Devosi ini menggambarkan tujuh peristiwa sulit yang dialami dalam kehidupan St. Yusuf
Banyak umat Katolik sudah biasa dengan Sapta Kedukaan Maria, suatu devosi untuk menghormati peristiwa tertentu dalam kehidupan Maria yang menyebabkan penderitaannya, tapi hanya sedikit yang tahu devosi yang serupa terhadap St. Yusuf.
Asal mula tradisi ini berasal dari kisah populer tentang dua orang Fransiskan yang terjebak dalam badai, seperti yang diceritakan dalam buku abad ke-19 yang berjudul Tawarikh St. Yusuf (Annals of St. Joseph).
Dua orang romo dari Ordo Fransiskan sedang berlayar di sepanjang pantai Flanders, ketika terjadi badai dahsyat yang menyebabkan kapal itu tenggelam bersama dengan tiga ratus penumpangnya. Kedua romo itu punya cukup tenaga untuk meraih sebalok kayu yang menjadi tempat bagi mereka terombang-ambing di atas ombak selama tiga hari tiga malam. Dalam bahaya dan penderitaan mereka, segala daya upaya dicurahkan kepada St. Yusuf untuk memohon bantuannya dalam kondisi mereka dalam kesedihan.
St. Yusuf menampakkan diri kepada mereka dan membantu mereka semua untuk mencapai pelabuhan yang aman. Kemudian St. Yusuf “menasihati mereka supaya setiap hari mendaraskan doa Bapa Kami dan Salam Maria sebanyak tujuh kali, untuk mengenang tujuh kedukaan atau kesedihannya, dan sukacitanya kemudian ia menghilang.”
Berikut ini sapta kedukaan St. Yusuf yang berdasar pada berbagai peristiwa hidupnya dalam Alkitab, sebagai mana dicatat dalam buku devosi pada abad ke-19 yang berjudul The Glories of the Catholic Church.
Pertama, St. Yusuf mengetahui bahwa wanita pujaannya dan mempelainya yang baik hati ternyata sudah mengandung, dan karena memikirkan kewajiban hukum maka St. Yusuf hendak meninggalkannya (Matius 1:18-19).
Kedua, St. Yusuf tidak bisa menemukan tempat penginapan di kota Betlehem untuk Sang Raja dan Ratu Surga, dan waktu melihat Yesus terbaring kedinginan di atas remah-remah jerami dalam palungan, di antara dua binatang, hanya itulah menjadi tempat perlindungan-Nya karena tidak ada tempat di penginapan (Lukas 2:7)
Ketiga, St. Yusuf melihat Sang Bayi Ilahi menderita dan menumpahkan banyak darah-Nya yang sangat berharga dalam upacara penyunatan-Nya, waktu Bayi Yesus berusia delapan hari (Lukas 2:21).
Keempat, pada hari pentahiran, St. Yusuf mendengarkan nubuat dari Simeon yang suci, bahwa Anak itu akan menjadi tanda perbantahan dan penganiayaan, dan suatu pedang kedukaan akan menusuk hati Maria (St. Lukas 2:34-35).
Kelima, dalam perjalanannya ke Mesir bersama Kanak-kanak Yesus dan Bunda-Nya, melalui gelapnya malam di tengah musim dingin untuk melarikan pembantaian yang dilakukan Herodes terhadap bayi yang manis (Matius 2:13).
Keenam, sekembalinya dari Mesir, ketika mendengat bahwa Arkhelaus yang lebih kejam memerintah Yudea yang menggantikan ayahnya, Herodes. Yusuf takut untuk pergi ke sana, dan ketika ia tertidur, ia diperingatkan untuk pergi ke daerah Galilea (Matius 2:22).
Ketujuh, ketika merayakan ziarah ke Yerusalem, St. Yusuf tidak bisa menemukan anak semata wayangnya, Yesus, di antara kerabatnya. Ia mencari Yesus selama tiga hari, dan sedih karena sudah kehilangan-Nya (Lukas 2:45-48).
Sumber: “What are the 7 Sorrows of St. Joseph?”
di kutip dari https://terangiman.com/2021/02/09/7-kedukaan-st-yusuf/?fbclid=IwAR2knv7kMgvJLGVhrme5PCBnvdkmWre31Uo_QgVajAW6eT5nIzbKDjTf2qM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar