API PENYUCIAN
(dicuplik dari petobat intelektual David B. Currrie. sebagai sumbangsih bagi orang-orang diluar katolik yang tak pernah paham dogma katolik yang satu ini ...)
Secara pribadi, api penyucian itu masuk akal sejak awal mula, namun hal ini tidak dipahami sama sekali oleh kebanyakan orang Evangelis. Kata itu sendiri cukup untuk membuat jantung kebanyakan orang Evangelis berhenti berdetak. Putra saya mengatakan ia telah diberitahu oleh seorang guru bahwa orang Katolik percaya api penyucian sama seperti api neraka, hanya tidak separah api neraka. Setelah menyelidiki ajaran Katolik, saya bertanya dalam hati, “Dari mana orang Evangelis mendapatkan pemikiran seperti itu?”
Ada tiga tempat bagi orang yang telah mati. Neraka adalah suatu tempat penderitaan dan ketidakbahagiaan yang permanen. Sekali di sana, tidak ada yang dapat keluar. Surga adalah suatu tempat permanen yang nyaman dan bahagia. Sekali di sana, tidak seorang pun ingin meninggalkannya. Api penyucian adalah suatu tempat penderitaan dan ketidakbahagiaan yang sementara. Sebenarnya, api penyucian merupakan jalan masuk ke surga. Api penyucian bukanlah kesempatan kedua di surga. Api penyucian bersifat sementara karena hanya mereka yang dijamin ke surga yang masuk ke dalamnya. Jiwa-jiwa di api penyucian pada dasarnya bahagia karena mereka tahu bahwa tempat keabadian mereka terjamin.
Mengapa api penyucian diperlukan?
Yesus mengatakan, “Orang yang suci hatinya.... akan melihat Allah” (Mat 5:8).
Hanya orang Kristen yang memiliki jiwa yang suci dapat melihat Allah. Allah menggunakan kehidupan kristiani kita sehari-hari untuk menguduskan kita dan menyiapkan kita untuk melihatNya. Hanya ketika kita suci secara lahir dan batin, kita akan melihat Allah. Yesus telah mengatakan hal ini.
Banyak orang Kristen, mungkin juga termasuk orang Evangelis, mungkin suci seperti itu ketika mereka meninggal: mereka langsung masuk ke surga. Namun bagaimana dengan orang Kristen yang tidak membiarkan Allah menyucikan diri mereka akibat dosa-dosa yang mereka lakukan? Kesalahan mereka telah diampuni, namun Cacat, atau retakan di dalam jiwa mereka tetap ada, Hukuman sementara mereka belum dihapuskan.
Itulah gunanya api penyucian. Api penyucian merupakan tempat sementara di mana jiwa-jiwa yang belum disucikan secara sempurna melalui perbuatan dan penderitaan di dunia dapat menjadi suci melalui penderitaan sementara setelah kematian. Di sana ada suatu kelegaan, — suatu tempat untuk membersihkan segala dosa yang telah kita lakukan di dunia. Ketika jiwa itu suci, jiwa itu akan memasuki surga.
Ketika kami sekeluarga pertama kali menyelidiki doktrin ini, salah seorang putra saya bertanya, Jika hanya yang suci hatinya dapat melihat Allah, mengapa tidak ada dua bagian surga? Satu untuk mereka yang dapat melihat Allah — yang suci hatinya dan yang satu lagi untuk mereka yang tidak dapat melihat Allah, yang kurang suci.” Saya merenungkan pernyataan anak saya ini pada malam harinya. Keesokan harinya saya mengatakan kepadanya bahwa pemikirannya sangat benar meskipun saya segera memberikan tambahan yang sesuai). Api penyucian bagaikan pintu masuk atau teras dari surga. Api penyucian akan lenyap ketika jiwa yang terakhir telah “disucikan”, dan seluruh isi surga akan melihat Allah.
Kepercayaan akan adanya api penyucian sangat jelas dalam tahun-tahun awal kekristenan.
Dugaan bahwa hal itu tidak pernah disebutkan di dalam Kitab Suci adalah suatu kenyataan sederhana yang mengungkapkan bahwa ajaran tersebut tidak pernah diperdebatkan.
Agustinus, dalam The City of God (Kota Allah), berkata, “Hukuman sementara diderita oleh beberapa orang hanya dalam kehidupan ini saja, oleh yang lainnya sesudah kematian, dan oleh yang lainnya lagi sekarang dan nanti” Hal ini jelas mengarah kepada api penyucian.
Adanya api penyucian merupakan satu-satunya alasan untuk mendoakan orang-orang yang telah meninggal.
Doa-doa kita membantu mereka di dalam penderitaan mereka supaya menjadi cukup suci bagi surga. Doa-doa untuk orang yang telah meninggal ada dalam tulisan-tulisan orang Kristen purba. Didalam kitab kedua Makabe 12:43-46, doa-doa dan persembahan dilakukan untuk keperluan mereka yang telah meninggal: “Sungguh suatu perbuatan yang sangat baik dan tepat berdoa bagi yang telah meninggal, supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka." Pelepasan jelas terjadi di Api Penyucian.
Meskipun arti sesungguhnya dari 1Korintus 15:29 diperdebatkan dengan seru, namun ada suatu kenyataan yang jelas : Orang Kristen yang masih hidup dapat melakukan sesuatu yang berguna bagi jiwa orang-orang yang sudah meninggal - “Jika tidak demikian, apakah faedahnya perbuatan orang-orang yang dibaptis bagi orang mati? Kalau orang mati sama sekali tidak dibangkitkan, mengapa mereka mau dibaptis bagi orang: orang yang telah meninggal?”
Ayat ini tidak masuk dalam konsep Evangelis mengenai surga dan neraka. Tanpa api penyucian, apa yang mungkin dapat diperoleh dengan melakukan sesuatu bagi orang mati? Doa-doa kita sungguh berguna bagi orang Kristen yang telah meninggal - inilah ajaran Gereja yang tidak terusik.
Ayat-ayat lainnya yang lebih masuk akal dalam konteks kepercayaan akan api penyucian tersebar di seluruh Kitab Suci. Dalam Matius 12:32, Yesus mengisyaratkan ada dosa-dosa yang dapat dilepaskan dari kita pada saat ini, dan ada pula yang dilepaskan setelah kehidupan saat ini: “Apabila seseorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak.” Ayat ini sesungguhnya membantu kita untuk memahami adanya api penyucian kelak. Tanpa api penyucian, bagian terakhir dari perkataan Yesus menjadi tidak jelas.
Sabda dalam 1Korintus 3:15 selaras dengan dogma Katolik mengenai api penyucian, namun ayat ini menjadi berkurang artinya karena soteriologi Evangelis: “Jika hal itu (perbuatan perbuatan manusia) dibakar, ia akan menderita kerugian, namun ia sendiri akan diselamatkan, tetapi hanya sebagai seorang yang terlepas dari kebakaran.”
Di dalam surat Ibrani 12:23 kita melihat adanya pengelompokan orang. Menariknya, ada perbedaan antara “Jemaat (Gereja) anak-anak sulung” dan “roh-roh orang benar yang telah menjadi sempurna.” Hal ini selaras dengan ajaran Gereja mengenai api penyucian. Di situ disebutkan penjelasan tentang mereka yang meninggal dan langsung masuk surga (“anak-anak sulung”) dan mereka yang harus mengalami proses penyucian (“disempurnakan”) di api penyucian.
Di dalam perumpamaan Yesus dalam Lukas 12:42-48, disebutkan tiga hamba, yang diperlakukan dengan tiga cara yang berbeda. Hal itu “akan baik” bagi “manager yang setia dan bijaksana” (surga). Hamba “yang tahu” tetapi “tidak melakukan apa yang diinginkan tuannya” akan ditaruh ke dalam Suatu “tempat dengan orang-orang yang tidak percaya” (neraka). Akhirnya, hamba yang “melakukan sesuatu yang mendatangkan hukuman” tetapi ia sendiri “tidak tahu” akan didisiplinkan (api penyucian).
Meskipun Alkitab tidak pernah menyebut “api penyucian”, namun Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa di sana ada tempat ketiga selain surga dan neraka: “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita.... Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu tidak taat kepada Allah” (1Ptr 3:14 20).
Karena otoritas Gereja mengajarkan bahwa tempat ketiga adalah api penyucian, maka nama itu jugalah yang saya gunakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar