Bagaimana Gereja Katolik memandang Kitab Suci
Latar Belakang
Kitab Suci yang
sekarang kita gunakan, dari mulanya adalah hasil dari Gereja. Saya ulangi.
Kitab Suci atau Alkitab atau Holy Bible adalah hasil dari Gereja. Bukan
sebaliknya. Bukan gereja produk dari kitab suci.
Yang terjadi saat
ini, banyak yang menganut pola demikian. ‘Gereja’ berada atau ada didasarkan
pada Kitab Suci. Banyak yang menamakan dirinya ‘gereja’ di dasarkan dari ‘anggapan
mereka ada berdasarkan Alkitab’. Mereka selalu menekankan Alkitab, menurut
Alkitab ayat ini, pasal ini, ... orang
kristen harus melakukan ini ... melakukan itu .... dan tak dapat disangkal ... banyak hasilnya menurut penafsiran pribadi. Maka jumlah
denominasi mereka saat ini telah melampaui
38.000 denominasi. Mengapa begitu banyak ? Karena penafsiran pribadi !
Ada perbedaan
tafsir kitab suci yang begitu banyak diantara mereka, dan terkadang sangat
parah, sehingga ada Mormon, Saksi Yehovah dll, yang bagi merekapun dianggap
sesat, kecuali oleh kelompok penganutnya. Akibat apa? Akibat melanggar nasihat
St. Petrus dalam 2 Pet 1:20
:
20 Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa
nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak
sendiri, 21 sebab tidak pernah nubuat
dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang
berbicara atas nama Allah.
Otoritas dalam
menafsirkan alkitab, kitab suci atau firman Tuhan berada pada Gereja. Tetapi Hati-hati Gereja yang mana yang memiliki otoritas
itu. Ada banyak ‘gereja’ yang mengaku memilikinya.
Umat katolik menerima
Sabda Tuhan melalui Gereja, oleh
karena itu umat katolik tidak dapat memisahkan Sabda Tuhan dari Gereja. Sebab
dari Gerejalah, kita menerima Injil, dan dengan demikian, Gerejalah yang berhak mengartikan pesan Injil dengan benar. Kuasa mengajar yang tidak mungkin
salah, tidak diberikan Kristus
kepada kita masing-masing secara pribadi, tetapi diberikan kepada kepada Rasul Petrus dan para penerusnya,
sesuai dengan janji Kristus bahwa Ia akan menyertai Gereja-Nya sampai akhir
zaman (lih. Mat 16:18-19; 28:19-20). Dengan demikian, ajaran Gereja itu tidak mungkin bertentangan dengan Sabda Tuhan,
dan pandangan yang mengatakan sebaliknya, justru tidak mempunyai dasar yang
kuat.
Darimana kita tahu
bahwa Kitab Suci adalah hasil dari Gereja? Dari sejarah dan dari kitab suci
sendiri ! Gereja telah ada sebelum ada kitab suci yang kita gunakan sekarang.
Selama permulaan abad pertama St. Paulus lah yang merintis penulisan
surat-surat kepada jemaat-jemaat, diikuti dengan penulisan Injil Markus, Matius
dan Lukas, surat-surat rasul yang lain, kemudian diakhiri oleh Injil Yohanes
yang diperkirakan selesai ditulis sekitar tahun 100. Dan menggabungkan dengan
kitab PL ... dikanonnisakan sekitar tahun 382 (abad ke 4). Perhatikan !!!
Penulisan Injil dilakukan sejak sekitar tahun 60-an yang dirintis St. Paulus.
Berarti saat itu gereja sudah lahir dan berjalan kurang lebih enampuluhan
tahun, baru penulisan Injil seperti yang kita kenal saat ini baru di mulai, dan
bentuk keseluruhannya mencakup PL dan PB baru diresmikan pada abad ke 4,
sekitar tahun 400 Masehi.
Kata2 pertama yang
ditulis ialah oleh Santo Matius, dan ia menulis demi kemudahan beberapa
pribadi. Ia menulis Injil itu sekitar tujuh tahun setelah Kristus meninggalkan
dunia ini, sehingga Gereja Allah, yang dibangun oleh Kristus, sudah ada dan
eksis tujuh tahun sebelum tertulisnya satu baris kalimat pun dari Perjanjian
Baru.
Santo Markus
menulis sekitar sepuluh tahun setelah Kristus meninggalkan dunia ini; Santo
Lukas sekitar duapuluhlima tahun, dan Santo Yohanes kirakira enampuluhtiga
tahun kemudian sesudah Kristus mendirikan Gereja Allah. Santo Yohanes menulis
bagian terakhir Alkitab - Kitab Wahyu - sekitar enampuluhlima tahun setelah
Kristus meninggalkan dunia ini dan semenjak dibangunnya Gereja Allah. Jadi
agama Katolik sudah ada dan hadir enampuluhlima tahun sebelum Alkitab
terselesaikan, rampung, sebelum itu tertulis.
Sekarang, ada
pertanyaan, apakah orang2 itu, yang hidup dizaman antara pembentukan Gereja
Yesus dan perampungan penulisan Alkitab, apakah benar2 orang2 Kristen ? betul2
orang2 Kristen yang diterangi secara Kristen? Apakah mereka kenal agamaNya
Yesus? Apa ada orang yang berani berkata, bahwa mereka yang hidup antara saat
Yesus naik ke Sorga sampai saat Alkitab rampung ditulis, bukan orang2 Kristen?
Oleh semua pihak, oleh semua denominasi, mereka diakui sebagai orang2 Kristen
terbaik, buah pertama Darah Yesus Kristus.
Tapi bagaimanakah mereka tahu apa yang harus dilakukan
untuk menyelamatkan jiwa mereka?
Belajar dari Alkitab? Tidak, sebab Alkitab kan belum tertulis. Dan apakah Penyelamat kita akan meninggalkan
Gereja-Nya selama enampuluhlima tahun tanpa guru, seandainya Alkitab itu
memang benar adalah guru pengajar manusia ? Hampir pasti tentulah tidak.
Pertanyaan bagi
yang menganggap otoritas tertinggi adalah alkitab, apakah para Rasul itu orang
Kristen? Jawabnya tentu saja,
"Oh ya, ya pasti; kan mereka justru malah pendiri Kristenitas."
Baiklah, tapi jangan lupa tidak seorangpun dari para
Rasul itu yang sempat pernah membaca Alkitab seperti
yang kita kenal sekarang ; tidak seorangpun kecuali, mungkin,
Santo Yohanes. Karena mereka semua telah
mati terbunuh sebagai martir demi Iman-Nya kepada Yesus Kristus dan mereka tidak pernah sekalipun
melihat sampul Alkitab.
Masing2 rasul itu mati sebagai martir dan sebagai pahlawan Gereja Yesus, jauh sebelum
rampungnya Alkitab.
Jadi, bagaimana
caranya orang-2 Kristen yang hidup dikurun waktu 65 tahun pertama setelah Yesus
naik ke Sorga - bagaimana mereka tahu
apa yang harus mereka kerjakan untuk menyelamatkan jiwa mereka? Mereka tahu dengan tepat dan pasti dengan cara dan jalan yang sama
seperti yang kalian ketahui, yakni lewat
pengajaran dari Gereja Allah, sama caranya seperti dulu para umat Kristen purba mengenalnya.
Sesungguhnya tidak
hanya 65 tahun Kristus meninggalkan
Gereja yang telah Dia dirikan tanpa sebuah Alkitab, melainkan lebih
dari 300 tahun. Gereja Allah
sudah dibangun dan menyebar sendiri keseluruh dunia,
tanpa adanya
Alkitab, melebihi 300 tahun. Selama masa itu, orang-orang Kristen
awal tidak tahu isi
maupun komponen apa yang
membentuk Alkitab.
Juga, dizamannya
para Rasul ada banyak injil palsu.
Ada yang disebut Injil Simon, Injil Nikodemus, Injil Maria, dan juga Injil
Kanak2 Yesus. Semua injil ini tersebar
diantara masyarakat, dan mereka tidak tahu mana yang diinspirasikan,
mana yang palsu dan tidak otentik, tak asli. Bahkan yang terpelajar diantara mereka sendiri
berdebat mana yang diutamakan, Injil
Simon ataukah Injil Matius - kepada Injil Nikodemus atau Injil Markus, Injil
Maria atau yang punya Lukas, Injil Kanak2 Yesus ataukah Injil Santo Yohanes
Penginjil.
Juga begitulah
keadaan sehubungan dengan surat surat itu: Banyak surat2 tidak asli yang ditulis, dan orang2 selama lebih dari
300 tahun bingung, tidak mampu
mengetahui mana yang palsu dan tidak
sejati, atau mana yang diwahyukan.
Dan, karena itu, mereka tidak mengetahui
apa saja yang menjadi komponen kitab2
dalam Alkitab.
Barulah dalam Abad
Empat, Paus dari Roma, pemimpin
Gereja, penerus pengganti Santo Petrus,
mengumpulkan para Uskup dunia dalam sebuah konsili. Dan disanalah, dalam konsili itu ditetapkan bahwa Alkitab,
seperti apa yang umat Katolik miliki kini, adalah Sabda Allah, dan bahwa Injil-injil Simon, Nikodemus,
Maria, masa Kanak2 Yesus, dan lain2 surat atau tulisan2 adalah tidak sejati, minimal, tidak otentik; dan, paling tidak, bahwa
tiada bukti2 pendukung inspirasinya,
dan bahwa Injil
Santo Lukas, Matius, Markus dan Yohanes, dan Kitab Wahyu, adalah pewahyuan oleh Roh Kudus.
Sampai waktu itu,
seluruh dunia selama 300 tahun tidak mengenal apa itu Alkitab; jadi, mereka
tidak bisa mengambil Alkitab sebagai pedoman penuntun, sebab mereka tidak tahu apa yang menyusun isi
Alkitab. Apakah Penyelamat kita,
kalau Ia memang berniat agar manusia belajar soal agamanya dari sebuah buku,
akan meninggalkan umat Kristen selama 300 tahun tanpa kitab itu?
Kemungkinan besar pastilah tidak.
Tidak hanya selama 300 tahun dunia itu tanpa Alkitab, tapi selama 1400 tahun lamanya dunia Kristen ditinggal tanpa Kitab Suci itu.
Sebelum seni cetak ditemukan, Alkitab
merupakan barang langka; Alkitab mahal sekali. Hendaknya diperhatikan,
seandainya anda pernah membaca sejarah, bahwa ilmu atau seni cetak baru
ditemukan sekitar pertengahan Abad 15 - dan sekitar 100 tahun sebelum adanya satu orang Protestan didunia.
Seperti dikatakan
tadi, sebelum ditemukannya ilmu seni cetak, buku-2 sangat langka selain merupakan
barang mahal. Ahli sejarah menyatakan bahwa dalam Abad Sebelas - sekitar 900
tahun yang lalu - Alkitab amat langka
sekali dan mahal, luar biasa mahal untuk membelinya! Sebelum
adanya percetakan, segala sesuatu harus dikerjakan dengan pena diatas perkamen,
kertas kulit, atau kulit domba. Karena itu, pekerjaan itu bukan main mahalnya - sebab lambat [harus teliti]
dan membosankan.
Sekarang, mari kita
berandai memperkirakan biaya sebuah Alkitab pada zaman itu, dengan perumpamaan
seseorang harus bekerja sepuluh tahun lamanya untuk menyalin sebuah Alkitab dan
dibayar sepuluh ribu rupiah per harinya. Untuk ini saja maka biaya ongkos sebuah Alkitab sudah Rp 36.500.000,--!
Nah, seandainya ia membutuhkan 20 tahun untuk menyalin sebuah Alkitab, para
sejarahwan bilang zaman itu kira2 bisa membutuh-kan waktu sekian lamanya, sebab
tidak ada segala kemudahan dan kemajuan2 sarana yang menunjangnya seperti masa
kini. Lalu, dengan Rp 10.000,- per hari saja, untuk masa 20 tahun, biaya
sebuah Alkitab hampir Rp 80.000.000,-
Seandainya anda didatangi
seseorang yang berkata,
"Saudara2ku, selamatkanlah jiwamu, sebab kalau jiwamu sampai hilang maka
segalanya ikut hilang." Kalian akan balik bertanya, "Apa yang harus kami lakukan untuk
menyelamatkan jiwa2 kami?" Pengkhotbah Protestan akan bilang begini
padamu, "Kalian harus pergi cari Alkitab, bisa dibeli ditoko ini atau
itu." Kau bakal tanya berapa harganya, dan akan dijawab sekitar Rp 80.000.000,-. Kau
bakal teriak kaget: " Tuhan selamatkanlah kami! Dan apakah kami tidak bisa
masuk Sorga tanpa buku itu?" Jawabnya bakal begini: "Tidak; kalian
harus punya Alkitab dan baca." Kalian mengomel soal harganya, tapi ditanya
balik, "apakah jiwamu tak bernilai Rp 80.000.000,-?" Oh ya, tentu saja, tapi kalian
bilang tidak punya uangnya, dan kalau kau tidak bisa mendapatkan sebuah
Alkitab, padahal keselamatanmu bergantung padanya, jelaslah kau harus tinggal
diluar Kerajaan Sorga. Situasi begini kan betul2 parah, membuat kondisi benar2
putus asa. Selama 14 abad, seribu empat ratus tahun, dunia ini tanpa Alkitab -
sebelum penemuan seni pencetakan, tidak ada seorangpun dalam 10.000, bahkan
tidak juga seorangpun dalam 20.000, yang memiliki Alkitab. Dan pertanyaannya apakah Tuhan kita bakal meninggalkan dunia
ini tanpa kitab itu,
kalau sekiranya itu perlu untuk keselamatan manusia? Pastilah tidak.
Tapi mari kita
sekarang berandai sebentar, bahwa semua orang punya Alkitab, bahwa
Alkitab sudah ada dulu sejak awal mulanya, dan setiap pria, wanita, dan setiap
anakpun masing2 punya. Apa sih faedah
dan manfaat baiknya bagi orang2 yang tidak tahu cara membacanya? Itu cuma menjadi barang buta, barang mati
untuk orang yang memilikinya.
Sekarang ini saja masih
cukup banyak dari penduduk dunia buta huruf. Selain itu, karena Alkitab tertulis dalam bahasa Yunani dan Ibrani,
mutlaklah harus belajar bahasa2 itu dulu agar supaya bisa membacanya.
Tapi ada dikatakan
bahwa sekarang kita sudah punya
terjemahan dalam bahasa Perancis, Inggris, atau bahasa2 populer lainnya. Ya
benar, tapi apakah kau pasti dan yakin terjemahannya murni dan benar? Kalau tidak, kau tidak memiliki Firman Allah. Kalau terjemahannya
salah, maka itu menjadi karya manusia. Bagaimana caramu untuk memastikannya?
Bagaimana caramu menguji apakah anda
memiliki terjemahan-benar dari bahasa Yunani dan Ibrani?
"Wah, aku
tidak mengerti bahasa Yunani maupun Ibrani," kata kebanyakan orang; "untuk
terjemahannya ya saya harus bergantung
pada pandangan dan pendapat orang yang terpelajar dan ahli."
Nah, bagaimana
sekarang, jika seandainya para ahli yang terpelajar ternyata saling berbeda pendapat, ada yang
berkata ini baik, dan ada yang
teriak itu salah? Apakah imanmu
hilang; karena kau mulai meragukan, maju mundur, sebab tidak yakin
terjemahannya benar.
Sehubungan dengan para penerjemah-Alkitab Protestan, cukup
banyak ahli mereka yang mengatakan bahwa terjemahan - edisi versi King James -
adalah sebuah terjemahan penuh dengan cacat kesalahan2. Dan para rohaniwan-ahli
protestan, pengkhotbah maupun para
uskupmu telah menulis ber-jilid2 untuk menunjuk pada semua kesalahan2
yang ada didalam terjemahan King James
awal, dan para ahli Protestan dari berbagai denominasipun setuju.
Beberapa tahun yang
lalu, di St. Louis abad 19, dikota itu diadakan sebuah konvensi untuk para
hamba Tuhan. Segala denominasi diundang, objeknya
ialah mengatur penterjemahan-baru Alkitab, dan memberikannya pada dunia. Acara dan pelaksanaan konvensi itu
dilaporkan tiap hari dikoran Missouri Republican. Seorang
ahli dari gereja Presbyterian, berdiri, dan, sambil mendesak perlunya suatu
terjemahan-baru Alkitab, mengatakan bahwa didalam terjemahan-Protestan
saat itu ada tidak kurang dari tigapuluh ribu kesalahan.
Dan rekan-rekan Protestan yang baik, jika Alkitab adalah
penuntun dan pengajarmu. Pengajar luar biasa, dengan 30.000 kesalahan! Semoga Tuhan selamatkan kita dari pengajar
demikian! Satu kesalahan saja sudah cukup jelek, tapi tigapuluh ribu kesalahan2
kiranya sedikit terlalu banyak.....
Seorang tokoh lain
berdiri dikonvensi itu - saya pikir ia seorang Baptis - dan, sambil menekankan
perlunya pelaksanaan sebuah terjemahan-baru Alkitab, berujar bahwa selama
tigapuluh tahun yang lewat ini dunia tanpa
Sabda Allah, sebab katanya, Alkitab yang kita miliki sama
sekali bukanlah Firman Allah.
Disinilah para tokoh
Protestan sendiri, berbicara untuk kalian. Anda semua membaca surat kabar, dan
teman2, tentunya pasti tahu apa yang terjadi di Inggris beberapa tahun yang
silam. Sebuah petisi telah dikirimkan ke Parlemen untuk menyetujui permohonan
dana subsidi sebanyak beberapa ribu poundsterling untuk pembiayaan sebuah
terjemahan-baru Alkitab. Dan
gerakan itu dipimpin dan dilaksanakan oleh uskup2 Protestan maupun para
rohaniwan.
Tapi, coba pikirkan
dengan baik, bagaimana anda bisa meyakini imanmu? Kalian bilang Alkitab ialah penuntunmu, namun kalian
tidak tahu dan memilikinya atau tidak. Marilah untuk sejenak kita mengandaikan bahwa semuanya punya
Alkitab. Biarpun seandainya semua membacanya dan memiliki terjemahan yang benar murni,
itupun tetap tak bisa menuntun manusia, sebab interpretasi-pribadi Alkitab tidak mungkin bisa tanpa-salah, tapi, malah sebaliknya, kemungkinan besar bisa
salah. Itu menjadi sumber dan
berawalnya mata air segala macam kesalahan2 dan bidat2, dan juga segala macam doktrin2
hujatan.
Anda kaget, tenang-tenang saja dan mari
kita lihat sebab-sebabnya.
Sekarang ini saja
sudah ada sekitar banyak sekali denominasi atau gereja2, dan semuanya berkata Alkitab adalah penuntun
dan pengajarnya. Dan saya percaya
mereka semuanya tulus. Apakah mereka
semuanya gereja yang sejati? Ini kan mustahil. Kebenaran adalah
tunggal, sama halnya seperti Allah
yang Esa, dan tidak boleh ada pertentangan. Pada dasarnya setiap
orang pada hakikinya melihat tidak setiap sesamanya bisa benar, sebab mereka
saling berbeda dan saling kontradiksi, karena itu maka tidak semuanya bisa benar. Kaum Protestan berkata bahwa pendoa yang
membaca Alkitab dengan benar memiliki kebenaran, dan semuanya bilang
mereka sudah benar bacanya.
Coba kita andaikan
disini ada seorang pendeta Episkopal. Dia amat tulus, seorang yang jujur, penuh
maksud-baik dan pendoa setia. Ia membaca Alkitabnya secara sangat rohani,
dan dari kata2 Alkitab, ia bilang sangatlah jelas sekali bahwa harus
ada para uskup. Sebab tanpa
uskup mana bisa ada imam, dan tanpa imam berarti tidak ada
Sakramen, dan kalau tidak ada
Sakramen ya tidak ada Gereja.
Ada juga seorang Presbyterian yang juga tulus dan berniat baik. Iapun juga
membaca Alkitab, dan berkesimpulan bahwa tidak harus ada uskup,
perlunya cuma penatua penatua saja.
"Lho, ini ada di Alkitab," berujar pendeta Episcopal itu; dan,
"ya ini ada juga di Alkitab untuk menunjukkan omong kosongmu itu,"
kata orang Presbyterian itu.
Dan, keduanya sama2
pendoa soleh dan berkehendak baik.....
Lalu masuklah
seorang umat Baptis. Diapun juga bertujuan baik, orang jujur selain juga pendoa
yang tekun. "Nah," katanya, "kalian apa sudah dibaptis?"
"Saya sudah," kata orang Episkopal, "waktu saya masih
bayi." "Iya, saya juga sama," kata yang Presbyterian,
"waktu bayi." "Tapi," sambung orang Baptis itu,
"kalian pasti masuk Neraka sepasti kamu hidup ini."
Selanjutnya
masuklah seorang Unitarian, sama juga jujurnya, tulus dan berkehendak baik.
"Begini loh...," ujarnya, "izinkan saya berkata, kalian semua
ini sekelompok penyembah berhala. Kalian menyembah seorang manusia yang
dianggap Allah, padahal bukan Allah sama sekali." Dan mulailah ia
memberikan beberapa teks dari Alkitab untuk memberi bukti, sedang sementara itu yang lain2nya
menyumbat kupingnya agar tidak harus mendengar hujatan orang Unitarian ini. Dan, semuanya
berpegang dan ngotot mereka memiliki pengertian-Alkitab yang benar.
Setelah itu,
masuklah seorang Metodis, dan ia berujar, "Sahabatku, apakah kalian betul2
sudah punya agama?" "Ya
jelas kami punya," kata mereka balik. "Apakah kalian pernah merasakan
agama," sambungnya, "Roh Allah yang bergerak gerak dalam
dirimu?" ”Ah, omong kosong," sanggah orang Presbyterian, "kami
dituntun oleh pertimbangan akal sehat dan penilaian." "Well,"
orang Metodis itu meneruskan, "kalau kalian belum pernah merasakan agama,
kalian belum pernah menerimanya, dan akan masuk Neraka selamanya.”
Kemudian masuklah seorang Universalis, ia mendengar mereka yang saling
mengancam saling bakal dimasukkan keapi neraka. Katanya penuh keheranan,
"Waduhh, kalian ini benar2 semua orang aneh. Masak tidak mengerti Sabda
Allah? Tidak ada sama sekali Neraka itu. Pikiran itu kan cukup untuk menakuti
para ibu-ibu tua dan anak2," dan ia lalu membuktikan dengan
ayat-ayat dari Alkitab.
Sekarang masuklah seorang Quaker. Ia melerai dan memohon agar mereka tidak
bertengkar, dan menyarankan agar mereka sama sekali jangan membaptis. Ia benar2
seorang yang sangat polos dan tulus, dan mengimani
benar2 Alkitab.
Ada lagi orang lain
yang masuk dan berseru: "Baptislah yang pria saja dan biarkan saja semua
wanita. Sebab Alkitab berkata, kecuali bila seorang [man=manusia) laki-laki
dilahirkan kembali oleh air dan Roh Kudus, dia tidak akan bisa masuk ke
Kerajaan Sorga. Jadi," ujarnya, "para wanita sudah baik, tapi
baptislah para pria."
Setelah itu
masuklah "Shaker", dan ia berkata, "Kalian semuanya kok lancang
dan begitu congkak. Tidakkah kalian tahu bahwa Alkitab bilang kalian harus
bekerja keras untuk memperoleh keselamatanmu dan harus dengan penuh ketakutan
serta bergemetaran, dan kalian ini kok sama sekali tidak gemetar. Saudara2ku,
kalau kalian ingin masuk Sorga, ayo, gemetarlah, shake, shake, saudara2ku,
shake!"
Nah bagaimana ? Tadi
ini telah ada sekitar tujuh atau delapan denominasi sebagai contoh, satu sama
lain saling berbeda, atau pengertiannya mengenai Alkitab berlainan caranya,
semua itu ilustrasi buah2 yang dihasilkan karena interpretasi
pribadi. Bagaimanakah ribut ramainya, kalau seluruh denominasi yang saling
berbeda, semuanya memegang Alkitab
sebagai pedoman pengajarannya, dan semuanya berbeda satu sama lainnya? Apakah mereka semuanya benar? Yang satu bilang ada Neraka, dan lainnya lagi ngotot teriak tidak ada
Neraka. Apakah keduanya benar? Yang satu berkata Kristus itu Allah, yang satunya
lagi bilang Dia bukan! Seseorang lalu berkata mereka itu tidak penting. Seorang
lagi bilang baptisan itu merupakan persyaratan, dibantah langsung oleh lainnya
yang bilang itu tidak benar. Apakah keduanya benar?
Ini hal yang mustahil,
"semuanya" tidak mungkin bisa benar.
Siapa, jadinya,
yang benar? Dia yang memiliki pengertian yang benar dari Alkitab, begitu
katamu. Tetapi Alkitab ternyata tidaklah memberitakan siapa itu - Alkitab tidak
pernah menyelesaikan pertikaian itu. Alkitab
bukanlah guru pengajar.
Alkitab itu, adalah
sebuah kitab yang baik. Umat Katolik menghargai itu sebagai Sabda Allah, bahasa inspirasi, dan setiap umat Katolik dihimbau untuk membaca Alkitab. Akan tetapi, se-baik2nya Alkitab itu,
teman2ku, Alkitab tidak dapat menerangkan dirinya sendiri. Itu sebuah buku yang baik, kitab Sabda
Allah, bahasa penuh ilham dan pewahyuan, namun pengertian penafsiranmu mengenai Alkitab bukanlah bahasa wahyu. Pengertianmu mengenai Alkitab
tidaklah diilhami, bukan wahyu – karena pastilah anda tidak menganggap diri
anda telah diilhami dengan wahyu!
Baiklah, jadi apa dan bagaimana ajaran Gereja mengenai subjek ini?
Gereja Katolik berkata bahwa Alkitab adalah Sabda Allah, dan bahwa
Allah telah menunjuk satu otoritas
untuk memberi arti benar.
Hal ihwal Alkitab bisa disamakan sama seperti Konstitusi
Amerika Serikat. Waktu Washington dan kelompoknya menetapkan Konstitusi
dan sistim Tata Hukum Amerika Serikat, mereka tidak berkata kepada
rakyat Amerika Serikat: "Biarlah setiap orang membaca Konstitusi
kemudian pergi bentuklah sebuah pemerintah bagi dirinya sendiri; biarlah
setiap orang masing-masing membuat penafsirannya sendiri2 mengenai Konstitusi ."
Seandainya Washington melakukan itu, maka hampir dipastikan tidak pernah akan
ada pembentukan Amerika Serikat. Orang2 semuanya akan ter-bagi2 antara mereka
sendiri, dan negara ini akan terpecah belah menjadi seribu divisi, seribu
bagian-bagian atau pemerintahan-pemerintahan.
Apa yang telah Washington kerjakan? Ia memberikan Konstitusi dan Tata Hukum, dan menunjuk Mahkamah Agung dan Hakim Agung bagi Konstitusi. Dan mereka ini yang harus memberikan
penerangan yang benar mengenai Konstitusi kepada setiap warga negara
Amerika - semua, tanpa pengecualian,
dari Presiden sampai pengemis. Semuanya
terikat untuk mematuhi keputusan Mahkamah Agung, dan inilah sebabnya,
hanya sebab satu2nya ini, maka seluruh rakyat bisa disatukan bersama
dan juga bisa mempertahankan Kebersatuan Amerika Serikat. Pada saat rakyat boleh
membuat penafsiran-sendiri mengenai Konstitusi, saat itu pula Kebersatuan
berakhir.
Jadi begitulah halnya dalam setiap pemerintahan - begitulah disini,
di Amerika
Serikat, dan di-mana2. Ada Konstitusi,
ada Mahkamah Agung atau hukumnya, ada Hakim Agung dari Konstitusi, dan Mahkamah
Agung itu tugasnya memberi kita pengertian2 Konstitusi dan Tata Hukum.
Dalam setiap negara
yang terperintah-baik seharusnya ada sebuah susunan seperti ini -
Undang2 Dasar, Mahkamah Agung, Hakim Agung, yang dipatuhi oleh semua orang.
Disetiap negara ada susunan itu; dan semuanya terikat dan tunduk pada
keputusan, dan tanpa itu tak ada kondisi, suasana ataupun urusan2 pemerintahan
yang eksis. Bagaimana mereka bisa terus dipersatukan? Oleh pemimpinnya, yaitu
diktator mereka.
Begitulah, Penyelamat kita juga telah membentuk
Mahkamah Agung-Nya - Hakim Agung-Nya - untuk memberi kita arti
yang benar dan tepat dari Tulisan2 Suci, dan memberikan kita
pewahyuan yang benar dan doktrin-doktrin Sabda Yesus. Putra
Allah-yang-Hidup berjanji bahwa Mahkamah
Agung ini tidak mungkin salah, dan, karena itu, para Katolik sejati tidak akan pernah ragu2.
"Aku
percaya," kata yang Katolik, "sebab Gereja mengajariku begitu. Aku
percaya pada Gereja sebab Allah memberi perintah padaku untuk percaya pada
Gereja.. Dia berkata: 'Sampaikanlah pada gereja. Dan kalau dia tidak mau mendengarkan
gereja, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang
pemungut cukai." (Mat 18:17)
Bagaimana dengan
kita yang merupakan anggota Gereja Katolik?
Kita memandang
Alkitab adalah produk dari Gereja yang di ilhami oleh Roh Kudus. Kita memandang
kitab Suci, sebagai tuntunan juga, yang berasal dari Tuhan. Perbedaannya, kita
dalam ajaran resmi tidak boleh menafsirkannya menurut selera atau pendapat
pribadi kita sendiri, walaupun, mungkin anda seorang genius, ahli bahasa kitab suci
atau memiliki seabreg gelar yang membuktikan anda hebat ! Untuk ajaran resmi, kita, umat katolik,
mengimani penafsiran yang diajarkan gereja !!!
Pertanyaannya.
Apakah kita tidak boleh menafsirkan sendiri kitab suci yang kita baca tiap
hari? Boleh dong, selama hal itu menyangkut kesaksian dan pengalaman iman
pribadi, dan bukan ‘ajaran resmi’ dengan mengatas namakan gereja katolik. Misalnya :” Menurut ajaran
gereja katolik , ayat ini maknanya adalah ...”
, pernyataan itu bisa benar kalau mengutip sumber resmi dari gereja yang
tentu saja ada rujukannya.
Matius 28 : 19-20 dikenal sebagai Perintah Agung. Disini, Yesus memberitahu para rasul untuk membaptis
dan mengajar apa yang Ia ajarkan pada mereka. Yesus TIDAK menginstruksikan Gereja untuk pergi dan menulis kitab.
Yesus sendiri TIDAK PERNAH menulis kitab. Yesus adalah yang paling logis
melakukannya JIKA inilah yang Ia maksudkan; untuk membangun gereja yang
didasarkan pada kitab. Gereja dibangun melalui pengajaran kepada
orang lain melaui khotbah ajaran-ajaran Yesus. Iman datang dari apa yang
dikhotbahkan (Roma 10:17). Gereja ada
SEBELUM kitab suci. Gereja
memiliki otoritas (Lukas 10 :16 dan 3Yoh 1:9). Bagi Gereja, Kitab Suci dan Tradisi bersifat otoritatif (2 Tes 2:15
dan 1 Kor 11:2). Tidak ada tertulis
dalam Kitab Suci bahwa Kitab Suci harus menjadi SATU-SATUNYA OTORITAS! Faktanya,
Kitab Suci mengajarkan kita bahwa Gereja
adalah pilar dan dasar kebenaran (1 Tim 3:15).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar