Mengasihi Sesama

Mengasihi Sesama
Ibu Theresa dari Calcuta

Kamis, 10 Mei 2012

Sentilan Buat yang Malas berapologi

Aku copas lagi dari tulisan seorang yang kukagumi di www.ekaristi.org. Mas DeusVult. Disini di ulas bagaimana seseorang bisa saja memiliki ketidaktahuan mengenai sesuatu, tetapi ketidak tahuan yang sebenarnya timbul karena kemalasan belajar menjadikannya menjadi ... seorang yang patut disesali. Janganlah kita masuk dalam kategori seperti ini. Perlu perenungan ya ... maaaf bukan makanan lunak.

Ketidaktahuan yang tidak bisa diatasi (invincible ignorance)    



dari www.ekaristi.org oleh DeusVult

Theologi moral membagi ketidaktahuan (ignorance) menjadi beberapa kategori. Salah satu pengkategorian yang penting untuk kita ketahui karena selalu muncul dalam diskusi-diskusi adalah pengkategorian ketidaktahuan menjadi ketidaktahuan yang bisa diatasi (vincible ignorance) dan yang kedua adalah ketidaktahuan yang tidak bisa diatasi (invincible ignorance).

Bila seseorang mempunyai ketidaktahuan yang tidak bisa diatasi maka dia tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas ketidaktahuannya (karena dia tidak bisa mengatasi ketidaktahuannya tersebut)

Bila seseorang mempunyai ketidaktahuan yang bisa diatasi, maka dia bertanggungjawab atas ketidaktahuannya (karena dia semestinya bisa mengatasi ketidaktahuannya tersebut).

Nah, ketidaktahuan menjadi tidak bisa diatasi bila setelah melakukan ketekunan yang cukup(reasonable diligence) seseorang masih tidak dapat mengatasi ketidaktahuannya (masih tetap tidak tahu).

Seberapa cukupnya ketekunan tersebut ditentukan oleh dua hal:

1. Besarnya, pentingnya, mendesaknya masalah yang dihadapi.Semakin besar, penting dan mendesak suatu masalah maka ketekunan yang harus dilakukan untuk mengatasi ketidaktahuannya harus semakin besar pula. Begitu pula sebaliknya.

2. Kemampuan si individu untuk mendapat informasi dan mengerti informasi tersebut. Semakin mudah si individu mendapatkan informasi mengenai masalah yang dihadapinya dan semakin mudah si individu memahami informasi yang didapatkannya maka ketekunan yang harus dilakukan untuk menghilangkan ketidaktahuannya harus lebih besar juga. Begitu pula sebaliknya.

Seorang Katolik lulusan SD yang hidup di tempat terpencil dengan hanya satu paroki kecil akan berbeda tingkat kecukupan ketekunannya dengan seorang Katolik lulusan Universitas yang hidup di kota besar dengan banyak Gereja. Bagi orang yang pertama, bertanya pada Romo Paroki akan suatu masalah sudah merupakan ketekunan yang cukup. Bagi orang yang kedua, bertanya pada Romo Paroki tentunya jauh dari cukup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar