IN TEOLOGI FUNDAMENTAL, TRADISI
1
Pengantar.
Otoritas dan ketaatan adalah dua ciri hakiki dari Gereja Yesus Kristus. Apabila yang satu tidak ada, maka yang lain juga tidak ada, dan akibatnya hanyalah anarki.
Kita mendasarkan kesimpulan ini atas dasar kondisi-kondisi kodrat manusia dan konstitusi Gereja, sebagaimana ia muncul secara historis dalam Kitab Suci. Sekarang kita akan membahas lebih cermat tentang kata-kata Tuhan kita yang ditujukan kepada Para Rasul sebagai kepala pertama dan legislator Gereja; selanjutnya kita akan membahas cara Para Rasul melaksanakan perintah-Nya.
Kita tidak berpendapat bahwa Kristus tidak bisa memberikan Gereja-Nya sistem yang lain, daripada yang telah Ia pilih sesuai kehendak-Nya. Kita sekadar menyatakan bahwa karena Ia menetapkan bentuk pemerintahan tertentu, maka bentuk itu haruslah bertahan. Ia adalah hal yang hakiki bagi kehidupan Gereja. Apabila ia diubah, maka seluruh Gereja juga diubah.
Tugas kita, oleh karena itu, ialah membuktikan bahwa dalam penetapan jabatan Rasul, Kristus bermaksud supaya ada lembaga insani yang hidup guna melanjutkan karya-Nya hingga akhir zaman. Dengan kata lain, dengan memilih Kedua Belas Rasul sebagai penyebar utama dari Agama Ilahi-Nya, Ia juga menetapkan suksesi apostolik yang kekal beserta otoritas mengajar dalam nama-Nya. Sederhananya, Ia bermaksud agar Para Rasul harus menunjuk dan menahbiskan orang lain untuk meneruskan jabatan mereka, yang selanjutnya akan menunjuk dan menahbiskan orang lainnya untuk mewartakan Injil dan memimpin Gereja sampai akhir zaman.
Sesudah kematian Para Rasul, pemerintahan Gereja haruslah secara sempurna sejenis dengan yang aslinya. Kemajuannya akan identik secara sempurna dengan pemerintahan Apostolik. Tidak ada perubahan atau koreksi substansial terhadap pemerintahan tersebut yang dibiarkan di masa depan, tidak ada perbedaan dalam hal ekonomi dan tatanan yang telah ditetapkan.
2
Kristus menetapkan Suksesi Apostolik yang kekal.
Yesus Kristus menetapkan Para Rasul sebagai guru bagi segala bangsa di segala waktu. “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku … dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”[1] Dan dalam Kisah Para Rasul kita juga membaca: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.”[2]
Jadi, Para Rasul bukan hanya guru bagi bangsa-bangsa, tapi juga saksi akan Kristus – saksi di setiap bagian dunia; saksi bukan hanya dalam pengetahuan yang Ia berikan pada mereka, tapi juga saksi dengan kuasa Roh Kudus, yaitu, saksi yang infalibel dan kekal.
Oleh karena itu, Para Rasul bukan menjadi saksi umum. Tidak seperti pria dan wanita lainnya yang melihat karya Kristus, Para Rasul harus menjadi saksi resmi-Nya. Mereka melihat tidak hanya apa yang dilihat orang lain, tapi mereka juga diajar oleh Kristus sendiri, dan diperintahkan oleh Kristus sendiri untuk mengajarkan “mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” “Jadi harus ditambahkan kepada kami seorang dari mereka yang senantiasa datang berkumpul dengan kami selama Tuhan Yesus bersama-sama dengan kami … untuk menjadi saksi dengan kami tentang kebangkitan-Nya … untuk menerima jabatan pelayanan, yaitu kerasulan yang ditinggalkan Yudas yang telah jatuh ke tempat yang wajar baginya.” Lalu mereka membuang undi bagi kedua orang itu dan yang kena undi adalah Matias dan dengan demikian ia ditambahkan kepada bilangan kesebelas rasul itu.”[3]
Dalam kesaksian mereka, mereka tidak akan pernah jatuh dalam kekeliruan, sebab “Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.”[4] “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”[5]
Dengan demikian, Para Rasul ditunjuk Kristus sendiri untuk menjadi guru yang infalibel bagi seluruh dunia dan menjadi saksi abadi tentang diri-Nya. Tapi bukankah Petrus dan semua Rasul lainnya telah meninggal ratusan tahun silam? “Karena mereka dicegah oleh maut untuk tetap menjabat imam.”[6] Bagaimana mereka bisa menjadi guru atau saksi untuk selamanya? Bagaiamana bisa Kristus ada bersama mereka setiap hari? Bersama mereka dalam mengajar, membaptis, “sampai akhir zaman?” Di “bagian ujung bumi” manakah Kristus dapat ditemukan bersama mereka hari ini?
Namun itulah kenyataannya. Kristus ada bersama Para Rasul hari ini, sebagaimana Ia ada bersama mereka sembilan belas abad yang lalu. Ia ada bersama Petrus dan Rasul lainnya yang diwakili oleh Uskup Roma di Takhta Petrus, dan oleh semua Uskup Katolik di dunia. Ia ada bersama Petrus dan Rasul lain sebagai Wakil dan Utusan abadi kepada umat manusia selama ada jiwa-jiwa untuk diselamatkan. Ia ada bersama mereka sebagai guru yang abadi dan pemimpin Gereja-Nya, sebagai saksi yang abadi, di mana pun Salib ditanamkan bahkan “sampai ke ujung bumi.”
Kristus ada bersama Para Rasul dalam pribadi penerus mereka, Para Uskup dan Imam Gereja. Kata-kata Kristus tidak hanya terkait dengan kedua belas Rasul yang pertama. Supaya efektif, kata-kata itu haruslah menjangkau kepada semua yang datang setelah mereka di sepanjang waktu. Jadi Ia ada bersama mereka di mana saja dan selamanya dalam kapasitas resmi mereka.
Kata-kata di atas yang patut diingat: “Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman” dan “Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya” dan “kamu akan menjadi saksi-Ku sampai ke ujung bumi”, tidak hanya ditujukan kepada pribadi Para Rasul, tapi kepada mereka semua yang akan menggantikan jabatan mereka.
Maka, perintah untuk mengajar dan memberi kesaksian tidak sekadar bersifat personal. Ia diberikan kepada Gereja yang mengajar, kepada Suksesi Apostolik sampai akhir zaman.
Jadi Yesus Kristus telah menetapkan Suksesi Apostolik yang kekal untuk memimpin Gereja dalam nama-Nya.
3
Analisis yang lebih cermat tentang perkataan Yesus dalam Matius 28 dan Yohanes 14 memperlihatkan Suksesi Apostolik.
Seseorang dapat dengan mudah melihat dari apa yang telah dikatakan, bahwa Kristus menetapkan Suksesi Apostolik yang kekal bagi perlindungan dan penyebaran Gereja. Kita tiba pada kesimpulan ini dalam cara yang umum dari perkataan Kristus dalam Injil Matius dan Yohanes, dan aturan yang ditetapkan untuk melaksanakannya oleh Para Rasul.
Sekarang kita akan memeriksa perkataan ini dengan lebih mendetil. “Ajarlah semua bangsa” adalah perintah Kristus kepada Para Rasul, “ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu, dan ketahuilah bahwa Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”[7] “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.”[8]
Untuk memahami makna penuh dari perkataan ilahi ini, kita harus mempertimbangkan pribadi orang, yang kepadanya kata-kata itu diarahkan, dan kuasa serta hak-hak prerogatif yang mereka miliki pada kesempatan lain yang mereka peroleh dari Sang Guru, dan waktu serta situasi, kapan kata-kata itu disampaikan. Sebab, ada tiga hal yang harus dipertimbangkan tentang perkara ini. Pertama: mereka adalah penerima Wahyu baru, yang harus disempurnakan oleh mereka dan bukan oleh yang lain. Kedua: tiap Para Rasul memiliki otoritas atas Gereja Universal sebagai pastor dan penjaga Iman. Ketiga: otoritas mereka tunduk kepada Petrus, dan dalam persekutuan dengan Petrus.
Pertama. Bahwa Para Rasul mengetahui semua Wahyu yang akan disempurnakan oleh mereka, hal ini jelas dari Injil Yohanes: “Roh Kuduslah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu”[9] “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran.”[10] “Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku … Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu.”[11]
Kedua. Bahwa Para Rasul memiliki otoritas atas seluruh Gereja dapat disimpulkan dari fakta bahwa mereka mewartakan di mana saja, dan menetapkan misi-misi baru di mana pun mereka berada, tanpa mempedulikan batas-batas wilayah. Batas-batas itu akan dihormati oleh mereka yang ditahbiskannya di setiap kota.[12] Klemens dari Roma berkata: “Para Rasul mewartakan Injil di wilayah-wilayah dan kota-kota … dan menetapkan para Uskup bagi mereka yang percaya.”[13] Bahwa Para Uskup ini, tidak seperti Para Rasul, hanya memimpin atas bagian tertentu dari kawanan domba Yesus Kristus, hal ini jelas dari Kitab Suci: “Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu.”[14] “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri.”[15]
Sebab, perkataan Kristus dalam Yohanes 14 “Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya” ditujukan kepada Para Rasul setelah Primat telah dijanjikan kepada Petrus, yaitu, sesudah Petrus dijanjikan bahwa, dari semua Rasul, ia dipilih sebagai satu-satunya batu karang yang di atasnya Kristus hendak mendirikan Gereja-Nya. Di sisi lain, perkataan Kristus dalam Matius 28, yang memerintahkan Para Rasul untuk “mengajar semua bangsa” dan menjanjikan mereka kehadiran dan pertolongan-Nya “sampai kepada akhir zaman,” ditujukan kepada Para Rasul juga setelah Primat telah dianugerahkan kepada Petrus, yang menetapkannya sebagai gembala tertinggi dari semua domba Yesus Kristus. “Gembalakanlah domba-dombaku, gembalakanlah domba-dombaku.”[16]
Jadi, perintah Kristus kepada Para Rasul untuk mengajar semua bangsa dan karisma kebenaran yang selalu terkait dengan pengajaran itu, juga janji-Nya untuk menyertai mereka selamanya, bisa dimengerti sebagai hal yang dijanjikan dan dianugerahkan kepada seluruh lembaga Apostolik dalam persatuan dan persekutuan dengan Petrus dan di bawah Petrus, sebab Petrus telah dijanjikan dan telah menerima dari Kristus sendiri Kegembalaan Tertinggi. Perkataan itu, dengan demikian, bisa jadi ditujukan kepada masing-masing dan setiap Rasul, tidak secara independen dari Petrus ataupun secara individual, tapi sebagai satu tubuh manusia bersama Petrus dan di bawah Petrus sebagai kepala Gereja.
Bahwa hal tersebut harus dimengerti demikian telah jelas terlihat, pertama, dari fakta bahwa hak prerogatif atas pengajaran universal dan karisma infalibilitas individual tidaklah bersifat biasa dalam tiap pribadi Para Rasul (kecuali dalam Primat Petrus). Mereka merupakan hak-hak prerogatif luar biasa dari Jabatan Rasul.
Di tempat kedua, para pelajar Kitab Suci dapat melihat bahwa kata-kata Kristus dalam Matius 28 dan Yohanes 14 “ajarlah semua bangsa … Aku menyertai kamu” dan “Roh Kebenaran akan menyertai kamu selama-lamanya” tidak menjanjikan dan menetapkan pelayanan untuk mewartakan wahyu-wahyu yang baru, melainkan sebuah pelayanan yang abadi dan infalibel untuk sebuah Wahyu yang sudah tercapai, sekalipun Wahyu itu belum semuanya disampaikan kepada Para Rasul ketika kata-kata itu ditujukan pada mereka.
Sebab, ketika Kristus Yesus, Tuhan Kita, menjanjikan Para Rasul bahwa “apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran”[17], Ia tidak hanya tidak menjanjikan bantuan apapun dari-Nya, tapi Ia memberitahu mereka bahwa oleh karena kelemahan pribadi mereka saat itu, “banyak hal” yang Ia harus katakan pada mereka, “tapi mereka belum dapat menanggungnya.”[18] Mereka akan menerima Roh Kudus dalam cara yang luar biasa. Jadi, janji untuk mwartakan Wahyu-Wahyu baru hanya berkaitan dengan pribadi Para Rasul. Untuk alasan itulah, selagi kata-kata Kristus dalam Matius 28 dan Yohanes 14 menetapkan sebuah suksesi Apostolik yang biasa dan abadi, kendati demikian, karisma wahyu-wahyu Katolik yang baru tidak diteruskan kepada penerus Para Rasul, sebab itu adalah hak prerogatif yang bersifat personal dan luar biasa dari Para Rasul dan ia akah berakhir dengan kematian Para Rasul.
Terlebih, hak-hak prerogatif infalibilitas dan pewartaan wahyu-wahyu baru tidaklah sama jenisnya dalam Para Rasul. Sebab, apabila yang kedua bersifat luar biasa dan personal, seperti yang telah kita pahami, yang pertama tidak hanya bersifat biasa tapi juga luar biasa, yaitu, biasa dalam Kolegium Apostolik; luar biasa dalam setiap Rasul sebagai Rasul. Hanya apa yang biasa yang ada dalam jabatan dan diteruskan kepada penerusnya dalam jabatan. Infalibilitas biasa, karenanya, menjadi bagian dari Kolegium Apostolik dalam persatuan dan persekutuan dengan Petrus dan tunduk kepada Petrus, karena Kolegium Apostolik mewakili lembaga episkopal Gereja Katolik masa depan secara yuridis dan dalam kelangsungannya, yang mengajar dan mewartakan bersama dan di bawah para Penerus Petrus, walaupun Para Rasul secara pribadi juga infalibel, yang mana hal ini bukanlah hak prerogatif tiap Uskup secara individual. Infalibilitas adalah karunia luar biasa dari setiap Rasul.
Demikian pula, oleh karena Primat, hak prerogatif untuk mengajar seluruh Gereja dan karisma pengajaran secara infalibel ada secara biasa dalam Petrus, karena ia bukan hanya Rasul, tapi juga Kepala Gereja Universal. Ia dimaksudkan untuk menjadi batu karang, yang mana alam maut tidak akan pernah menguasainya. Ia selamanya menjadi Uskup dari Para Uskup, di masa kini dan masa depan. Karenanya, dua prerogatif pengajaran universal dan infalibilitas ini selalu bersifat inheren dalam jabatan episkopalnya sampai akhir zaman. Jadi, keduanya harus diteruskan kepada para penerusnya dalam jabatannya, yakni Para Uskup Roma. Sebab, prerogatif untuk mengajar Gereja Universal dan mengajar secara infalibel menjadi milik masing-masing Rasul oleh karena jabatan Kerasulan mereka. Keduanya bersifat luar biasa dan tidak bisa diteruskan kepada penerus mereka. Hanya hak prerogatif untuk mengajar dan mengajarkan secara infalibel yang bersifat biasa dalam Kolegium Apostolik, sebagaimana mereka mewakili lembaga Episkopal Katolik masa depan bersama Petrus dan di bawah Petrus. Untuk alasan inilah Episkopat Katolik infalibel dalam persatuan dengan Petrus dan di bawah Petrus. Tapi seorang Uskup secara individual tidaklah infalibel, sebab ia bukan seorang Rasul.
Terakhir, hak prerogatif Petrus untuk mengajar Gereja Universal dan mengajar secara infalibel tidak boleh dicampurkan dengan hak prerogatif untuk mewartakan wahyu-wahyu baru. Wahyu disempurnakan oleh para Rasul. Paus tidak pernah mewartakan wahyu yang baru. Pewartaan Wahyu bersifat personal dalam Petrus dan juga dalam Rasul lainnya. Ia tidak bersifat inehren dalam jabatan Petrus atau Rasul lainnya. Jadi, ia tidak diteruskan kepada para penerus mereka. Ia merupakan hak prerogatif luar biasa dalam diri Para Rasul sebagai Rasul, tapi tidak sebagai Uskup-Uskup Gereja.
4
Para Rasul memilih dan mengajar penerus mereka dalam jabatannya.
Cara Para Rasul melaksanakan perintah Guru mereka untuk mengajar dan memberi kesaksian tidak memberikan keraguan terkait makna kata-kata Kristus.
Setelah menetapkan peribadatan Kristiani di beragam tempat berbeda, Para Rasul tidak memiliki tujuan lain selain meneruskan pemerintahan yang melaluinya mereka memimpin di dalam Tuhan. Gereja berkembang dengan cepat. Para Rasul mengetahui bahwa waktu kematian mereka sudah dekat, dan sadar akan perintah Kristus untuk mengajar semua bangsa “sampai akhir zaman”, lalu mereka menahbiskan dan mengajarkan orang lain untuk membantu mereka dalam karyanya dan menggantikan jabatan mereka. Hal ini mereka lakukan dengan ketentuan eksplisit dan instruksi yang harus mereka lakukan dalam waktu yang pas untuk menunjuk penerus mereka. “Karena itulah kuperingatkan engkau,” tulis sang Rasul kepada Timotius, “untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu.”[19] Dan kepada muridnya, Titus, Rasul yang sama berkata: “Aku telah meninggalkan engkau di Kreta dengan maksud ini, supaya engkau mengatur apa yang masih perlu diatur dan supaya engkau menetapkan penatua-penatua di setiap kota, seperti yang telah kupesankan kepadamu.”[20] Dan lagi ia memperingatkan Timotius: “Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain.”[21]
Timotius dan Titus dikonsekrasikan sebagai Uskup oleh Rasul Paulus. Dengan cara serupa Rasul lainnya juga menunjuk orang lain untuk melanjutkan karya mereka yang mulia dalam ketaatan kepada perintah Kristus. Inilah Suksesi Apostolik, yang menurut janji Kristus, akan melaksanakan karyanya secara abadi sampai akhir zaman.
Dalam konsekrasi dan penunjukkan para uskup, Para Rasul bermaksud agar mereka juga mengajar umat dalam dasar-dasar agama Kristen dan melayani mereka. Seraya berbicara kepada orang-orang kuno dari Gereja Efesus, Sang Rasul berkata pada mereka: “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah.”[22] Tapi, sebagaimana Para Rasul telah menerima dari Kristus perintah untuk mengajar dan mewartakan dan menjadi saksi-sakti-Nya “sampai akhir zaman”, mereka juga memberikan perintah yang sama kepada orang yang ditunjuk sebagai penerus mereka. Maka Sang Rasul, seraya menulis kepada murid terkasihnya, Timotius, berkata, “Turutilah perintah ini, dengan tidak bercacat dan tidak bercela, hingga pada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan diri-Nya, yaitu saat yang akan ditentukan oleh Penguasa yang satu-satunya dan yang penuh bahagia, Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan.”[23] Karenanya Vincentius dari Lerin dalam Commonitory nya yang terkenal berseru: “Wahai Timotius, jagalah deposit [iman]. Apakah Timotius hari ini, jika bukan Gereja Universal (terkait dengan keyakinannya) apabila dipertimbangkan secara umum, atau seluruh Tubuh Para Uskup (dalam pengajaran) apabila dipertimbangkan secara khusus?”[24]
Oleh karena itu, haruslah ada lembaga manusia untuk memimpin dan mengajar Gereja, tidak hanya mereka yang ditunjuk Para Rasul sendiri sebagai penerus langsung mereka, tapi juga orang lain yang harus menggantikan para penerus langsung Para Rasul, sebab mereka harus mematuhi perintah “sampai kedatangan (kedua) Tuhan kita Yesus Kristus” yaitu “sampai akhir zaman.” Sang Rasul menulis kepada Timotius: “Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain.”[25]
Para pengajar ini adalah Gembala dan Doktor Gereja, yang Sang Rasul bicarakan dalam Suratnya kepada jemaat di Efesus. “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul … maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar … bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.”[26]
Para gembala dan pengajar ini adalah para uskup dan imam Gereja, yang melalui pewartaan mereka kahirnya akan menggantikan mereka dalam menghasilkan kesatuan iman universal sebelum kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus yang kedua.
Suksesi Apostolik ini dijelaskan Klemens, murid dan penerus St. Petrus, dalam surat pertamanya kepada jemaat di Korintus: “Kristus diutus oleh Allah, dan Para Rasul oleh Kristus … Untuk alasan ini, mereka pergi guna mewartakan kedatangan Kerajaan Allah dengan penuh ilham Roh Kudus. Jadi, dengan mewartakan sabda Allah di setiap kota dan wilayah, setelah mereka dikuatkan Roh Kudus, mereka membentuk para Uskup dan Diakon pertama bagi mereka yang percaya … dan memerintahkan mereka bahwa setelah kematian mereka, pria-pria lain yang berkeutamaan harus menggantikan mereka dalam pelayanan.”[27]
Demikianlah seharusnya Suksesi Apostolik itu sampai akhir zaman. Ia adalah perintah Kristus kepada Para Rasul. Ia adalah perintah Para Rasul kepada para penerus mereka. “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.”[28] Yesus berkata kepada Para Rasul dan Para Rasul berkata dalam penerus jabatan mereka: “ajarlah semua bangsa … ketahuilah Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”[29]
5
Tidak semua karunia, yang diberikan Kristus kepada para Rasul untuk memperkaya mereka, diteruskan kepada para pengganti mereka.
Apa yang Kristus janjikan dan berikan kepada Para Rasul-Nya juga diteruskan kepada para penerus mereka. Tapi kata-kata: “Ketahuilah Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”[30] dan “Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya”[31] tidak boleh dipahami bahwa semua karunia, yang dengannya Allah memenuhi dan memperkaya Para Rasul, juga diberikan kepada mereka yang menggantikannya.
Banyak dari karunia ini hanya berhubungan dengan Para Rasul. Demikianlah halnya dengan karunia Wahyu-Wahyu baru. Hal ini jelas dari fakta bahwa Para Rasul sendiri mengajarkan dan memerintahkan para penerus mereka untuk tidak mengajarkan hal yang sebaliknya. Sang Rasul menulis kepada Timotius, “Engkau telah mengikuti ajaranku … Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu.”[32]
Bahwa karunia wahyu-wahyu baru ini berakhir dengan kematian Para Rasul terlihat jelas dari fakta lainnya. Para penerus mereka tidak pernah mengklaim bahwa tulisan mereka dapat dianggap sebagai wahyu yang diilhami Allah. Mereka tidak pernah berani menambahkan kata lain dalam Kitab Suci. Jika tidak, maka Pewahyuan masih harus diselesaikan. Asumsi seperti ini dari pihak mereka akan bertentangan dengan peran eksklusif yang diemban Para Rasul.
Pernyataan penerus Petrus, Uskup Roma, yang dilakukan secara “ex cathedra” memang infalibel. Tapi itu bukan pewahyuan yang baru.
Para Rasul diperkaya dengan karunia-karunia personal lainnya: karunia lidah yang dianugerahkan pada hari Pentakosta; hak prerogatif setiap Rasul untuk menjadi gembala dan pengajar serta penjaga iman bagi seluruh Gereja; kuasa untuk melakukan mukjizat.
Semua ini diberikan Kristus sebagai karunia-karunia luar biasa. Karenanya mereka tidak mungkin bisa meneruskannya kepada para pengganti mereka tanpa intervensi ilahi yang khusus. Sekalinya alasan pemberian karunia-karunia ini telah hilang, maka pemberhentiannya dapat dengan mudah dipahami.
Waktu yang berbeda membutuhkan manusia yang berbeda. Masa-masa yang sulit dengan persoalan-persoalan berat membutuhkan para pemimpin yang kuat. Hal ini benar dalam masyarakat sipil; tapi juga lebih benar di dalam Gereja, yakni masyarakat terbesar di dunia. Dalam hikmat dan Penyelenggaraan-Nya yang tak terhingga, Allah menganugerahkan orang-orang tertentu dengan bakat-bakat luar biasa dan kekudusan guna mencapai hasil-hasil luar biasa bagi kebaikan Gereja. Dalam masa kanak-kanaknya, khususnya, Gereja membutuhkan perlindungan luar biasa ini demi keberadaan dan penyebarannya.
Pendirian Gereja Yesus Kristus di tengah manusia adalah karya yang lebih luhur daripada Penciptaan Alam Semesta. Ia membutuhkan Darah Putra Allah. Allah menganugerahkan para pekerja pertama dengan karunia-karunia dan kuasa-kuasa, yang memampukan mereka berhadapan dengan pemujaan kepada iblis, berhala, dan paganisme masa itu. Kondisi dunia yang menakutkan membutuhkan segenap kuasa utusan-utusan Allah yang baru. Dengan kematian Para Rasul, karunia-karunia dan kuasa-kuasa luar biasa itu berhenti mengada. Mereka tidak lagi dibutuhkan. Gereja telah ditetapkan atas dasar yang kuat. Ia adalah institusi yang stabil dan diakui. Keharusan bagi manusia untuk diberkahi dengan kuasa-kuasa mukjizat dan preternatural tidak lagi ada.
Jadi, ketika Para Rasul menunjuk orang lain untuk menggantikan tempat mereka, maka mereka sekadar memberikan kepadanya kuasa biasa dan yurisdiksi sebagai imam dan uskup, bukan memberikan karunia-karunia personal atau luar biasa yang mereka terima dari Kristus. Kuasa biasa dan yurisdiksi ini menjadi milik jabatan mereka sebagai imam dan Uskup Gereja. Jabatan episkopal, yang begitu ditinggikan sebagai beban berat bahkan bagi bahu para Malaikat, sebagaimana diajarkan Konsili Trente pada kita, merupakan jabatan biasa dan bukan luar biasa.
Kesimpulannya. Para Rasul menunjuk orang lain untuk menggantikan mereka, bukan sebagai Rasul, tapi sebagai pemimpin dan tetua Gereja. Mereka harus menggantikannya bukan dalam jabatan sebagai Rasul, tapi dalam Episkopat.
Bahkan Primat Petrus, yang adalah jabatan terbesar di Gereja, bersifat biasa. Jabatan itu diteruskan kepada para penerusnya, sebab Paus menggantikan Petrus, bukan sebagai Rasul, tapi sebagai Uskup Roma.
6
Suksesi Apostolik tidak dilemahkan oleh ketiadaan karisma-karisma luar biasa.
Merupakan kehendak Allah bahwa Gereja Kristus akan bertahan sampai akhir zaman. Untuk alasan inilah Para Rasul, yang setia kepada perintah Sang Guru, menunjuk orang lain untuk menggantikan jabatan mereka. Tapi kuasa dan otoritas para penerus mereka tidak boleh dicampurkan dengan hak prerogatif dan karunia-karunia yang Para Rasul terima dari intervensi khusus Allah, seperti misalnya karunia lidah dan karunia menerima pewahyuan baru, karunia infalibilitas dan hak prerogatif untuk memiliki otoritas atas Gereja Universal, yang mereka terima pada Hari Pentakosta yang agung. Sebab, hanya ada satu Pentakosta semacam itu. Hari besar itu adalah hari kelahiran Gereja, kelahiran para Bapa Rohani pertama, yang kemudian akan memiliki generasi panjang anak-anak rohani sampai akhir zaman.
Para Rasul menerima karisma khusus mereka hanya sesudah mereka dijadikan imam dan Uskup oleh Kristus sendiri. Roh Kudus kemudian menyempurnakan karya Kristus, mengangkatnya ke ketinggian yang lebih mulia, yang tidak dapat dijangkau oleh semua makhluk fana lainnya.
Beberapa orang berpendapat bahwa Kristus dan Para Rasul tidak meninggalkan sebuah Suksesi Apostolik yang kekal. Apabila mereka melakukannya, maka para penerus itu haruslah dikaruniai dengan semua karunia dan hak prerogatif Para Rasul sendiri. Lebih gamblangnya: tidak ada dan tidak seharusnya ada Suksesi Apostolik untuk memimpin Gereja. Tidak ada otoritas insani apapun di dalam Gereja – tidak ada Para Uskup dan konsekuensinya tidak ada Paus Roma. Kata-kata Kristus, dalam maknanya yang penuh, mempengaruhi mereka semua yang ditujukan kepadanya. Jadi, apabila, melalui kata-kata “Ajarlah semua bangsa … ketahuilah Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” dan “Aku akan meminta kepada Bapa dan, Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya” Kristus bermaksud menetapkan Suksesi Apostolik untuk memimpin Gereja sampai akhir zaman, maka semua Penerus Apostolik akan dikaruniai, sama seperti Para Rasul, dengan ilham pewahyuan-pewahyuan baru, dengan karunia lidah dan kuasa melakukan mukjizat, dengan hak prerogatif infalibilitas dalam setiap Uskup secara individu dan otoritas terhadap seluruh Gereja. Kendati demikian, karena orang tersebut tidak ada, maka kesimpulannya ialah Kristus tidak pernah bermaksud menetapkan Suksesi Apostolik. Kata-kata-Nya ditujukan kepada semua umat beriman. Kuasa apapun yang ada di dalam Gereja pada akhirnya berasal dari umat beriman.
Mudah menjawab semua keberatan ini, apabila kita mengingat bahwa Para Rasul menerima kuasa-kuasa biasa dan juga luar biasa atau personal.
Para Rasul bukan hanya Rasul, tapi juga Uskup pertama Gereja, sementara Para Uskup Gereja hari ini adalah sekadar Uskup dan bukan Rasul. Para Rasul, sebelum mereka menjadi Rasul, mereka dijadikan imam oleh Kristus sendiri. Pertama, Ia memberikan mereka kuasa mengubah roti menjadi Tubuh-Nya dan kuasa mengampuni dosa. “Inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagimu. Lakukanlah ini untuk mengenangkan Aku.”[33] “Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu. Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.”[34]
Kuasa untuk mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus dan kuasa mengampuni dosa adalah kuasa biasa dalam setiap imam Allah. Setelah Kenaikan-Nya ke surga Kristus meminta Bapa untuk mengutus kepada Para Rasul Roh Kudus sebagai Penolong lainnya[35] guna melimpahkan kepada mereka tujuh karunia-Nya dengan segala kepenuhan rahmat. Para Rasul menerima karunia-karunia tersebut pada Hari Pentakosta. Jadi, Para Rasul, dari imam atau uskup diangkat kepada kepenuhan rahmat melalui kedatangan Penolong yang kedua atas diri mereka, yakni, mereka menerima karunia-karunia luar biasa dan hak prerogatif. Karunia-karunia biasa dan luar biasa dapat ditemukan dalam pribadi yang sama, tapi itu hanya bisa terjadi melalui intervensi khusus Allah dan Penyelenggaraan Ilahi, sebagaimana pada Hari Pentakosta.
[1] Mat 28:18-20
[2] Kis 1:8.
[3] Kis 1:21-26.
[4] Yoh 14:26.
[5] Mat 28:20.
[6] Ibr 7:23.
[7] Mat 28:19-20.
[8] Yoh 14:16.
[9] Yoh 14:26.
[10] Yoh 16:13.
[11] 2 Tim 3:10, 14.
[12] Tit 1:5-7.
[13] Klemens, Ep. I, ad Cor., N. 42.
[14] 1 Pet 5:2.
[15] Kis 20:28.
[16] Yoh 21.
[17] Yoh 16:13.
[18] Yoh 16:12
[19] 2 Tim 1:6.
[20] Tit 1:5.
[21] 2 Tim 2:2.
[22] Kis 20:28.
[23] 1 Tim 6:14-15.
[24] Commonotiry, v. 17.
[25] 2 Tim 2:2.
[26] Ef 4:11-13.
[27] Klemens, 1 Cor., N. 42-44.
[28] Ibr 13:8.
[29] Mat 28:20.
[30] Mat 28:20.
[31] Yoh 14:16.
[32] 2 Tim 3:10,14.
[33] Luk 22:19.
[34] Yoh 20:21-23.
[35] Yoh 14:16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar