis:
- "Kami meletakkan iman kami dalam Yesus, tidak
dalam gereja ataupun sakramen-sakramen."
- "Mengapa pergi kepada romo untuk meminta
pengampunan dosa, sedangkan Yesus dapat langsung melakukannya?"
- "Alkitab mengatakan untuk tidak minum darah;
maka dari itu [ajaran] Katolik tentang tubuh dan darah Kristus dalam sakramen
Ekaristi adalah salah."
- "Tunjukkan pada kami di dalam Alkitab dimana
dikatakan untuk menghormati Bunda Maria begitu besar?"
Kami menantang umat kami: "Bisakah anda menjawab
kata-kata pembuka standard tadi?"
Kami memberikan pada mereka jawaban yang singkat tapi
tidak lengkap.
Akhir dari khotbah selama 15 menit adalah acuan
tersirat akan adanya tantangan baru dalam komunitas kami: "Kita di paroki
ini, mempunyai sebuah kesempatan yang begitu indah tahun ini untuk melihat
kembali apa yang kita percayai sebagai seorang Katolik dan mengapa kita percaya
pada hal-hal tersebut."
Seketika itu para umat paroki menyadari dengan jelas
situasi mana yang sedang kami bicarakan.
Sebagai penutup kami mengumumkan seri khotbah sampai
akhir masa Puasa beserta fakta bahwa Uskup Agung telah menyetujui seri khotbah
ini (membuat hal ini kelihatan resmi). Kami juga mengumumkan judul topik untuk
minggu berikutnya.
Selama satu minggu berikutnya warung-warung kopi
dipenuhi dengan pembicaraan tentang seri khotbah tersebut. Penduduk merasa
tertarik. Ada aroma kompetisi di udara. Seperti perasaan
"team-kami-melawan-team-lawan," yang berusaha kami kurangi, tapi
cukup untuk menarik perhatian dari beberapa orang Katolik yang bersikap
tenang-tenang saja.
Minggu berikutnya kami memulai sebuah seri khotbah
dua-minggu tentang bagaimana melihat Alkitab dengan cara pandang yang benar.
Khotbah ini menjelaskan sekitar sejarah darimana kita mendapatkan Alkitab
(terutama Kitab Perjanjian Baru), bagaimana Gereja Kristus dibentuk sebelum
Kitab Perjanjian Baru dibentuk, bagaimana Gereja memberikan pada kita semua
Alkitab dalam bentuk yang seperti sekarang, dan bagaimana Alkitab itu
diperuntukan untuk digunakan dengan, dalam dan melalui Gereja.
Setelah minggu pertama, ada sebuah kejadian yang tidak
terduga. Umat-umat Paroki mulai menelepon dan datang ke pastoran, meminta
salinan khotbah.
Tidak diketahui para Romo, banyak umat di paroki yang
punya putra-putri dan cucu-cucu yang pindah keluar kota dan kemudian tersesat
ke grup Fundamentalis. Keluarga-keluarga ini meminta salinan khotbah untuk
dikirimkan kepada mereka.
Begitupula, siswa-siswa sekolah Teologi [kaum
Fundamentalist tersebut] mulai mengetuk pintu-pintu rumah mereka, dan umat-umat
paroki kami meminta lebih banyak lagi 'amunisi'. Sebab ketika mereka tidak bisa
berargumentasi dengan baik, mereka dapat memberikan kepada siswa-siswa tersebut
salinan khotbah dan berkata, "Bacalah ini."
Berkat sekretariat paroki dan keahlian komputer
mereka, kami dengan cepat dapat mencetak 500 salinan khotbah pertama dan kedua
dalam bentuk selebaran dan menyediakannya dalam rak tempat pamflet di belakang
gereja. Kami mengumumkan bahwa salinan khotbah hari minggu akan tersedia pada
hari Rabu di rak tempat tempat pamflet karena "ada banyak permintaan untuk
salinan khotbah." Ini memberikan dorongan bagi para umat agar lebih
tertarik.
Pendeta Lutheran [tetangga kami], meskipun teologi
yang dianutnya tidak sama dengan kami, secara diam-diam memberikan semangat
dari luar garis. Dia tidak bisa kehilangan lebih banyak keluarga lagi dari
jemaatnya yang kecil tersebut.
Setelah menyelesaikan dua seri tentang hubungan antara
Alkitab dan Gereja, pada minggu ke-empat kita mulai dengan argumen
Fundamentalis yang secara spesifik menjelekkan Katolik:
- Soal menerima Yesus sebagai Tuhan dan penyelamat
pribadi.
- Soal "diselamatkan."
- Soal tidak memanggil siapapun "Bapa" [arti
kata "Romo" adalah "Bapa." Jadi menurut Fundamentalis imam
Gereja Katolik tidak boleh disebut "Romo"].
- Soal klerus dan Paus yang jahat/buruk.
- Soal "Infalibilitas" alias "ke-tidak
dapat salah-an."
- Soal "pilar dan pondasi kebenaran" bagi
pengikut Kristus.
Pada minggu itu kita juga kedatangan beberapa
pengunjung. Beberapa siswa teologi [dari sekolah kaum Fundamentalist] datang ke
Misa untuk turut mendengar apa yang kami khotbah-kan.
Pada minggu kelima kami memulai devosi Empat Puluh Jam
(kisah sengsara Kristus) yang dilakukan setiap tahun, yang diperpanjang sampai
Senin dan Selasa. Devosi ini sejak lama telah dilakukan oleh umat selama masa
Puasa, tapi dalam tahun-tahun belakangan ini telah mengalami penurunan peminat.
Mengingat kebenaran dari "lex orandi, lex credendi"
("aturan berdoa [adalah] aturan kepercayaan"), kami memutuskan untuk
melakukannya "dengan besar-besaran" dan membuat Empat Puluh Jam ini
spektakular. Kami membuatnya menjadi suatu pernyataan eksternal dari iman kami
akan Kehadiran Nyata [Kristus dalam Ekaristi]. Kami mengeluarkan semua
"barang lama" dari sakristi dan membangun sebuah singgasana untuk
monstran. Kami menyiapkan 40 lilin ditambah dengan bucket-bucket bunga diatas
Altar yang tinggi, melatih sepasukan misdinar, mengundang sejumlah romo-romo
yang pengetahuan imannya bagus untuk hadir, menyediakan kertas kehadiran untuk
ditanda-tangani selama setengah-jam adorasi, melatih koor gereja untuk setiap
misa sore, membuat lembaran-lembaran lagu hymne Ekaristi, dan membuka dengan
Misa yang khidmad pada hari Minggunya.
Misa akhir minggu adalah sebuah pemanasan mengenai
pentingnya Ekaristi dalam kehidupan kita dan juga sebuah ajakan untuk mengikuti
upacara Empat Puluh Jam, terutama pelayanan sore.
Tidak hanya kami mendapatkan banyak umat untuk adorasi
yang hikmat selama tiga hari, tapi Gereja kami, yang bisa menampung 1,400
orang, penuh sesak pada hari Minggu, Senin, dan Selasa sore untuk
pelayanan-pelayanan special.
Pelayanan-pelayanan ini terdiri dari beberapa doa,
khotbah yang lebih panjang, dan doa yang khidmat, ditambah dengan prosesi malam
terakhir. Ketiga khotbah yang lebih panjang ini ditujukan untuk Kehadiran Nyata
[Kristus dalam ekaristi] dan menjawab keberatan kaum Fundamentalis terhadapnya.
Khotbah Minggu malam dimulai dengan penjelasan singkat
tentang transubstansiasi (pengubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah
Kristus), kemudian persiapan yang dilakukan Kristus bagi murid-murid-Nya untuk
upacara Ekaristi (keajaiban seperti yang ditulis dalam Yohanes 2-5), dan
terakhir janji Kristus terhadap Ekaristi seperti ditulis di Yohanes 6.
Khotbah Senin malam adalah tentang kepenuhan janji
Kristus, yang kami konsentrasikan pada 1 Korintus 10-11.
Khotbah Selasa malam adalah tentang penakuan akan
Ekaristi oleh Gereja Perdana. Kami menggunakan pengakuan dari Irenaeus,
Yustinus Martyr, dan Ignasius dari Antiokia untuk menunjukkan kalau doktrin
ekaristi yang sekarang kita [umat Katolik] percayai adalah sebagaimana yang
mereka percayai.
Pada saat Prosesi Agung dilakukan arak-arakan keliling
gereja pada malam terakhir yang diikuti anggota perkumpulan Satria-satria
Kolombus, putra-putra altar, para imam, lilin-lilin. Dan umat yang berlutut
berseru "Yesus, Rajaku, Tuhanku, Kau Segalanya Bagiku." Pada saat
itulah kami tahu bahwa iman akan Ekaristi telah dikuatkan di paroki ini.
Minggu keenam [sejak kami mulai upaya kami] adalah
Minggu kelima masa Adven. Khotbah diteruskan dengan jawaban-jawaban atas
argumen-argumen spesifik para Fundamentalis atas kepercayaan Katolik [seperti]:
soal ukir-ukiran dan patung-patung, soal penghormatan kepada Maria dan para
kudus, soal identitas dari "saudara-saudara Tuhan [Yesus]" [Protestan
modern merasa bahwa Yesus punya saudara kandung].
Minggu berikutnya adalah Minggu Palem, dan kami
memberi liburan kepada umat paroki dengan tidak memberi homili. Kami biarkan
dimulainya Minggu Suci berbicara sendiri.
Pada hari Minggu Paskah kami menceritakan tentang apa
yang dialami oleh para rasul setelah Minggu pertama Paskah [yang mereka lalui],
sebagai bukti yang agung akan kebenaran Kebangkitan Tuhan.
Pada hari Minggu setelah Paskah, dengan bacaan dari
Yohanes 20, khotbah apologetik yang terakhir dari seri ini, yaitu tentang
sakramen Pengampunan Dosa, diberikan.
Kami berjanji kepada umat paroki bahwa di waktu-waktu
kemudian, bila bacaan hari Minggu menyentuh doktrin Katolik yang ditentang oleh
kaum Fundamentalis, kami akan berkhotbah soal doktrin tersebut dan menjelaskan
mengapa kita percaya apa yang kita percayai. Sejak saat itu, setiap kali suatu
bacaan sedang menyentuh suatu ajaran, kami memenuhi janji dan telah menjelaskan
ajaran Keutamaan Paus, Api Penyucian dan dogma-dogma Perawan Maria.
Apa hasil dari khotbah berseri (bersambung) kami?
Terlepas dari banyaknya uang mereka, banyaknya jumlah
personil mereka, dan ajakan aggresif mereka, kami tidak kehilangan satu jemaat
pun kepada kaum Fundamentalis. (Kaum Lutheran tidak sesukses kami).
Dalam beberapa minggu yang dipenuhi khotbah bertema
apologetik, kami bisa meneguhkan kembali kepada umat paroki bahwa menjadi
seorang Katolik adalah beralasan, titik.
Ini adalah sebuah kota yang kecil. Dan ada 25 persen
dari umat kami yang tidak secara rutin hadir setiap minggu bisa mendengar pesan
tersebut. [Namun] tidak ada satu pun yang membelot [kepada kaum Fundamentalis].
Lebih dari 700 salinan dari tiap khotbah diambil.
Banyak yang dikirim kepada "anak-anak yang boros [Lukas15:11-32],"
yang hidup jauh dari rumah, dan sementara ini cukup banyak yang kembali kepada
imannya ketika keluarga [di kampung halaman mengirimkan] bukti yang konkrit bahwa
gereja kita adalah Gereja yang betul-betul "Percaya Kepada Alkitab".
Seperti yang telah dikatakan diatas, sumber utama kami
untuk seri khotbah adalah buku Katolik dan Fundamentalisme dan
selebaran-selebaran yang dicetak dari website Catholic Answers. Kami tidak akan
mampu mencapai apa yang telah kita capai, dan secepat sekarang ini, tanpa
sumber-sumber ini. Saya harus meminta maaf kepada tuan Keating dan para penulis
selebaran karena telah mengambil kata-kata dalam selebaran-selebaran tersebut
dalam seri khotbah kami. (Saya telah diyakinkan bahwa memang untuk kegunaan
seperti itulah mereka mengerjakan semua itu dan bahwa saya telah dimaafkan!)
Sumber-sumber tersebut telah menyediakan bagi kami penjelasan-penjelasan yang
paling masuk akal dan mudah dimengerti tentang doktrin Katolik. Saya
betul-betul bersyukur bahwa mereka telah menyediakan ini bagi kami.
Selama masa pra-Paskah 1994, kami memutuskan untuk
mengadakan seri khotbah yang lain. Kali ini mengenai keindahan dan manfaat
pengampunan dari Tuhan dalam sakramen Pengampunan Dosa. Ketika tiba hari Minggu
Paskah, mayoritas paroki yang dewasa telah mengakukan dosa mereka. Bagi banyak
orang, ini adalah pengakuan pertama sejak sepuluh tahun terakhir dan bagi yang
lain malah lebih dari itu [sudah lebih dari sepuluh tahun mereka tidak mengaku
dosa]. Betapa besar perubahan yang terjadi pada umat kami setelah itu! Ini
terlihat nyata di wajah mereka.
Kami bukan paroki yang sempurna dan tidak akan pernah
sempurna. Tapi dengan rahmat Tuhan kami berusaha untuk menjadi orang Katolik
yang lebih baik dan menjadi pengikut Yesus Kristus dalam hidup kami
sehari-hari. Kalau saja kami tidak memiliki keberanian dan kemampuan untuk
menghadapi tantangan dari kaum Fundamentalis di tahun 1993, saya ngeri
membayangkan situasi apa yang akan terjadi di paroki ini. [Akan terjadi]
perpecahan keluarga, atau orang-orang saling berdebat, dan siapa bisa tahu
berapa banyak umat Katolik yang hilang imannya.
Kaum Fundamentalis yang "Percaya Pada
Alkitab" dan "Tumbuh Dengan Cepat" tersebut masih ada di komunitas
kami. Ketika kontrak mereka di bekas gedung bioskop itu selama setahun sudah
habis, kantor pusat nasional denominasi tersebut memutuskan untuk tidak
memperpanjang kontrak. Mereka sekarang berada di sebuah bangunan besi yang
kecil di sudut kota, dan terakhir kali kami menghitung, ada delapan mobil yang
diparkir pada hari Minggu pagi. Sementara paroki kami tetap mengalami problem
parkir sejak 4,000 orang menghadiri Misa akhir minggu, tapi ini adalah problem
yang indah.
Gedung bioskop tersebut telah dibuka lagi dan kembali
berfungsi sebagai gedung bioskop yang sekarang memutar film-film keluarga.
Ketika saya lewat pada hari Natal dan melihat poster film tentang pembuatan
ulang "Miracle on 34th Street" dan bukannya nama denominasi yang ada
disitu tahun sebelumnya, saya bisa tersenyum dan berkata, "Terima kasih,
Tuhan, atas semua keajaibanmu!"
(Romo Edward C. Petty adalah seorang pastor dari
Gereja Katolik di Midwest [Amrika bagian barat tengah]. Beliau meminta untuk
agar nama paroki, kota lokasi paroki itu dan nama denominasi Fundamentalis di
kota itu tidak disebutkan. Ia tidak ingin memprovokasi institusi denominasi
fundamentalis itu (atau pun grup yang lainnya), [supaya mereka] tidak
mencurahkan lebih banyak dana atau penginjil [Fundamentalis] ke komunitasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar