'Sejarah Liturgi'
---------------------------------------------------------
http://www.ekaristi.org/forum/viewtopic.php?printertopic=1&t=2935&postdays=0&postorder=asc&&start=36
Author: chris leowardy Posted: Sun, 17-12-2006 8:25 pm
Perkembangan sejarah Liturgi utk Perayaan Ekaristi amat luas dan rumit juga.
Tidak mudah bagi kita meringkaskannya .
Pertama, hal itu menyangkut suatu kurun waktu yang lama dan panjang, yakni
2000 thn lamanya
Kedua, sejak semula Perayaan Ekaristi sebagai sumber dan Pusat Hidup
Gereja. Akibatnya,Gereja ,terutama para pemimpinnya ,merasa sangat
berkepentingan untuk Memelihara dan mengatur Tata Liturgi Perayaan Ekaristi ini
dan tentu saja mengawasi atau menjaga Teologinya. Disamping itu, ada begitu
banyak tulisan dan refleksi yang kaya mengenai Ekaristi.
Ketiga, perkembangan Hidup Gereja yang menempuh aneka ragam zaman dan
tempat dengan segala dinamika, kekayaan, dan keprihatinannya, termasuk
soal budaya dan politiknya, jelas mempengaruhi perkembangan
Teologi dan Liturgi Ekaristi.
Mengingat alasan-alasan tersebut dan mengingat begitu banyaknya ritus
Perayaan Ekaristi, maka Magisterium Gereja Katolik Vatican memfokuskan diri pada
pokok-pokok Sejarah Perayaan Ekaristi dari Ritus Romawi.
Sejak awal lahirnya hingga hari ini, Gereja selalu merayakan Ekaristi
dalam Jantung hidupnya. Meskipun Kisah Para Rasul baru disusun menjelang akhir
abad I, tetapi Kisah ini melaporkan apa yang menjadi
praktek dan Tradisi Gereja Induk di Yerusalem ;
"Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam
Bait Allah. Mereka memecahkan roti dirumah masing-masing secara bergilir dan
makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati sambil memuji
Allah"{Kis 2 ; 46-47}.
Dalam keseluruhan Tradisi Gereja, boleh
dikatakan bahwa Perayaan Ekaristi selalu menjadi Pusat Kehidupan dan kegiatan
Umat Kristiani. Konsili Vatikan II sebagai Konsili Gereja yang terakhir
mengajarkan denga tegas bhawa EKARISTI adalah sumber dan puncak seluruh hidup
Kristiani. [LG II].
Pertanyaan buat kita ;
1. Bagaimana Gereja Perdana sampai kepada pengalaman untuk merayakan
Ekaristi.?
2 .Bagaimana Ekaristi terbentuk dalam Gereja.?.
yang menjadi perhatian kita ; "Akar Perayaan EKARISTI Gereja"
Ekaristi bukanlah ciptaan dan rekaan Gereja. Ekaristi
tidak merupakan ide spontan atau hobi Gereja. Ekaristi
juga bukan kiriman Tuhan yang seakan-akan jatuh dari langit atau surga.
Ekaristi dirayakan oleh Gereja berdasarkan pengalaman iman Gereja akan Tuhan
Jesus .Ada tiga akar pengalaman pokok yang menjadi pangkal tolak Perayaan
Ekaristi Gereja ;
1. Perjamuan makan dengan Jesus sebagai tanda Kehadiran
Kerajaan Allah.[Mrk 2;16,19]
2. Perjamuan Malam Terakhir. (Luk 22;19 ; 1Kor 11;24-25)
3. Perjamuan-Perjamuan makan dengan Jesus Kristus yang Bangkit. Kisah
Emaus dalam Luk 24;13-35.
Menurut bentuknya yang paling awal dan tertua pada masa Gereja Perdana, Perayaan
Ekaristi Gereja disatukan dengan perjamuan makan yang biasa disebut Agape. Di
situ Perayaan Ekaristi dirayakan menurut model Perjamuan Malam Terakhir Jesus
dengan para murid-murid, yaitu doa berkat atas roti sebelum
perjamuan, lalu perjamuan makan yang sungguh-sungguh (yang di sebut Agape
itu), dan akhirnya doa berkat atas piala pada akhir perjamuan.
Walaupun doa berkat atas roti dan piala dengan tindakan disekitarnya itu
terpisah atau dipisahkan oleh perjamuan agape itu, keduanya
tetap dipandang sebagai satu kesatuan Tindakan Perayaan Ekaristi.
Namun,dalam waktu relatif cepat, bagian doa berkat atas roti sebelum
perjamuan makan (agape) digabungkan dengan bagian doa berkat atas piala sesudah
perjamuan makan, sehingga kedua bagian membentuk satu kesatuan Perayaan Ekaristi. Akibat
pengabungan kedua bagian itu ialah terjadinya pemisahan Perayaan Ekaristi dari
perjamuan makan (agape).
Jadi,pertama-tama umat mengadakan perjamuan makan (agape) dahulu, baru
kemudian dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi. Pemisahan Perayaan Ekaristi dari
perjamuan makan agape ini sudah terjadi pada masa para Rasul. Ada
beberapa alasan mengenai pemisahan antara perjamuan makan dan Perayaan Ekaristi
ini ;
Pertama, karena alasan praktis, yaitu karena umat Kristiani yang
semakin banyak.
Kedua, Terutama karena alasan sosial-eklesial yakni mencegah perpecahan
umat,seperti Jemaat di Korintus, terjadi perpecahan Jemaat Kristiani.
Pasalnya, dalam perjamuan makan dan Perayaan Ekaristi tersebut sering ada orang
yang mabuk, orang yang kaya dan yang miskin duduk terpisah, dan
orang-orang miskin diperlakukan secara diskriminatif dalam Jemaat (1 Kor 11).
Pada masa sesudah para Rasul (pasca-rasuli), tampaknya
Perayaan Ekaristi benar-benar di-pisahkan jauh dari perjamuan makan agape.
Bilamana perjamuan makan agape di-adakan pada hari sabtu malam, maka
Perayaan Ekaristi baru di-selenggarakan pada hari minggu paginya saat sebelum
fajar. Menurut para ahli, kekosongan tempat yang di-tinggalkan oleh
perjamuan makan agape sebelum Liturgi Ekaristi itu dengan cukup cepat di-gantikan
oleh "Liturgi Sabda". (Inti topik sdri Phily).
Pertanyaan yang perlu di-bahas ialah ;
1. Apakah Perjamuan Malam Terakhir merupakan Perayaan Ekaristi Gereja
Perdana.?
atau ;
2. Apakah Perjamuan Makan dengan Jesus Kristus yang Bangkit dan sebagaimana
dilaporkan dalam peristiwa Penampakan Tuhan itu memang sudah boleh disebut
Perayaan Ekaristi yang Pertama.? (Kisah
Emaus)
Perayaan Ekaristi Gereja Perdana berakar dalam Perjamuan - perjamuan makan
Jesus dengan orang-orang berdosa, Perjamuan Malam Terakhir, Perjamuan
- perjamuan makan dengan Kristus yang Bangkit pada saat Penampakan-NYA
.Perayaan Ekaristi Gereja ini jelas sudah dilaksanakan oleh Gereja sejak awal
mula kelahirannya. Kis 2;42 dan 2;46-47 tentu menunjuk kebiasaan Gereja Perdana berkumpul. Dalam
pertemuan Jemaat tersebut , umat beriman bersama-sama
mendengarkan Sabda Allah , mengadakan perjamuan makan dan
merayakan Ekaristi , yang oleh Lukas biasa disebut dengan "Pemecahan
Roti".
Yang menarik, Perayaan Ekaristi itu selalu dihubungkan dengan pertemuan Jemaat
Kristiani pada hari Minggu . Kis 20;7-11 mengisahkan pertemuan
umat di Troas . Dalam pertemuan Jemaat itu, dirayakan
perayaan pemecahan roti . "Pada hari pertama dalam minggu
itu , ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara
dengan saudara-saudara disitu karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan
harinya" (Kis 20;7). Jemaat Kristiani perdana memang memiliki kebiasaan
untuk berkumpul pada hari minggu (Yoh 20;19,26 .Luk 24;1. 1Kor 16;2. Yoh 20;1. Kebiasaan
dan keyakinan ini ditegaskan oleh Konsili Vaikan II ;
"Berdasarkan Tradisi para Rasul yang
berasal mula pada hari Kebangkitan Kristus sendiri, Gereja merayakan Misteri Paskah sekali seminggu, pada hari yang tepat sekali disebut Hari Tuhan atau Hari Minggu.
Pada hari itu umat beriman wajib berkumpul untuk mendengarkan Sabda Allah dan
ikut serta dalam Perayaan Ekaristi , dan dengan demikian mengenangkan sengsara , kebangkitan , dan kemuliaan Tuhan Jesus" (SC 106).
Tentang kebiasaan berkumpul pada hari Minggu ini, kita
juga mendapat kesaksian dari Plinius , orang
Romawi, negarawan di bawah Kaisar Trayanus dan seorang penulis dari abad I . Plinius menulis bahwa Jemaat Kristiani biasa merayakan Ekaristi
pada hari Minggu pagi , karena Kristus Bangkit pada
hari Minggu pagi.(Lihat, EP.AD Trajanum
10,96).
Pelaksanaan Perayaan Ekaristi pada hari Minggu pagi memang berkaitan dengan
alasan Teologis , yaitu karena Kebangkian Kristus terjadi pada hari Minggu pagi.
Santo Yustinus martir menulis dengan eksplisit kebiasaan pertemuan Jemaat Kristiani
pada Hari Minggu ;
"Alasan mengapa kami semua berkumpul
pada hari Minggu inilah karena hari itu hari pertama ; hari saat kapan Allah
mengubah kegelapan dan segala sesuatu dan menciptakan dunia . Itulah hari saat kapan Jesus Kristus Penyelamat kita Bangkit dari
antara orang mati . Pada hari sebelum hari Sabtu
orang-orang menyalibkan DIA, dan pada hari sesudah Sabtu , yaitu hari Minggu , DIA
menampakkan Diri kepada para Rasul dan murid-NYA dan mengajarkan kepada mereka
apa yang kami sampaikan kepada Anda untuk menjadi bahan pertimbangan" (Apologia I,67).
Kiranya sudah sejak zaman pasca - rasuli , katakanlah pada orang Kristen generasi kedua , Liturgi Sabda diadakan persis sebelum Liturgi Ekaristi . Kiranya
Kisah Emaus dalam Lukas 24;13-35 mengisyaratkan suatu hubungan erat antara
pembahasan Kitab Suci dan pemecahan roti pada Perayaan Ekaristi pada abad ke I
. Dalam Perayaan Ekaristi , Mazmur , Himne
dan nyanyian rohani juga disertakan dan dinyanyikan (bdk Ef 5;19).
Penyatuan Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi ini kelihatannya menjadi suatu
perkembangan liturgis Perayaan Ekaristi yang pasti pada dalam Gereja abad I-II
. Akan tetapi , bukti tertulis yang tertua
mengenai bentuk dasar Perayaan Ekaristi yang terdiri atas Liturgi Sabda yang
mendahului Liturgi Ekaristi ini baru terdapat pada tulisan santo Yustinus
martir dalam Apologia nya (Bab 67) pada pertengahan abad ke II. Liturgi Sabda itu terdiri atas
bacaan - bacaan , homili dan doa - doa . Dari struktur Liturgi Sabda tersebut
, jelaslah bahwa Liturgi Sabda orang-orang Kristiani memperoleh
akarnya pada tradisi ibadat Yahudi di Sinagoga.
Demikianlah menjelang akhir abad I ,Gereja telah memiliki bentuk dasar Perayaan
Ekaristi yang terus bertahan disepanjang Zaman hingga Hari Ini. Memang dalam
Gereja bermuncul beraneka ragam ritus dan kebiasaan liturgis, suatu
hal yang sangat wajar berhubung dengan tertanamnya Gereja di berbagai tempat
sosio-budaya dan perjalanan waktu .
Namun,bentuk dasar Perayaan EKARISTI tersebut tidak pernah di-ubah sepanjang
Zaman hingga sekarang, dan dipandang sebagai Warisan dari para Rasul.
Adapun bentuk dasar perayaan Ekaristi itu meliputi ;
* Liturgi Sabda yang terdiri atas bacaan-bacaan , homili
, dan doa-doa.
* Liturgi Ekaristi yang terdiri atas ;
a. Doa Syukur Agung/DSA yang dibawakan oleh pemimpin umat . DSA
ini meliputi ;
(1).Doa Berkat yang berupa puji
syukur atas Roti dan Piala .
(2).Tindakan dan Sabda Jesus atas
Roti dan Piala.
b. Komuni yang berupa penerimaan Roti dan Anggur Ekaristi oleh
seluruh umat.
Perayaan Ekaristi Gereja pada abad-abad pertama diwarnai oleh suatu masa yang
dipenuhi dengan kreativitas Jemaat melalui ciri karismatis para pemimpinnya dan
sekaligus ditandai oleh pergeseran kepada suatu masa yang mengarah pada pola
pembakuan hal-hal yang esensial dari Perayaan Ekaristi.
Pada abad-abad pertama itu belum ada pembakuan Tata Perayaan Ekaristi / TPE
seperti pada zaman kita sekarang. Tetapi , sebagaimana
telah disinggung diatas , Santo Yustinus martir (+165) melaporkan
bentuk Perayaan Ekaristi yang biasa diselenggarakan pada waktu itu ;
"Pada hari yang disebut hari Minggu , semua yang tinggal diatas kota dan desa berkumpul untuk suatu
perayaan bersama . Kemudian tulisan yang ditinggalkan oleh para Rasul atau tulisan
para Nabi dibacakan selama waktu mengizinkan. Setelah
pembaca menyelesaikan tugasnya , pemimpin memberikan suatu amanat (homili) yang
isinya mengingatkan umat beriman agar hidup sesuai Ajaran-Ajaran yang Mulia itu
. Kemudian kami semua bersama-sama berdiri dan memanjatkan doa . Setelah
doa-doa itu berakhir ...roti , anggur , dan
air dibawa dan pemimpin menyampaikan doa-doa dan doa syukur agung -sesuai
dengan kemampuannya. Umat menjawab doa syukur agung itu dengan kata
"Amin". Kemudian bahan-bahan yang atasnya telah disampaikan doa syukur
agung itu (maksudnya ; roti dan anggur Ekaristi) dibagikan
kepada seluruh umat yang hadir , dan diakon-diakon mengambil beberapa
untuk dikirimkan kepada mereka yang tidak hadir. Sebagai
tambahan , orang-orang yang berkecukupan mengumpulkan sumbangan sesuai dengan
kerelaan mereka . Sumbangan yang terkumpul itu dibawa dan di-urus oleh pemimpin umat
untuk digunakan bagi keperluan menolong para janda dan yatim piatu" (Apologia
67).
Tampak dari tulisan tersebut bahwa bentuk Perayaan Ekaristi sudah mencakup
Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Bahkan santo Yustinus juga telah menyebut
kebiasaan kolekte dari umat beriman. Yang menarik bahwa pemimpin boleh
merumuskan sendiri doa-doa dalam Ekaristi , termasuk
DSA . Kebebasan untuk merumuskan doa-doa dalam Ekaristi itu tampaknya
sdh terjadi sejak awal . Hal ini jelas , misalnya,
dari tulisan Didakhe yang berasal dari abad I .
Didakhe 10;7 berbunyi : "Diizinkan bagi para Nabi untuk mengucapkan doa
syukur sesuai yang mereka kehendaki" . Itu berarti .pada abad-abad pertama
itu pemimpin Ekaristi boleh merumuskan sendiri doa-doanya dengan bebas , termasuk
DSA. Meskipun ada kebebasan dalam perumusan doa-doa dalam Ekaristi , yang
nama nya Kisah dan kata-kata institusi sebagai bagian inti dari DSA tetaplah
sama dan satu .
Kisah dan kata-kata institusi itu sejak awal mula bersifat normatif dan tidak
boleh di-ubah apalagi dilewati bagi suatu Perayaan Ekaristi Gereja . Pada
waktu itu kemampuan seorang Uskup atau Imam dalam membuat suatu DSA yang bagus
dan bermutu mengungkapkan apakah ia seorang pemimpin yang unggul dan memiliki
karisma.
Dengan kebebasan yang dimungkinkan dalam pembuatan doa-doa pada Perayaan
Ekaristi itu,kita dapat membayangkan bahwa dalam Gereja pada saat itu terdapat
keanekaragaman praktek Perayaan Ekaristi,dan itu benar. Gereja yang tersebar di
banyak tempat itu umumnya memiliki praktek Tata Perayaan Ekaristi
sendiri-sendiri , meskipun bentuk dasarnya tetaplah kurang lebih sama.
Bagaimana praktek Perayaan Ekaristi pada abad ke III kita ketahui dengan baik
melalui tulisan Hipolitus (+thn 235) yang aslinya berbahasa Yunani dengan judul
Apostolike Paradosis yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Latin Traditio Apostolica.?.
Hipolitus adalah seorang imam dari Roma , dia
seorang yang sangat konservartif dan sungguh sungguh tidak mempunyai rasa
simpatik pada kelompok progresif yang berada disekitar orang yang tadinya
seorang budak namun kemudian menjadi Paus , yaitu
Paus Kalistus I (217-222) . Hipolitus memang sempat memilih skisma
dari Gereja Roma untuk sementara , tetapi kemudian ia diperdamaikan
dengan Gereja Roma melalui kemartirannya yang membuat ia diangkat sebagai
Santo. Meskipun ia pernah masuk skisma , tulisannya
dalam Traditio Apostolica sungguh-sungguh menyampaikan suatu Tradisi dan Ajaran
yang benar-benar Ortodoks , yakni sesuai dengan iman Gereja para
Rasul.
Tulisannya yang amat berharga bagi kita ialah suatu teks liturgi yang lengkap
dari praktek Gereja pada waktu itu. Tampaknya, Hipolitus ingin menyampaikan apa
yang menurutnya Tradisional dan sesuai dengan Tradisi para Rasul , berhubung
dengan adanya bermacam-macam praktek Liturgi Gereja yang berbeda-beda
diberbagai tempat pada waktu itu . Kita bisa menduga bahwa pada masa itu para
pemimpin yang karismatis semakin langka .
Akibatnya, dalam Gereja semakin dibutuhkan suatu teks liturgi yang dari segi
ortodoksi dan kualitasnya terjamin . Pelan-pelan namun pasti , usaha
pembakuan teks - teks liturgi mulai di-adakan , seiring
juga dengan pertumbuhan Gereja yang semakin besar dan tersebar di berbagai
tempat. Namun, usaha pembakuan teks-teks liturgi itu baru sungguh di-upayakan
mulai abad IV .
Berkaitan dengan Perayaan Ekaristi , Hipolitus meyampaikan suatu teks
lengkap DSA pada waktu itu . Doa Syukur Agung yang di-tulis
Hipolitus dalam Traditio Apostolica itu
sekarang kita kenal sebagai DSA II setelah tentu saja dipugar dan diperbarui , pada
buku Missale Romanum Paulus VI thn 1970 . Hipolitus
mengatakan secara eksplisit bahwa teks DSA itu hanyalah sebuah model. Pemimpin
Ekaristi tidak harus mengucapkan kata per kata dari rumusan DSA -nya, tetapi
hendaklah tetap menjaga garis pokok dari DSA-nya itu.
Liturgi Ritus Romawi dari masa selanjutnya memang tidak begitu saja memungut
kata per kata dari teks liturgi Hipolitus . Namun, teks
liturgi Hipolitus itu sungguh mampu menyampaikan kepada kita suatu teks liturgi
dan praktek liturgi yang secara luas dianut dan di-ikuti oleh Gereja pada waktu
itu. Gereja pada abad - abad pertama adalah Gereja yang berada dalam masa penganiayaan
.
Penganiayaan terhadap orang-orang Kristen itu tentu saja tidak terus menerus
dan di segala tempat . Ada masa-masa dan daerah-daerah tertentu yang tidak ramah dan
bahkan mengancam kehidupan umat Kristiani . Tetapi, pada
umumnya orang - orang Kristiani di Kekaisaran Romawi hidup secara tidak bebas
dan banyak menjadi martir pada tiga abad pertama Masehi itu .
Perayaan Ekaristi harus dirayakan secara sembunyi-sembunyi di rumah-rumah atau
di katakombe - katakombe , yakni kuburan bawah tanah di sekitar
kota Roma. Bahasa liturgi Gereja pada abad-abad pertama adalah bahasa Yunani .
Pada waktu itu bahasa Yunani menjadi bahasa sehari-hari masyarakat dan umat
beriman di seluruh kekaisaran Romawi , kecuali
provinsi Africa Utara yang mengunakan bahasa Latin . Bahkan
dikota Roma hingga abad III , bahasa Yunani masih mendominasi
.
Namun, sejak pertengahan abad ke III bahasa
Latin mulai diberlakukan dan ini
berpengaruh juga pada bahasa liturgi Gereja . Mulai saat itu bahasa Latin mulai
digunakan dalam Liturgi Gereja Barat . Baru pada
abad ke IV , khususnya sekitar tahun 380 , Paus Damasus menyatakan bahasa Latin sebagai bahasa Liturgi , termasuk untuk Perayaan Ekaristi di Roma.
Pada tahun 313 Kaisar Konstantinus memaklumkan edik Molan , yang
isinya memberikan kebebasan kepada agama Kristen . Bukan
hanya itu, Konstantinus memberi dukungan dan keistemewaan macam-macam hal kepada
umat Kristiani . Dapat kita bayangkan, betapa kehidupan Gereja berubah sama sekali
. Gereja yang semula dianiaya dan harus hidup dengan
sembunyi-sembunyi kini menjadi Gereja yang memperoleh kebebasan dan
penghormatan.
Tentu perubahan ini memiliki sisi-sisi yang amat positif dan bagus namun juga
sisi-sisi yang bisa melemahkan nilai-nilai Kristiani. Pada waktu itu jumlah
umat Kristiani bukan hanya meningkat tetapi membengkak . Apalagi
ketika pada tahun 380 agama Kristiani di jadikan agama Negara , semua
orang diwilayah kekaisaran Romawi menjadi Kristiani . Tentu
saja dari segi kualitas kita bisa mempertanyakan apakah orang-orang mau menjadi
Kristen itu sungguh karena imanya kepada Kristus atau hanya demi status dan
syarat menjadi "pegawai negeri".
Dengan pengakuan dan penghormatan negara atas agama Kristen , para
pemimpin Gereja pun memperoleh penghormatan yang setara dengan Kaisar (seperti
dialami Uskup Roma) atau para pangeran dan pejabat tinggi negara (seperti
dialami para Uskup dan pada ukuran yang lebih rendah juga para Imam dan
diakon).
Pengaruh perubahan nasib Gereja itu juga amat besar dalam bidang liturgi
.Bahkan abad IV hingga abad VI sering disebut masa kreatif bagi perkembangan
Liturgi Gereja .Semula perayaan Ekaristi dirayakan di-rumah-rumah atau di
katakombe-katakombe ,kini di langsungkan di basilika-basilika yang merupakan
bangunan dan gedung raja yang megah dan besar .Pakaian resmi Uskup ,Imam ,dan
Diakon juga menjadi khusus dan bagus .
Apalagi untuk Perayaan Ekaristi ataupun perayaan liturgi lain ,para pemimpin
mengenakan busana liturgi yang indah ,berseni ,agung ,dan semarak .Sejak thn
321 hari Minggu menjadi hari libur supaya umat beriman bisa merayakan Ekaristi
. Sejak abad ke IV hari-hari raya ,seperti Paskah dan Natal ,pesta dan peringatan
orang-orang Kudus dirayakan secara khusus dan megah sekaligus untuk
menggantikan pesta-pesta kafir .Berbagai unsur budaya lokal tentu saja masuk
dan ikut mempengaruhi hidup dan liturgi Gereja.
Sudah sejak abad-abad pertama Gereja memiliki pusat-pusat Kekristenan .seperti
Gereja induk di Yerusalem ,Gereja di Antiokhia ,kemudian di Alexandria ,Efesus
,Roma ,dsb .Akan tetapi ,pusat Kekristenan itu semakin penting dan menonjol
semenjak abad IV itu. Mulailah Gereja mengenal pembagian provinsi-provinsi
Gerejawi dengan kota-kota besar dalam kekaisaran Romawi waktu itu ,seperti
Anthiokia ,Alexander ,Roma ,Efesus ,Korintus ,Kartago ,dan kemudian
Konstantinopel .
Pengaruh adanya provinsi-provinsi Gerejawi bukan hanya menyangkut soal
administrasi dan kerja sama diberbagai bidang,tetapi juga berhubungan dengan
pembentukan rumpun-rumpun ritus Liturgis yang dalam kenyataan nya ada begitu
banyak. Tentu saja ritus Romawi yang kita kenal dan kita anut sekarang ini
hanyalah salah satu saja dari sekian ritus .Meskipun ada begitu banyak ritus
liturgi dalam Gereja pada umumnya ,baik di Gereja Barat maupun Timur ,termasuk
ritus Perayaan Ekaristi,tetapi bentuk dasar Perayaan Ekaristi yang terdiri atas
Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi tetap sama dan dipertahankan secara Universal
Dari abad IV hingga akhir abad VI bentuk dan unsur-unsur Perayaan Ekaristi
menjadi jauh lebih meriah . Bentuk dasar Perayaan Ekaristi yang terdiri atas
Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi ditambahi dengan ritus pembuka
,nyanyian-nyanyian .Pada ritus pembuka ,mulai muncul kebiasaan perarakan para
petugas ke Altar mengingat gedung Gerejanya kini besar dan luas .Hingga akhir
abad ke V perarakan dilakukan dalam suasana doa dan hening ,seperti masih
berlaku sampai hari ini untuk Perayaan Jumat Agung .
Sejak abad V-VI itu perarakan di-iringi dengan Litani yang dijawab
"Kyrie" oleh umat ,namun kemudian "Kyrie" ini juga
digunakan sesudah perarakan .Madah "GLORIA" aslinya di-gunakan dalam
Ibadat Pagi ,namun kemudian dimasukkan dalam Perayaan Ekaristi di Roma sekitar
abad IV ,meskipun Madah itu pertama-tama dipakai pada Perayaan hari Natal saja
.Lama kelamaan "GLORIA" ini diperluaskan penggunaannya yakni ke hari
Raya Paskah ,dan kemudian ke hari-hari Minggu dan pesta-pesta para Martir sejak
abad VI .
Pada masa ini, juga dimasukkan nyanyian offertorium dan nyanyian Komuni .Sejak
abad IV doa Bapa Kami yang dilanjutnya Embolisme diucapkan, dan bahkan sejak
abad V dinyanyikan .Paus Gregorius Agung (+604) mengumpulkan lagu-lagu yang sudah
ada dan menambahkan sejumlah lagu yang baru .Itulah awal musik dan nyanyian
"GREGORIAN". Sebutan Gregorian tentu berhubungan dengan Paus
Gregorius Agung ,yang sebenarnya bukan pencipta melainkan yang
mengumpulkan.
Perkembangan yang amat penting mengenai Perayaan Ekaristi pada abad IV dan VI
ini terutama ialah terbentuknya DSA yang di-sebut Kanon Romawi .Doa Syukur
Agung Kanon Romawi ini bertahan hingga sekarang .Dengan kata lain ,Kanon Romawi
TELAH Berusia sekitar 15 Abad .Dapat kita bayangkan betapa Tua dan Tradisonal nya
Kanon Romawi ini.
Doa Syukur Agung tersebut tetap dipertahankan dalam Missale Romanum Paulus VI
dan tentu saja TPE kita ,dan sekarang DSA tersebut kita kenal sebagai DSA I .
Doa Syukur Agung Kanon Romawi ini memperoleh bentuknya yang kurang lebih tetap
pada rentang waktu antara akhir abad IV dan VII .Sejak zaman Paus Gregorius
Agung pada awal abad VII ,Kanon Romawi itu tidak pernah berubah dan di-ubah
secara mendasar lagi sepanjang Sejarah Gereja.
Menurut para ahli ,Liturgi ritus Romawi memiliki kekhasan keunggulan pada
rumusannya yang jelas ,padat ,singkat ,dan pada bentuk yang kokoh dan kuat
.Doa-doa ritus Romawi tidak terlalu suka melebih-lebihkan emosi dan perasaan
yang kabur .Corak doa Romawi cenderung menekankan segi "akal budi"
,Kebenaran Ajaran Gereja ,dengan susunan dan gagasan yang jelas dan tidak
berbelit-belit . Namun,justru karena itulah doa-doa corak Romawi dipandang
kurang mampu mengatasi kelemahan ,yakni kurang memungkinkan kebebasan daya
imajinasi umat dan kurang melibatkan perasaan umat beriman yang aktual.
Keanekaragaman praktek Perayaan Ekaristis pada abad-abad pertama hingga akhir
zaman Patristik pada abad VI - VII masih berlangsung hingga awal-awal abad
pertengahan ini .Namun,sejak abad VIII Liturgi Gereja mengarah kepada pembakuan
ritus liturgi Misa Kudus dan akibatnya juga terjadilah kecendrungan
penyeragaman praktek Perayaan Liturgis Ekaristis menurut ritus Romawi.
Ketika Paus Leo III menjalin relasi dan kerja sama yang erat dengan Karolus
Agung pada abad VIII-IX ,dibukalah jalan Sejarah baru di bidang Liturgi Gereja
Barat .Karolus Agung yang aslinya raja bangsa Franken yang meliputi daerah luas
di Eropah (yang sekarang meliputi Perancis dan Jerman) digelari Kaisar Romawi
sejak tahun 800 oleh Paus Leo III .
Karolus Agung memiliki perhatian dan cinta pada Liturgi Gereja .Atas
perintahnya ,Liturgi Gereja ,Khususnya Perayaan Ekaristi ritus Romawi ,digarap
secara serius menurut bahan buku Liturgi Romawi ,yaitu dari Perayaan dan
doa-doa yang terdapat dalam buku Sacramentarium Adrianus ,dan menurut
unsur-unsur setempat dari daerah Kerajaan Franken itu.
Buku Sacramentarium Adrianus ini merupakan kumpulan doa-doa Paus Adrianus dari
abad VIII untuk Perayaan Ekaristi ,pembaptisan ,dan upacara lainnya .Tata
Perayaan Ekaristi hasil pembaruan di masa Karolus Agung ini biasa kita kenal
dengan Misa Kudus Roma-Galikan .Demi kesatuan rakyat dan Gereja di seluruh
Kekaisarannya ,Karolus Agung mendekretkan dan mewajibkan agar Tata Perayaan
Ekaristi /TPE ritus Roma-Galikan di gunakan di seluruh Kekaisarannya .Ternyata
umat beriman menyambut dengan baik .Bukan hanya itu,Misa Kudus Roma-Galikan ini
tersebar luas dan di gunakan di luar Kekaisaran Karolus Agung pula ,seperti di
kerajaan-kerajaan Germania Utara .Di daerah Germania Utara itu ,Misa Kudus Roma-Galikan
di tambahi unsur-unsur baru lagi sesuai kebiasaan setempat ,walau tentu saja
tidak mengubah yang pokok .Kini Misa Kudus tersebut telah menjadi
Roma-Galikan-Germania.
Pada abad XI dengan semangat pembaruan biara di Cluni .Paus Gregorius VII (1073-1085)
mengadakan konsolidasi dalam keseluruhan hidup Gereja ,terutama "bidang
Liturgi". Sejak Gregorius VII inilah peraturan sentralis Liturgi Romawi
ditegakkan. Ia mengharuskan seluruh Uskup di seluruh Gereja Barat menggunakan
Liturgi Romawi .Dengan demikian,Misa Kudus Ritus Romawi ,yang pada waktu itu
sebenarnya sudah berkembang menjadi ritus Roma-Galikan-Germania ,di berlakukan
di seluruh Gereja Barat.
Gregorius VII juga mewajibkan semua teks liturgi harus mendapat pengesahan dari
Kuria Roma. Denga cara begitu,Gregorius VII berharap agar Kemurnian Ajaran dan
bentuk Perayaan Liturgi di mana pun dapat dipelihara .Melalui bantuan para anggota
Ordo Fransiskan ,upaya konsolidasi liturgi Romawi bisa berhasil baik dan
meluas.
Bentuk Perayaan Ekaristi sendiri yang semula berkembang dari lingkungan kota
Roma kini di perkaya dan dilengkapi dengan unsur-unsur tradisi budaya kerajaan
Franken (Perancis)dan Germania(Jerman) .Doa-doa Imam dan tambahan ritus Tata
Gerak juga ditambah ,seperti doa-doa singkat yang di-ucapkan Imam saat mencium
Altar ,memegang Hosti ,dan sebagainya.
Yang menonjol dalam penghayatan mengenai Ekaristi pada Abad Pertengahan ini
adalah tekanan penghormatan(dan praktis juga Teologinya) yang amat kuat pada
Kehadiran Kristus dalam rupa Roti dan Anggur .Terutama sejak kasus Berengarius
pada abad XI ,Gereja sangat memusatkan seluruh perhatian Teologis dan Liturgis
nya pada Kehadiran Kristus dalam Sakramen Maha Kudus .
Sejak itu, devosi kepada Sakramen Maha Kudus sangat berkembang dalam Gereja
.Dengan penekanan pada aspek Kehadiran Kristus dalam rupa Roti dan Anggur
,makna Ekaristi sebagai perayaan Iman yang mengenangkan Misteri Wafat ,dan
Kebangkitan Kristus ,yang menghadirkan Misteri Kurban Jesus Kristus di Salib
dan sebagainya,menghilang dari refleksi dan praktek umat beriman pada waktu
itu.
Praktek Perayaan Ekaristi pada Abad Pertengahan juga sangat diwarnai oleh zaman
Gotik (abad XII-XIV) YANG AMAT MENEKANKAN SEGI INDIVIDUAL ,Subjektif ,dan Etis
.Gaya Gotik ini tampak dalam model bangunan gedung gereja yang suka dengan
lengkungan-lengkungan lancip (bandingkan dengan Gereja Katedral Jakarta yang di
bangun dengan gaya neo-gotik).
Pada Abad Pertengahan berkembanglah Misa Votiv(votum=janji ,harapan
,keinginan),yakni Misa yang dirayakan menurut ujud tertentu .Dari situ bisa
dimaklumi suburnya model Misa pribadi Imam-imam yang harus membacakan intensi
atau ujud Misa tertentu .Hanya saja model Misa pribadi kiranya juga dipengaruhi
oleh kebiasaan biara-biara monastik .Pada masa itu sebuah biara besar memiliki
begitu banyak biarawan yang Imam .Untuk memimpin Misa di biara itu ,seorang
rahib Imam harus menunggu tiga atau empat bulan sekali .Mengingat paham akan
buah Misa Kudus .maka para rahib Imam merasa perlu merayakan Ekaristi sesering
mungkin,bahkan setiap hari .Apalagi dengan adanya ujud-ujud Misa ,kebiasaan
Misa pribadi semakin populer.
Suasana umum penghayatan liturgi Abad Pertengahan ialah kenyataan bahwa liturgi
hanya menjadi urusan klerus dan bahwa umat semakin teralienasi dari Perayaan Liturgi
.Umat hanya menjadi penonton .Alienasi umat dari liturgi itu terjadi bukan
hanya karena umat tidak mengerti bahasa yang digunakan (bahasa Latin),namun
juga karena tidak memahami apa yang sedang dirayakan pada Ekaristi itu.. Bagaimana
mereka tahu.?.Pada waktu itu doa-doa ,khususnya DSA ,di-ucapkan dengan secara
lembut dan bisik-bisik .Hal ini dilakukan Imam untuk menjaga kesucian dan suasana
Agung ,Sakral ,dan "Misteri" .
Yang diketahui umat hanyalah mendengarkan homili ,menyembah Tuhan saat Hosti dan
Piala Suci di-angkat pada saat elevasi ,dan menyambut Komuni .Sejak Abad
Pertengahan ,penyambutan Komuni untuk umat bahkan cenderung dikurangi
.Sampai-sampai Konsili Lateran IV menyatakan agar umat meyambut Komuni paling
sedikit sekali setahun. Dan Komuni pun diterima melalui lidah bukan dengan
tangan .Mengapa.? Karena spiritualitas umat beriman pada waktu itu sangat
menekankan kekudusan dan Kesucian Sakramen Maha Kudus dan peristiwa Kehadiran
Tuhan dalam rupa Roti dan Anggur itu. Pada hal umat beriman merasa betul
sebagai orang-orang berdosa .Ini pula yang menjadi salah satu hal yang melatar
belakangi pratek proses penjauhan umat dari Altar. Sejak abad VIII ,Altar
digeser ke-tembok dan Imam harus merayakan Misa dengan membelakangi umat .Lalu
bagian panti Imam dan tempat duduk umat di pisahkan oleh pagar pemisah .
Demikian pula praktek puasa sebelum Komuni ,yang tampaknya sudah berlangsung
sejak abad IV ,semakin ditekankan pada Abad Pertengahan justru karena
penghormatan yang amat sangat kuat pada Kekudusan Sakramen Maha Kudus .
Terasingnya umat dari Perayaan Liturgi menyebabkan suburnya praktek devosi umat
di sekitar Perayaan Ekaristi .Ketika Misa berlangsung, umat bukannya ikut
merayakan Ekaristi ,melainkan justru sibuk dengan doa devosi masing-masing.
Demikianlah selama Misa Kudus dirayakan oleh Imam ,umat sibuk dengan
penghormatan kepada relikwi orang Suci .doa litani ,doa rosario ,doa kepada
santo-santo pelindung dengan patung-patung yang ada .Ziarah-ziarah pun menjadi
laris manis .Harus diakui pula bahwa berbagai kegiatan devosional umat ini
tidak jarang menampilkan praktek magis yang tentu saja sebenarnya tidak sesuai
dengan Iman Gereja.
Abad XVI ditandai dengan peristiwa besar dalam Sejarah Gereja ,yakni munculnya
gerakan Reformasi dari Martin Luther .Johanes Calvin ,Zwingli ,dan sebagainya
.Pada intinya ,para reformator memprotes teologi dan praktek Gereja yang mereka
pandang telah jauh meyimpang dari satu-satunya sumber hidup iman ,yaitu Kitab
Suci .Mereka menolak Tradisi Gereja .Mereka juga menolak Misa Kudus sebagaimana
dijalankan oleh Gereja ,entah berkenaan dengan makna kurban misa ,soal realis
prasentia ,soal bahasa ,dan sebagainya.
Gerakan Reformasi ini cepat meluas .Bahkan gerakan pemisahan itu sampai di
Inggris pula tak kala raja Henry VIII menyatakan pemisahan diri Gereja Anglikan
Inggris dari Gereja Katolik ,dan mendirikan Gereja Anglikan Inggris,walaupun
alasannya lebih bersifat pribadi .Gara-garanya ,Henry VIII marah kepada Sri
Paus yang tidak menyetujui keinginan hatinya untuk menceraikan permaisurinya
dan mengawini perempuan lain.
Menanggapi gerakan Reformasi tersebut ,Gereja Katolik mengadakan Konsili Trente
.Sayangnya,situasi Gereja pada waktu itu tidak mudah sehingga sidang itu harus
berlangsung lama ,yakni dari tahun 1545 hingga 1563 .Tentu saja Konsili Trente
tidak berlangsung terus menerus selama tahun-tahun itu,tetapi sering berhenti
untuk beberapa lama ,bahkan beberapa tahun. Berkaitan dengan Perkembangan
Perayaan Ekaristi .Konsili Trente mengendaki suatu pembaruan yang menyeluruh dengan
menegaskan kembali asas-asas Tradisi Katolik .
Karena kekurangan waktu Paus Pius V (1566-1572) diberi wewenang untuk mempersiapan
pembaruan Bidang Liturgi, termasuk TPE .Akhirnya tahun1570 Paus Pius V berhasil
memaklumkan "Missale Romanum Pius V atas perintah Konsili Trente."
Pada tahun 1588 Paus Sixtus V (1585-1590) mendirikan Kongregrasi Suci untuk
Ibadat yang bertugas untuk mengawasi Kesetian Gereja di mana pun dalam
melaksanakan pembaruan Liturgi menurut perintah Konsili Trente ,dan terutama
merayakan Ekaristi menurut buku Misa yang baru tersebut. Pada waktu itu pula
dinyatakan bahwa bahasa Latin menjadi satu-satunya bahasa Liturgi Gereja
Katolikdi Dunia ,tentu untuk menjaga Kesatuan dan Persatuan Gereja.
Misa Kudus menurut aturan Missale Romanum Pius V ini betul-betul disusun dengan
kehendak pembaruan dan penghilangan berbagai praktek umat beriman yang salah . Akan
tetapi, harus diakui bahwa pembaruan Pius V ini lebih dimaksudkan untuk menjaga
Kesatuan Gereja Katolik . Buku Missale ini memiliki keserderhanaan
dan kelugasan dalam rumusan , menegaskan kembali penggunaan bahasa
Latin sebagai satu-satunya bahsa liturgis , rubrik-rubrik
dibuat lebih jelas dan tegas sehingga kesan semangat yuridisnya terasa kuat
.
Missale Romanum Pius V juga menghapus berbagai praktik penyimpangan magis umat
.Pembaruan Pius V dalam TPE memang telah berusaha menegaskan kembali Tradisi
Liturgi Katolik ,namun sebetulnya masih kurang dalam kerangka Teologis-Liturgis
dan historisnya.
Sejak abad XVI atau pasca-Trente inilah Liturgi Gereja Katolik sangat
menekankan kesatuan dan keseragaman dalam ritus Romawinya. Para Uskup dan Imam
dilarang mengadakan perubahan-perubahan dalam Tata Perayaan Ekaristi
.Diberbagai daerah gerejawi memang ada usaha perubahan sana-sini tetapi hal itu
tidak pernah mengubah apa pun dari struktur dasar Missale Romanum 1570 termasuk
tata ruang ,musik liturginya ,dan cara partisipasi umat dalam Ekaristi itu
.
Menurut Missale Romanum 1570 ini ,tetap terjadi suatu pemisahan antara Liturgi
resmi ; Misa Kudus oleh Imam dan kegiatan devosional yang dilakukan umat selama
Misa tersebut. Peraturan Misa Kudus Pius V juga tetap membiarkan umat menjadi
penonton ,pendengar ,dan pengamat apa yang dibuat dan dilaksanakan oleh Imam dan
misdinar di-Altar. Dengandemikian, Misa Kudus tetap hanya urusan Klerus ,bahsa
masih Latin ,dan kecuali homili ,seluruh Missale Romanum 1570 tidak memberikan perhatian
pada umat Allah.
Pada zaman Barok (abad XVII-XVIII) Liturgi Gereja Barat diwarnai oleh paham
kemegahan .Gereja dibangun megah dan indah ,musik liturgi menggunakan orgel dan
koor Polifon .Pada waktu itu kotbah dilepaskan dari liturgi,yakni diadakan
sebelum Misa Kudus dan di Tandai dengan Tanda Salib pada awal dan penutup
kotbah.
Periode zaman Barok di-ikuti zaman Aufklarung atau Pencerahan (abad XVII-XVIII)
yang menghasilkan kelompok rasionalisme yang sangat menekankan akal budi atau
ratio .Reaksi atas rasionalisme ialah aliran romantisme yang amat menekankan
perasaan (abad XIX) .Terhadap aneka perubahan zaman ini ,Liturgi Romawi
bertahan mantap tanpa dapat dikutik-kutik sedikitpun. Berbagai upaya gerakan
pembaruan liturgi sejak abad XVII tidak pernah berhasil menggoyahkan apa yang
telah digariskan Vatikan sejak abad XVI itu.
Rahasia kuatnya liturgi Romawi ini tentu saja terkait dengan suasana Gereja
pasca-Trente hingga awal abad XX yang sangat klerikalis ,piramidal ,yuridis
,dan sangat menekankan kesatuan - keseragaman.
Buat semua sobat ,tulisan yang saya turunkan ini mengenai hal Liturgi semua
adalah dari buku berjudul "EKARISTI" dengan penulis E.Martasudjita.Pr
. Serta penanggung jawab ;
1.Prof.DR.TOM JACOBS,SJ
2.DR.E.Martasudjita,Pr
3.V Indra Sanjaya,Lic.SS,Pr.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar